Kepemimpinan Dalam Bermitra Dengan Masyarakat

Meningkatkan kinerja seseorang dalam organisasi tidaklah mudah. Begitu juga yang terjadi dalam tubuh organisasi Polri saat ini. Harapan yang di emban pucuk pimpinan Polri, agar para personil Polri mampu meningkatkan pelayanan yang profesional dalam berbakti kepada negara sehingga kinerja Polri dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Peran Polri sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat harus mampu menjadikan organisasinya mampu bergerak sinergi sehingga mampu meningkatkan kinerja Polri dan mampu memenuhi harapan masyarakat seperti yang ungkapkan C.K. Prahalad “If You don’t change, You’ll die” Jika Anda tidak berubah maka Anda akan mati (tertinggal jauh)”
Untuk melakukan perubahan diperlukan kepemimpinan yang kuat yang menurut Komjenpol. Drs. Jusuf Manggabarani (Wakapolri) harus (a) mampu mewujudkan perubahan pola pikir dan perilaku budaya penguasa menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta menegakan hukum secara jujur dan adil. (b) menjadi pemimpin yang selalu memegang teguh dan mengaktualisasikan etika kepemimpinan dengan menampilkan diri sebagai sosok pelayan yang jujur, berani, adil, bijaksana, transparan, terbuka, tauladan, kreatif, inovatif, kooperatif dan mengutamakan kepentingan anggota serta soliditas institusi. (c) dapat selalu menjaga kehormatan dan harga diri dengan tidak melakukan kolusi, korupsi, nepotisme serta berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang lainnya. (d) mampu merespon kesulitan dan membantu memecahkan masalah sosial dalam masyarakat dengan cepat merupakan perbuatan yang mulia dan luhur. (e) tetap menjaga soliditas dan tidak terpancing dengan isue – isue yang berkembang saat ini dengan melaksanakan tugas dengan baik, profesional, jujur dan adil.
Namun dalam mengimplementasikan kepemimpinan yang mampu bermitra dengan masyarakat dihadapkan berbagai persoalan diantaranya permasalahan kurangnya ketauladan dan permasalahan yang multi kompleks sehingga diperlukan perubahan-perubahan agar transformasional pelayanan publik dapat dirasakan oleh masyarakat. Perubahan dalam menggerakan roda organisasi berupa menggabungkan sumber daya organisasi (sumber daya manusia, sistem, manajemen dan struktur) sehingga mampu mewujudkan dan menggeser Polri yang antagonis menjadi protagonis dengan meletakkan masyarakat setara dan sebagai mitra Polri dalam berbagai aspek pemolisian.
Mengubah struktur organisasi Polri yang semula lebih menonjolkan pendekatan militeristik menjadi lebih menitikberatkan pada segi pemahaman terhadap Hak Asasi Manusia tentunya relatif mudah dilakukan mengingat yang akan diubah adalah benda (obyek) mati yang tidak memiliki perasaan. Hal ini berbeda apabila yang akan diubah adalah sikap dan perilaku dari anggota Polri, sehingga dalam pelayanan Publik masih dijumpai permasalahan seperti di lansir mas-media diantaranya : (1) belum meratanya pemahaman anggota Polri terkait tugas-tugasnya sebagai anggota Polri, sehingga prilaku di layani masih mendominasi (2) belum memiliki kemampuan dalam bertindak secara sistematis, yang berakibat tidak profesionalnya Polri ketika menyikapi permasalahan (3) tidak semua personil Polri memiliki pemahaman dan penguasaan mengenai kondisi sosial budaya masyarakat dimana anggota Polri berdinas, sehingga berdampak adanya benturan budaya (4) Dalam memberikan pelayanan belum memiliki kemampuan analisis yang baik sehingga belum mampu menemukan berbagai perspektif dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat; (5) belum memiliki kemampuan dalam membangun jaringan komunikasi, baik dengan instansi pemerintah maupun non pemerintah; dan (6) belum mampu memberdayakan segala potensi yang ada guna mendukung pelaksanaan tugas.
