Mediaskripsi.co.cc. Membangun kerja sama melalui sinergi polisional yang pro aktif dengan masyarakat merupakan program kapolri Komjen Timur Pradopo yang termasuk kedalam 10 Program Prioritas yang akan dilakukan Kapolri.
Program tersebut yaitu :
- Pengungkapan penyelesaian kasus-kasus menonjol.
- Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, dan korupsi.
- Penguatan kemampuan Densus 88 Antiteror melalui peningkatan kerja sama dengan satuan antiteror TNI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
- Pembenahan kinerja reserse dengan program “Keroyok Reserse” melalui peningkatan kompetensi penyidik.
- Implementasi struktur baru dalam organisasi Polri.
- Membangun kerja sama melalui sinergi polisional yang proaktif.
- Memacu perubahan mindset dan culture set Polri.
- Menggelar sentra pelayanan kepolisian di berbagai sentra kegiatan publik.
- Mengembangkan layanan pengadaan sistem elektronik.
- Membangun dan mengembangkan sistem informasi terpadu dan pengamanan Pemilu 2014.
Seluruh program tersebut, akan dilaksanakan dalam 4 periode waktu, yakni:
1. 100 hari pertama (November 2010-Januari 2011), yaitu (a) Pengungkapan penyelesaian kasus-kasus menonjol, (b) Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, dan korupsi.
1. 100 hari pertama (November 2010-Januari 2011), yaitu (a) Pengungkapan penyelesaian kasus-kasus menonjol, (b) Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, dan korupsi.
2. Tahap kedua, Februari-Desember 2011, yaitu (a) Penguatan kemampuan Densus 88 Anti Teror melalui peningkatan kerja sama dengan satuan antiteror TNI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. (b) Pembenahan kinerja reserse dengan program “Keroyok Reserse” melalui peningkatan kompetensi penyidik © Implementasi struktur baru dalam organisasi Polri. (d) Membangun kerja sama melalui sinergi polisional yang pro aktif.
3. Tahap ketiga, Januari-Desember 2014, yaitu : (a) Memacu perubahan mindset dan culture set Polri (b) Menggelar sentra pelayanan kepolisian di berbagai sentra kegiatan publik (c) Mengembangkan layanan pengadaan sistem elektronik
4. Tahap keempat, Januari-Desember 2013, yaitu : Membangun dan mengembangkan sistem informasi terpadu.
Kemitraan pada esensinya lebih dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secar individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Untuk membangun kemitraan seperti yang diharapkan masyarakat dan Polri maka diperlukan seorang pimpinan yang mampu berelaborasi dengan berbagai elemen masyarakat dan tentunya Polri sebagai leader merupakan pendorong bagi terwujudnya harapan tersebut seperti yang di ungkapkan C.K. Prahalad “If You don’t change, You’ll die” Jika Anda tidak berubah maka Anda akan mati (tertinggal jauh)”
Adapun dalam membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut : Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan, Saling mempercayai dan saling menghormati, Tujuan yang jelas dan terukur, Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain. Adapun prinsip-prinsip kemitraan adalah 1) Persamaan atau equality, 2) Keterbukaan atau transparancydan 3) Saling menguntungkan atau mutual benefit.
Pendorong perubahan sesuai dengan harapan masyarakat dan undang-undang yang berlaku maka diperlukan konsep kepemimpinan yang sangat kuat. konsep kepemimpinan menurut Nielche Patric dalam bukunya The Codes of A Leader, menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisir untuk mencapai sebuah tujuan. Definisi lain mengenai kepemimpinan adalah suatu proses memberikan tujuan (arah yang berarti) mengumpulkan usaha, menyebabkan kemauan untuk berusaha mencurahkan segalanya demi mencapai tujuan.
Adapun untuk menciptakan pemimpin-pemimpin yang mampu merubah permasalahan-permasalahan yang ada maka menurut Ary Ginanjar Agustian dalam pelatihan Emotional Spiritual Quoient ( E S Q ) agar Transformasional budaya Polri dari “dilayani menjadi melayani” dapat tercapai dengan cepat maka harus memperhatikan 7 (tujuh) langkah, yaitu : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin, kerjasama, Adil, Visioner, dan Peduli.
Salah satu upaya yang dapat dikembangan melalu transformasi budaya Polri. Kata transformasional berasal dari dua kata dasar, ‘trans dan form.’ Trans berarti melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya (across), atau melampaui (beyond); dan kata form berarti bentuk. Transformasional mengandung makna, perubahan bentuk yang lebih dari, atau melampaui perubahan bungkus luar saja. Transformasional sering diartikan adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas, pemakaian kata transformasional menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal. Walaupun demikian pengertian transformasional sendiri secara konkret masih suatu wacana yang membingungkan, banyak pandangan yang berbeda dari pemakaian kata tersebut yang hanya disesuaikan dengan perspektif parsial para penggunanya.
Perubahan transformasional atau percepatan perubahan dari budaya lama ke budaya baru senantiasa dipengaruhi oleh dua faktor strategis, baik secara internal maupun external. Secara external paradigma harus dapat menyesuaikan dengan dinamika perkembangan faktor Asta Gatra dalam skala nasional, regional maupun internasional. Sedangkan pengaruh dari aspek internal meliputi komponen-komponen didalam suatu organisasi yang salah satunya tidak terlepas dari faktor kepemimpinan.
