Akhir-akhir ini pemberitaan media baik di televisi, media massa, media elektronik hampir semuanya di penuhi oleh berita pengejaran “gembong teroris Nurdin M Top”. Namun yang menjadi permasalahan bagi sebagai masyarakat “dimana TNI, kok tidak ikut mengejar teroris, celetuk seorang warga masyarakat”.
Apalagi kalau di kaitkan dengan proses dunia yang semakin menglobal yang ditandai dengan kemajuan pesat dibidang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia di semua aspek kehidupan diberbagai negara yang berdampak pada perubahan dinamika kehidupan bermasyarakat, termasuk meningkatnya ancaman dan gangguan keamanan nasional (national security) atau keamanan dalam negeri (internal security). Bentuk-bentuk ancaman keamanan yang muncul tidak hanya bersifat ancaman keamanan dari luar (nexus military-external), namun ancaman keamanan juga dalam bentuk keamanan pangan (food security), keamanan lingkungan (environment security), keamanan manusia (human security), keamanan energy (energy security), keamanan ekonomi (economic security). Salah satunya ancaman dari Teroris.
Sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menegaskan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Keamanan dalam negeri (kamdagri), adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 30 ayat 4.
Mewujudkan keamanan dalam negeri menjadi tanggung jawab pemerintahan untuk menghadapi dan meniadakan segala ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri yang diselenggarakan melalui sistem pengamanan swakarsa (seluruh warga negara bangsa Indonesia) sebagai suatu cara pandang yang menempatkan keamanan dalam negeri sebagai tanggung jawab bersama seluruh warga negara dengan hak dan kewajiban yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945 dengan TNI dan Polri sebagai penanggung jawab utama seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun perangkat peraturan yang berkaitan kerjasama antar instansi pemerintah, khususnya hubungan TNI dengan Polri yaitu Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri, Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI, serta Undang-undang No. 3 tahun 2003 tentang Pertahanan, kerjasama tersebut diperlukan untuk : (1) mengoperasionalkan ketentuan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 30 ; (2) mengisi persoalan hukum di bidang keamanan dalam negeri yaitu mengamanatkan tentang perlunya kerja sama dengan aktor-aktor pengamanan seperti TNI dan lembaga-lembaga lainnya.
Tugas perbantuan TNI adalah tugas yang dilakukan di luar tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara yang diatur dalam pasal 4 TAP MPR RI No. VII tahun 2000 tentang Peran TNI. Tugas perbantuan dilakukan TNI dengan melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) berdasarkan permintaan dan keputusan politik pemerintah. Pelaksanaan tugas perbantuan TNI dilakukan melalui keputusan-keputusan politik pemerintah, dibiayai sepenuhnya melalui APBN, dan dipertanggung jawabkan kepada DPR. Ruang lingkup tugas perbantuan TNI ditentukan oleh lembaga yang meminta tugas perbantuan.
Tugas perbantuan TNI terdiri dari tugas penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan tugas kegiatan kemasyarakatan (civic mission), tugas pemberian bantuan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban umum, serta tugas pemeliharaan perdamaian dunia. Perbantuan TNI pada fungsi pemerintahan di bidang keamanan meliputi: (a) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) memberikan perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun demikian, tugas di atas harus memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi.
Perbantuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalankan fungsi pemerintahan di bidang keamanan harus didasarkan pada keputusan Presiden, baik karena adanya permintaan dari pemerintah daerah, POLRI maupun berdasarkan pertimbangan pemerintah pusat sendiri. Keputusan Presiden untuk memperbantukan TNI tersebut harus berdasarkan pada penilaian – baik oleh pemerintah daerah maupun pihak kepolisian – bahwa telah terjadi suatu keadaan gangguan keamanan di luar kemampuan kepolisian untuk menanganinya. Untuk tujuan akuntabilitas, permintaan dan keputusan tersebut di atas harus dilakukan secara tertulis dengan memberikan rincian alasan perbantuan, wilayah perbantuan, tanggung jawab, rentang waktu, serta sumber dan besaran anggaran yang diperlukan.
Untuk mengatasi berbagai bentuk kejahatan yang semakin kompleks tersebut maka Polri membutuhkan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya. Salah satu kerja sama Polri pada masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran berharga, yaitu dengan TNI dalam penanganan masalah-masalah keamanan seperti : penanganan konflik di Papua, Poso, Aceh, dan Maluku, merupakan bentuk kerjasama antar instansi pemerintah dalam penanganan persoalan keamanan yang dapat mengganggu keamanan dalam negeri. Dengan adanya kerjasama antara TNI dan Polri dalam penanganan berbagai bentuk kejahatan diharapkan dapat mengurangi intensitas gangguan keamanan, serta diharapkan mampu menciptakan keamanan dalam negeri yang merupakan pra kondisi bagi terselenggaranya pembangunan nasional.
