Tepat 1 Juli 2010 ini, Polri merayakan hari ulang tahunnya yang ke-64. berbagai permasalahan yang menyelimuti Polri menutup semua keberhasilan yang pernah di ukir Polri baik berupa pemberantasan teroris, terjaminnya kamtibmas, masyarakat semakin sadar hokum dan lainya.
Keberhasilan dan kemunduran Polri sangat di pengaruhi oleh bentuk Kepemimpinan yang dilaksanakan Pimpinan dalam hal Ini Kapolri.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi[1]. Secara umum kepemimpinan bisa diartikan sebagai kemampuan memenejemen (mengelola) suatu pekerjaan.
Kepemimpinan dalam organisasi Polri merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan Polri dalam menjalankan fungsi dan perannya guna memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi (Bass, 1985). Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi (Houseet. al., 1999: 184) [2].
Ada banyak definisi yang diberikan mengenai konsep kepemimpinan. Menurut Nielche Patric dalam bukunya The Codes of A Leader[3], menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisir untuk mencapai sebuah tujuan. Definisi lain mengenai kepemimpinan adalah suatu proses memberikan tujuan (arah yang berarti) mengumpulkan usaha, menyebabkan kemauan untuk berusaha mencurahkan segalanya demi mencapai tujuan.
Institusi Polri sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya yang diberikan oleh undang-undang no 2 tahun 2002 pasal 13, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Organisasi Polri yang telah tergelar dari tingkat Mabes Polri sampai pada tingkat Polsek. Sejalan dengan desentralisasi pemerintahan (Otonomi Daerah), telah memposisikan Kapolres dan Kapolsek sebagai insititusi terdepan yang langsung memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat.
Seiring perubahan paradigma baru Polri yang terimplementasi dalam perubahan kultur dari militeristik ke Polisi sipil yang ditandai dengan adanya perubahan pendekatan perilaku dari antagonis menjadi protagonis, maka gaya kepemimpinan Polri di mulai dari tataran tingkat hight level manager sampai dengan low level manager mengalami perubahan paradigma, hal ini sejalan dengan tuntutan perubahan paradigma baru Polri yang telah di gariskan dalam grand strategi Polri jangka panjang, yang bermuara pada perwujudan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan terwujudnya postur Polri yang professional, modern, patuh hukum dan humanis.
Sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN), maka Polri menetapkan Grand Strategi, yang terbagi kedalam tiga prioritas kerja yaitu; Tahap I, tahun 2005 - 2009 membangun Kepercayaan Publik (Trust Building), Tahap II, 2010 - 2014 membangun kemitraan (Partnership Networking Building) dan Tahap III menuju kesempurnaan atau mencapai keunggulan (Strive for Exellence).
Saat ini proses pelaksanaan Grand Strategi Polri memasuki tahap II dari tahun 2010 – 2014 yaitu membangun kemitraan (Partnership Networking Building), namun hingga kini pencapaian tersebut masih belum menunjukan hasil yang memuaskan bila merujuk pada opini yang beredar di masyarakat yang dilansir oleh berbagai media massa seperti kasus Komisaris Jenderal Susno Duadji, adanya indikasi keterlibat Polri dalam perkara kasus (Markus) kasus Gayus Tambunan, belum terkoordinasinya hubungan lintas sector yang baik seperti yang terjadi pada kasus Kerusuhan Koja dan lainya.
Oleh karena itu, hal yang sangat mendesak dalam rangka reformasi kultural harus dimulai dari tingkat pimpinan. Pengembangan kepemimpinan Polri yang ”professional, bermoral dan modern” harus menyebar dan meluas sampai pada tataran pelaksana terdepan sebagai individu. Kompetensi sebagai pelaksana tidak hanya menunggu perintah pimpinan namun inisiatif individu sangat diperlukan sesuai dengan karakteristik daerah (sosial budaya), dan permasalahan kamtibmas yang dihadapinya.
Secara umum kondisi kepemimpinan Polri saat ini diperlukan pembenahan sumber daya internal sebagai faktor pendukung utama agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional, salah satunya mengoptimalkan tingkat kematangan yang prima bagi seorang pemimpin dihadapkan dengan tantangan tugas organisasi. Kepemimpinan polri saat ini masih terkesan adanya belenggu dari paradigma lama, yaitu dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Berfikir linier, masih banyak para pimpinan yang mempunyai pola pikir linear atau tergantunng dari kebijakan atas tanpa melihat perkembangan dinamika perkembangan masyarakat.
b. Pengambilan keputusan atas-bawah. Belum adannya kewenangan penuh untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
c. Fokus pada struktur dan tugas. Masih ditemukan kurangnya berempati kepada tugas-tugas di luar bebas tugasnya
d. Sentralisasi penugasan menyebabkan sulitnya koordinasi
e. Organisasi birokrasi yang panjang menyebabkan terlambatnya pelayanan kepada masyarakat.