Menurut Bass (1990) cara mempengaruhi personil polri agar dapat memberikan pelayanan Publik yang terbaik dengan melakukan hal-hal, diantaranya : (1) mendorong anggota Polri untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; atau kepuasan konsumen dalam hal ini masyarakat. (2) mendorong anggota Polri untuk mendahulukan kepentingan kelompok atau organisasi ; dan (3) meningkatkan kebutuhan anggota yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Sedangkan menurut Chairudin Ismail guna terwujudnya transformasional kultural pelayanan Publik melibatkan 3 (tiga) komponen yang saling berkaitan, yakni sang pemimpin (leader), para pengikut (fol-lowers), dan situasi serta kondisi (situation) dimana kepemimpinan itu dioperasikan. secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan kelebihan (watak) dari sang pemimpin sesuai dengan harapan pengikut dalam situasi tertentu.
Untuk melakukan perubahan kepemimpinan yang kuat setidaknya secara internal Polri harus (a) mampu mewujudkan perubahan pola pikir dan perilaku budaya penguasa menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta menegakan hukum secara jujur dan adil. (b) menjadi pemimpin yang selalu memegang teguh dan mengaktualisasikan etika kepemimpinan dengan menampilkan diri sebagai sosok pelayan yang jujur, berani, adil, bijaksana, transparan, terbuka, tauladan, kreatif, inovatif, kooperatif dan mengutamakan kepentingan anggota serta soliditas institusi. (c) dapat selalu menjaga kehormatan dan harga diri dengan tidak melakukan kolusi, korupsi, nepotisme serta berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang lainnya. (d) mampu merespon kesulitan dan membantu memecahkan masalah sosial dalam masyarakat dengan cepat merupakan perbuatan yang mulia dan luhur. (e) tetap menjaga soliditas dan tidak terpancing dengan isue – isue yang berkembang saat ini dengan melaksankan tugas dengan baik, profesional, jujur dan adil.
Hal yang sangat mendesak dalam rangka transformasional guna meningkatkan kualitas pelayanan publik yang Profesional harus dimulai dari tingkat pimpinan Mabes sampai Polsek. Transformasional atau percepatan perubahan dari budaya lama ke budaya baru berupa paradigma baru Polri dalam memberikan pelayanan Polri kepada masyarakat menurut Ary Ginanjar Agustian dalam pelatihan Emotional Spiritual Quoient (E S Q) maka harus memperhatikan 7 (tujuh) langkah, yaitu : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin, kerjasama, Adil, Visioner, dan Peduli.
Jujur, dalam melaksanakan tugasnnya maka kejujuran merupakan dasar dalam berperilaku, sebagai contoh : dalam penegakkan hukum di Polantas karena sebagai etalase Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka seorang Polantas harus bersikap jujur terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar tanpa melebihkan dan menutupi kesalahannya sehingga semuanya baik Polantas maupun pelanggar lalulintas terlindungi hukum yang sama.
Bertanggung-jawab dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat sesuai dengan beban tugas yang diembannya kalau di fungsi reskrim maka harus melaksanakan proses penyelidikan, pengamanan, penggalangan sesuia dengan peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi etika Polri.
Disiplin dalam menjalankan tuganya tidak keluar dari tupoksi yang telah digariskan bila dalam fungsi lalu lintas maka pelayanan yang diberikan harus mampu memberikan solusi atau jalan keluar bila terjadi kemacetan lalu lintas ataupun terganggu karena tidak adanya petugas yang mengatur lalu lintas dan melaksanakan penegakkan hukum bagi para pelanggar.
Kerjasama, baik kerjasama internal maupun dengan lintas sektor baik dengan unsur Criminal Justice System (CJS), yang terdiri dari Kepolisian, Jaksa, Hakim, Lembaga Pemasyarakatan dan Advokad Pemda, maupun dengan kemitraan masyarakat dalam bingkai Polisi Sipil.
Adil, kemampuan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara adil tanpa memandang status, jabatan, hubungan keluarga dan lainya, jika mereka melanggar maka harus dilakukan upaya penegakan hukum.
Visioner, mampu menjabarkan visi yang ada dalam organisasi sehingga kinerjanya sesuai dengan visi dan misi pimpinan dan mampu melaksanakan pelayanan Publik sesuai yang telah digariskan baik dalam program Quick Wins (keberhasilan segera), yaitu quick respond, transparansi pelayanan SIM, STNK, BPKP; transparansi proses penyidikan; dan transparansi rekruitmen personel.
Kepedulian dalam melaksanakan tugas dimanapun berada, karena tugas Polisi melekat dalam diri anggota Polri dan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Jika diperlukan peran Polisi maka anggota harus mampu memberikan layanan Polisi dimanapun ia berada sehingga keberadaan Polisi bisa dirasakan dimana-mana.
dapatkan versi fdp-nya
dapatkan versi fdp-nya