Kerjasama Antara Polri dan TNI dapat Mewujudkan Kamdagri
Kerjasama antara Polri dan TNI didasari oleh asas dalam membangun hubungan lintas sektoral yang harmonis yaitu : (1) tidak bertentangan dengan hukum, (2) musyawarah, (3) keterbukaan/akuntabilitas, (4) proposionalitas, (5) profesionalitas, (6) efisien dan efektif, (7) saling menghormati, (8) saling membantu, (9) untuk kepentingan umum dan (10) partisipasi dan subsidaritas. Hal ini dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan dalam negeri meliputi beraneka ancaman baik fisik dan non-fisik, berasal dari luar maupun dari dalam tapal batas wilayah negara, menyebar secara langsung dan tidak langsung. Ancaman-ancaman itu dapat tertuju terutama terhadap keberlangsungan pembangunan nasional, berlangsungnya fungsi-fungsi pemerintahan, ketertiban sosial dan keselamatan masyarakat baik sebagai kelompok maupun perorangan. Meskipun demikian, upaya untuk mengatasi berbagai ancaman tersebut di atas tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat baik sebagai kelompok maupun perorangan.
Adapun kerjasama antara Polri dan TNI melahirkan strategi dalam menghadapi ancaman dan berbagai tipologi konflik yang kompleks harus disusun dengan mempertimbangkan : (a) Efisiensi dan efektivitas kerja sama dan koordinasi yang tepat dalam memaknai keamanan dalam negeri. (b) Penghormatan atas nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia. (c) Konteks dan eskalasi ancaman terhadap keamanan dalam negeri.dan (d) Manifestasi konflik
Proses penyusunan kebijakan dan strategi keamanan dalam negeri dirumuskan berdasarkan asas partisipatif dan dilaksanakan secara konsisten serta dapat dipertanggungjawabkan. Kerjasama antara Polri dan TNI yang dilandasi oleh keinginan bersama dapat menjamin peningkatan kualitas demokrasi yang sedang diusahakan bersama seluruh komponen bangsa sebagai pilihan terbaik.
Potensi masyarakat merupakan modal utama dan juga sebagai bagian dalam terciptanya pengertian dan pemahaman yang sama sehingga perlu memperhatikan kapasitas politik nasional, dinamika hubungan antar negara di kawasan tertentu maupun skala global, demokrasi, hak-hak asasi manusia serta norma, kaidah, dan hukum-hukum internasional. Konsep maupun modalitas tersebut perlu ditempatkan dalam konteks dan perspektif yang tepat sehingga memberi peluang bagi pendayagunaan instrumen negara dan sekaligus menjamin perlindungan kepada kepentingan masyarakat baik sebagai kelompok maupun individu.
Apalagi kalau di kaitkan dengan proses dunia yang semakin menglobal yang ditandai dengan kemajuan pesat dibidang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia di semua aspek kehidupan diberbagai negara yang berdampak pada perubahan dinamika kehidupan bermasyarakat, termasuk meningkatnya ancaman dan gangguan keamanan nasional (national security) atau keamanan dalam negeri (internal security). Bentuk-bentuk ancaman keamanan yang muncul tidak hanya bersifat ancaman keamanan dari luar (nexus military-external), namun ancaman keamanan juga dalam bentuk keamanan pangan (food security), keamanan lingkungan (environment security), keamanan manusia (human security), keamanan energy (energy security), keamanan ekonomi (economic security). Salah satunya ancaman dari Teroris.
Sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menegaskan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Keamanan dalam negeri (kamdagri), adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 30 ayat 4.
Mewujudkan keamanan dalam negeri menjadi tanggung jawab pemerintahan untuk menghadapi dan meniadakan segala ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri yang diselenggarakan melalui sistem pengamanan swakarsa (seluruh warga negara bangsa Indonesia) sebagai suatu cara pandang yang menempatkan keamanan dalam negeri sebagai tanggung jawab bersama seluruh warga negara dengan hak dan kewajiban yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945 dengan TNI dan Polri sebagai penanggung jawab utama seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun perangkat peraturan yang berkaitan kerjasama antar instansi pemerintah, khususnya hubungan TNI dengan Polri yaitu Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri, Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI, serta Undang-undang No. 3 tahun 2003 tentang Pertahanan, kerjasama tersebut diperlukan untuk : (1) mengoperasionalkan ketentuan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 30 ; (2) mengisi persoalan hukum di bidang keamanan dalam negeri yaitu mengamanatkan tentang perlunya kerja sama dengan aktor-aktor pengamanan seperti TNI dan lembaga-lembaga lainnya.
Tugas perbantuan TNI adalah tugas yang dilakukan di luar tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara yang diatur dalam pasal 4 TAP MPR RI No. VII tahun 2000 tentang Peran TNI. Tugas perbantuan dilakukan TNI dengan melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) berdasarkan permintaan dan keputusan politik pemerintah. Pelaksanaan tugas perbantuan TNI dilakukan melalui keputusan-keputusan politik pemerintah, dibiayai sepenuhnya melalui APBN, dan dipertanggung jawabkan kepada DPR. Ruang lingkup tugas perbantuan TNI ditentukan oleh lembaga yang meminta tugas perbantuan.