Dengan kondisi permasalahan tersebut maka diperlukan sebuah langkah transformasional atau percepatan perubahan dari budaya lama ke budaya baru. Kata transformasional berasal dari dua kata dasar, ‘trans dan form. Trans berarti melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya (across), atau melampaui (beyond); dan kata form berarti bentuk. Transformasional mengandung makna, perubahan bentuk yang lebih dari, atau melampaui perubahan bungkus luar saja. Transformasional sering diartikan adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas, pemakaian kata transformasional menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal. Walaupun demikian pengertian transformasional sendiri secara konkret masih suatu wacana yang membingungkan, banyak pandangan yang berbeda dari pemakaian kata tersebut yang hanya disesuaikan dengan perspektif parsial para penggunanya.
Transformasional Polri atau percepatan perubahan dari budaya lama ke budaya baru berupa paradigma baru Polri menurut Ary Ginanjar Agustian Emotional Spiritual Quoient ( E S Q ) maka harus memperhatikan 7 (tujuh) langkah, yaitu : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin, kerjasama, Adil, Visioner, dan Peduli.
Jujur, dalam melaksanakan tugasnnya maka kejujuran merupakan dasar dalam berperilaku, sebagai contoh : dalam penegakkan hukum di Polantas karena sebagai etalase Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka seorang Polantas harus bersikap jujur terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar tanpa melebihkan dan menutupi kesalahannya sehingga semuanya baik Polantas maupun pelanggar lalulintas terlindungi hukum yang sama.
Bertanggung-jawab dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat sesuai dengan beban tugas yang diembannya kalau di fungsi reskrim maka harus melaksanakan proses penyelidikan, pengamanan, penggalangan sesuia dengan peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi etika Polri.
Disiplin dalam menjalankan tuganya tidak keluar dari tupoksi yang telah digariskan bila dalam fungsi lalu lintas maka pelayanan yang diberikan harus mampu memberikan solusi atau jalan keluar bila terjadi kemacetan lalu lintas ataupun terganggu karena tidak adanya petugas yang mengatur lalu lintas dan melaksanakan penegakkan hukum bagi para pelanggar.
Kerjasama, baik kerjasama internal maupun dengan lintas sektor baik dengan unsur Criminal Justice System (CJS), yang terdiri dari Kepolisian, Jaksa, Hakim, Lembaga Pemasyarakatan dan Advokad Pemda, maupun dengan kemitraan masyarakat dalam bingkai Polisi Sipil.
Adil, kemampuan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara adil tanpa memandang status, jabatan, hubungan keluarga dan lainya, jika mereka melanggar maka harus dilakukan upaya penegakan hukum.
Visioner, mampu menjabarkan visi yang ada dalam organisasi sehingga kinerjanya sesuai dengan visi dan misi pimpinan dan mampu melaksanakan pelayanan Publik sesuai yang telah digariskan baik dalam program Quick Wins (keberhasilan segera), yaitu quick respond, transparansi pelayanan SIM, STNK, BPKP; transparansi proses penyidikan; dan transparansi rekruitmen personel.
Kepedulian dalam melaksanakan tugas dimanapun berada, karena tugas Polisi melekat dalam diri anggota Polri dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Jika diperlukan peran Polisi maka anggota harus mampu memberikan layanan Polisi dimanapun ia berada sehingga keberadaan Polisi bisa dirasakan dimana-mana.
PENUTUP
Pelaksanaan implementasi kepemimpinan Polri yang transformasional guna meningkatkan kemitraan dengan masyarakat belum optimal terlaksana karena kurangnya ketauladan Pimpinan Polri dalam pelaksanaan Tupoksinya dan permasalahan kepemimpinan yang multi kompleks.
Berbagai persoalan yang menghambat transformasional guna meningkatkan kualitas pelayanan Publik diantaranya (1) belum meratanya pemahaman anggota Polri (2) belum memiliki tindakan secara sistematis, (3) belum memahami sosial budaya (4) belum mampu memberikan solusi (5) belum mampu membangun jaringan komunikasi, (6) belum mampu mengali potensi yang ada guna mendukung pelaksanaan tugas.
Dengan mengimplementasikan (tujuh) langka transformasional pelayanan Publik, berupa : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin, kerjasama, Adil, Visioner, dan Peduli maka akan meningkatkan kualitas pelayanan Publik kepada masyarakat dan pada giliranya akan terbagun kemitraan Polri dengan masyarakat.
Photo Inset : http://anisavitri.files.wordpress.com/2009/09/hansip12.jpg


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama