Community policing adalah model pemolisian protagonis yang berpihak kepada masyarakat dengan kedekatan polisi dan masyarakat sebagai pilar utamanya, melalui upaya-upaya yang lebih proaktif menuju terwujudnya kerja sama yang efektif antara polisi dan masyarakat dalam tugas pembinaan kamtibmas.
Community policing juga dapat diartikan sebagai gagasan tentang perpolisian yang meletakkan perpolisian di dalam kerangka tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat (community) dimana kedua unsur utama masyarakat, yakni polisi dan yang bukan polisi (publik) saling terkait di dalam suatu relasi kemitraan sejajar, serta senantiasa berupaya membangun kesepakatan dan kerja sama sinergis di dalam pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum, serta pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam community policing, keberhasilan polisi tidak hanya terletak pada kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga meningkatnya kerja sama dan kompentensi masyarakat dalam binkamtibmas di lingkungannya. Selanjutnya, menurut Robert R. Friedemann (Kunarto, 2000) dijelaskan bahwa:
Community policing adalah kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah terjadinya kejahatan secara efektif dan efisien, mengurangi kecemasan terhadap kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kualitas pelayanan polisi dan kepercayaan terhadap polisi, dalam jalinan kerja sama yang proaktif dengan sumber daya masyarakat yang ingin mengubah berbagai kondisi penyebab kejahatan. Hal ini berarti diperlukan adanya kepolisian yang handal, peran masyarakat yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, serta perhatian yang lebih besar terhadap hak asasi dan kebebasan individu.
Sedangkan menurut International Criminal Investigative Assistance Program – ICITAP, US Departement of Justice, (Eko Erpangi, 2003) dijelaskan bahwa community policing adalah sebuah filosofi dari kebijakan pelayanan total, dimana petugas polisi yang sama melakukan patroli dan bekerja dalam area yang sama secara permanen, dari tempat yang didesentralisasikan, bekerja sama dengan para warga masyarakat di area/daerah tersebut untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi. Community policing juga sering diartikan sebagai ”pemolisian masyarakat” dengan maksud sebagai upaya atau proses menuju terwujudnya ”perpolisian masyarakat”.
Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa community policing merupakan filosofi, upaya, atau gagasan tentang perpolisian yang meletakkan perpolisian di dalam kerangka tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat (community) dalam mengidentifikasi masalah kejahatan dan gangguan kamtibmas di lingkungannya, serta dalam mencari solusi terhadap pemecahan masalah tersebut menuju tercipta situasi dan kondisi kamtibmas yang kondusif. Tujuan utama community policing adalah:
a) Terwujudnya model pemolisian yang protagonis dengan kedekatan polisi dan masyarakat sebagai pilar utamanya.
b) Terbinanya kerja sama dan tanggung jawab bersama antara Polri dan masyarakat dalam mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan kamtibmas.
c) Berkembangnya potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
d) Meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kamtibmas melalui cara-cara yang positif, proaktif, konstruktif, dan kreatif serta menguntungkan semua pihak yang berkecimpung dalam pembinaan kamtibmas.
PRINSIP COMMUNITY POLICING
Menurut ICITAP - US Departement of Justice (Kunarto, 2000) dalam penerapan konsep community policing terdapat 10 prinsip yang harus dipedomani. Ke 10 prinsip ini secara esensial dapat dirangkum menjadi sebuah kalimat, bahwa: ”Community policing adalah filosofi pembinaan kamtibmas yang berbasis komunitas atau masyarakat, berfokus pada pemecahan masalah secara kreatif, menuntut terbangunnya kepercayaan masyarakat, menekankan sebuah peran yang lebih luas bagi petugas polisi, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat untuk menerima tanggung jawab untuk berperan aktif dalam pemecahan masalah, menuntut kerja polisi yang lebih bersifat proaktif dan bukan reaktif, menekankan pentingnya bantuan berdasar selektifitas prioritas yang dianggap mendesak, merupakan bentuk perbaikan penugasan polisi yang bersifat tradisional dan bukan meninggalkannya, menuntut keterlibatan semua orang, baik secara individu, bersama-sama atau melalui organisasi, serta menekankan adanya ciri tertentu dalam pelayanan polisi melalui kerja sama secara langsung dengan komunitas yang dilayani”. Sedangkan menurut Trojanowics dan Bucqueroux (Kunarto, 1998), menjelaskan bahwa prinsip community policing (dalam buku ini diterjemahkan menjadi pembinaan kamtibmas), meliputi:
a) Community policing merupakan falsafah dan strategi, yaitu falsafah dan strategi organisasi polisi yang memungkinkan polisi dan masyarakat, terutama tokoh masyarakat bekerja sama secara erat dalam memecahkan berbagai penyebab kejahatan, kecemasan terhadap kejahatan, keributan fisik maupun sosial, serta penyakit masyarakat.
b) Community policing perlu dilaksanakan oleh seluruh jajaran kepolisian.
c) Community policing membutuhkan polisi khusus, yaitu polisi pembina kamtibmas, yang bertindak sebagai penghubung langsung antara kepolisian dengan masyarakat.
d) Polisi pembina kamtibmas harus bekerja sama dengan para sukarelawan, terutama tokoh panutan.
e) Community policing memperkenalkan hubungan baru antara polisi dan masyarakat, yang didasarkan atas rasa saling percaya.
f) Community policing menumbuhkan dimensi proaktif dalam tugas polisi, sehingga lebih multidimensional.
g) Community policing bertujuan untuk melindungi masyarakat lapisan masyarakat yang paling rawan.
h) Community policing mencoba menyeimbangkan keterampilan manusia dengan inovasi teknologi.
i) Community policing harus menjadi peraturan yang diberlakukan secara padu dengan melibatkan seluruh jajaran kepolisian dan masyarakat.
j) Community policing menekankan desentralisasi tugas dan wewenang.