Tugas perbantuan TNI terdiri dari tugas penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan tugas kegiatan kemasyarakatan (civic mission), tugas pemberian bantuan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban umum, serta tugas pemeliharaan perdamaian dunia. Perbantuan TNI pada fungsi pemerintahan di bidang keamanan meliputi: (a) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) memberikan perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun demikian, tugas di atas harus memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi.
Perbantuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalankan fungsi pemerintahan di bidang keamanan harus didasarkan pada keputusan Presiden, baik karena adanya permintaan dari pemerintah daerah, POLRI maupun berdasarkan pertimbangan pemerintah pusat sendiri. Keputusan Presiden untuk memperbantukan TNI tersebut harus berdasarkan pada penilaian – baik oleh pemerintah daerah maupun pihak kepolisian – bahwa telah terjadi suatu keadaan gangguan keamanan di luar kemampuan kepolisian untuk menanganinya. Untuk tujuan akuntabilitas, permintaan dan keputusan tersebut di atas harus dilakukan secara tertulis dengan memberikan rincian alasan perbantuan, wilayah perbantuan, tanggung jawab, rentang waktu, serta sumber dan besaran anggaran yang diperlukan.
Untuk mengatasi berbagai bentuk kejahatan yang semakin kompleks tersebut maka Polri membutuhkan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya. Salah satu kerja sama Polri pada masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran berharga, yaitu dengan TNI dalam penanganan masalah-masalah keamanan seperti : penanganan konflik di Papua, Poso, Aceh, dan Maluku, merupakan bentuk kerjasama antar instansi pemerintah dalam penanganan persoalan keamanan yang dapat mengganggu keamanan dalam negeri. Dengan adanya kerjasama antara TNI dan Polri dalam penanganan berbagai bentuk kejahatan diharapkan dapat mengurangi intensitas gangguan keamanan, serta diharapkan mampu menciptakan keamanan dalam negeri yang merupakan pra kondisi bagi terselenggaranya pembangunan nasional.
Kerjasama Antara Polri dan TNI dapat Mewujudkan Kamdagri
Kerjasama antara Polri dan TNI didasari oleh asas dalam membangun hubungan lintas sektoral yang harmonis yaitu : (1) tidak bertentangan dengan hukum, (2) musyawarah, (3) keterbukaan/akuntabilitas, (4) proposionalitas, (5) profesionalitas, (6) efisien dan efektif, (7) saling menghormati, (8) saling membantu, (9) untuk kepentingan umum dan (10) partisipasi dan subsidaritas. Hal ini dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan dalam negeri meliputi beraneka ancaman baik fisik dan non-fisik, berasal dari luar maupun dari dalam tapal batas wilayah negara, menyebar secara langsung dan tidak langsung. Ancaman-ancaman itu dapat tertuju terutama terhadap keberlangsungan pembangunan nasional, berlangsungnya fungsi-fungsi pemerintahan, ketertiban sosial dan keselamatan masyarakat baik sebagai kelompok maupun perorangan. Meskipun demikian, upaya untuk mengatasi berbagai ancaman tersebut di atas tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat baik sebagai kelompok maupun perorangan.
Adapun kerjasama antara Polri dan TNI melahirkan strategi dalam menghadapi ancaman dan berbagai tipologi konflik yang kompleks harus disusun dengan mempertimbangkan : (a) Efisiensi dan efektivitas kerja sama dan koordinasi yang tepat dalam memaknai keamanan dalam negeri. (b) Penghormatan atas nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia. (c) Konteks dan eskalasi ancaman terhadap keamanan dalam negeri.dan (d) Manifestasi konflik
Proses penyusunan kebijakan dan strategi keamanan dalam negeri dirumuskan berdasarkan asas partisipatif dan dilaksanakan secara konsisten serta dapat dipertanggungjawabkan. Kerjasama antara Polri dan TNI yang dilandasi oleh keinginan bersama dapat menjamin peningkatan kualitas demokrasi yang sedang diusahakan bersama seluruh komponen bangsa sebagai pilihan terbaik.
Potensi masyarakat merupakan modal utama dan juga sebagai bagian dalam terciptanya pengertian dan pemahaman yang sama sehingga perlu memperhatikan kapasitas politik nasional, dinamika hubungan antar negara di kawasan tertentu maupun skala global, demokrasi, hak-hak asasi manusia serta norma, kaidah, dan hukum-hukum internasional. Konsep maupun modalitas tersebut perlu ditempatkan dalam konteks dan perspektif yang tepat sehingga memberi peluang bagi pendayagunaan instrumen negara dan sekaligus menjamin perlindungan kepada kepentingan masyarakat baik sebagai kelompok maupun individu.