Community policing juga dapat diartikan sebagai gagasan tentang perpolisian yang meletakkan perpolisian di dalam kerangka tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat (community) dimana kedua unsur utama masyarakat, yakni polisi dan yang bukan polisi (publik) saling terkait di dalam suatu relasi kemitraan sejajar, serta senantiasa berupaya membangun kesepakatan dan kerja sama sinergis di dalam pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum, serta pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam community policing, keberhasilan polisi tidak hanya terletak pada kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga meningkatnya kerja sama dan kompentensi masyarakat dalam binkamtibmas di lingkungannya. Selanjutnya, menurut Robert R. Friedemann (Kunarto, 2000) dijelaskan bahwa:
Community policing adalah kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah terjadinya kejahatan secara efektif dan efisien, mengurangi kecemasan terhadap kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kualitas pelayanan polisi dan kepercayaan terhadap polisi, dalam jalinan kerja sama yang proaktif dengan sumber daya masyarakat yang ingin mengubah berbagai kondisi penyebab kejahatan. Hal ini berarti diperlukan adanya kepolisian yang handal, peran masyarakat yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, serta perhatian yang lebih besar terhadap hak asasi dan kebebasan individu.
Sedangkan menurut International Criminal Investigative Assistance Program – ICITAP, US Departement of Justice, (Eko Erpangi, 2003) dijelaskan bahwa community policing adalah sebuah filosofi dari kebijakan pelayanan total, dimana petugas polisi yang sama melakukan patroli dan bekerja dalam area yang sama secara permanen, dari tempat yang didesentralisasikan, bekerja sama dengan para warga masyarakat di area/daerah tersebut untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi. Community policing juga sering diartikan sebagai ”pemolisian masyarakat” dengan maksud sebagai upaya atau proses menuju terwujudnya ”perpolisian masyarakat”.
Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa community policing merupakan filosofi, upaya, atau gagasan tentang perpolisian yang meletakkan perpolisian di dalam kerangka tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat (community) dalam mengidentifikasi masalah kejahatan dan gangguan kamtibmas di lingkungannya, serta dalam mencari solusi terhadap pemecahan masalah tersebut menuju tercipta situasi dan kondisi kamtibmas yang kondusif. Tujuan utama community policing adalah:
a) Terwujudnya model pemolisian yang protagonis dengan kedekatan polisi dan masyarakat sebagai pilar utamanya.
b) Terbinanya kerja sama dan tanggung jawab bersama antara Polri dan masyarakat dalam mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan kamtibmas.
c) Berkembangnya potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
d) Meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kamtibmas melalui cara-cara yang positif, proaktif, konstruktif, dan kreatif serta menguntungkan semua pihak yang berkecimpung dalam pembinaan kamtibmas.
PRINSIP COMMUNITY POLICING
Menurut ICITAP - US Departement of Justice (Kunarto, 2000) dalam penerapan konsep community policing terdapat 10 prinsip yang harus dipedomani. Ke 10 prinsip ini secara esensial dapat dirangkum menjadi sebuah kalimat, bahwa: ”Community policing adalah filosofi pembinaan kamtibmas yang berbasis komunitas atau masyarakat, berfokus pada pemecahan masalah secara kreatif, menuntut terbangunnya kepercayaan masyarakat, menekankan sebuah peran yang lebih luas bagi petugas polisi, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat untuk menerima tanggung jawab untuk berperan aktif dalam pemecahan masalah, menuntut kerja polisi yang lebih bersifat proaktif dan bukan reaktif, menekankan pentingnya bantuan berdasar selektifitas prioritas yang dianggap mendesak, merupakan bentuk perbaikan penugasan polisi yang bersifat tradisional dan bukan meninggalkannya, menuntut keterlibatan semua orang, baik secara individu, bersama-sama atau melalui organisasi, serta menekankan adanya ciri tertentu dalam pelayanan polisi melalui kerja sama secara langsung dengan komunitas yang dilayani”. Sedangkan menurut Trojanowics dan Bucqueroux (Kunarto, 1998), menjelaskan bahwa prinsip community policing (dalam buku ini diterjemahkan menjadi pembinaan kamtibmas), meliputi:
a) Community policing merupakan falsafah dan strategi, yaitu falsafah dan strategi organisasi polisi yang memungkinkan polisi dan masyarakat, terutama tokoh masyarakat bekerja sama secara erat dalam memecahkan berbagai penyebab kejahatan, kecemasan terhadap kejahatan, keributan fisik maupun sosial, serta penyakit masyarakat.
b) Community policing perlu dilaksanakan oleh seluruh jajaran kepolisian.
c) Community policing membutuhkan polisi khusus, yaitu polisi pembina kamtibmas, yang bertindak sebagai penghubung langsung antara kepolisian dengan masyarakat.
d) Polisi pembina kamtibmas harus bekerja sama dengan para sukarelawan, terutama tokoh panutan.
e) Community policing memperkenalkan hubungan baru antara polisi dan masyarakat, yang didasarkan atas rasa saling percaya.
f) Community policing menumbuhkan dimensi proaktif dalam tugas polisi, sehingga lebih multidimensional.
g) Community policing bertujuan untuk melindungi masyarakat lapisan masyarakat yang paling rawan.
h) Community policing mencoba menyeimbangkan keterampilan manusia dengan inovasi teknologi.
i) Community policing harus menjadi peraturan yang diberlakukan secara padu dengan melibatkan seluruh jajaran kepolisian dan masyarakat.
j) Community policing menekankan desentralisasi tugas dan wewenang.