Peran Polisi Komunitas Mengantisipasi Konfik Sosial

Jalurberita.com - Globalisasi menjadi isu paling fenomenal sepanjang akhir abad 20 karena kemunculannya menuang beragam respon, mulai dari yang secara ekstrem menentangnya sampai pada kelompok di titik ekstrem lain yang mendukungnya dan memandangnya sebagai suatu keniscayaan. Globalisasi praktis telah menyentuh hampir seluruh sendi kehidupan, yang tidak hanya di segala bidang (ekonomi,sosial, budaya, politik, dan ideologi) melainkan juga ke tataran sistem, proses, pelaku, dan peristiwa.
Hal lain yang mengiringi globalisasi, khususnya di Indonesia berupa perkembangan demokrasi yang diawali oleh gelombang reformasi pada tahun 1998 telah berdampak kepada adanya eforia demokrasi yang menganggap demokrasi adalah “Kebebasan tak terbatas”, sehingga banyak terjadi kasus-kasus berupa : unjuk rasa anarkis (kasus medan 2008), penjarahan (di jakarta tahun 1998), pengrusakan sarana umum (jalan raya, persimpangan lampu merah), hal ini tentunya telah mengikis pranata-pranata sosial atau lebih dalam lagi masyarakat kita sedang mengalami “krisis kepercayaan” hukum dan norma yang harusnya dipatuhi (kontak sosial) banyak dilanggar.
Akibat perkembangan sosial budaya yang tidak terkendali dan telah mengkikis kearifan lokal bangsa Indonesia tersebut berdampak pada timbulnya konflik, baik konflik antara masyarakat dengan pemerintah maupun konflik masyarakat dengan masyarakat, yang dulu mampu terselesaikan oleh musyawarah mufakat yang dilandasi oleh budaya lokal. Oleh karena itu dituntut peran Polri untuk mewujudkan Harkamtibmas sebagaimana diamatkan oleh undang-undang nomor 2 tahun 2002 pada pasal 13, dimana tugas pokok Polri sebagai fungsi pemerintahan dibidang harkamtibmas, melalui Penegakkan Hukum, Perlindungan, Pengayoman dan Pelayanan kepada masyarakat.
Tahun 2011 merupakan tahun kemitraan Polri dan masyarakat sesuai dengan Grand Strategi yang diawali sejak tahun 2005-2025. Yang terbagi tiga tahapan yaitu Tahap I adalah Trust Building, periode waktu tahun 2005 – 2010. Penetapan tahap 1 didasarkan pada argumentasi bahwa keberhasilan Polri dalam menjalankan tugas memerlukan dukungan masyarakat dengan landasan kepercayaan (trust). Tahap II, Partnership Building, periode tahun 2011 – 2015, merupakan kelanjutan dari tahap pertama, perlu dibangun kerja sama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri dan salah satunya meningkatkan kepercayaan masyarakat. Tahap III, Strive for Excellence, periode tahun 2016 – 2025.
Untuk mengimplementasikannya kemitraan Polri dan masyarakat maka di pandang perlu mengadopsi konsep community policing dan menyesuaikannya dengan karakteristik kebutuhan masyarakat Indonesia yang dalam perkembangannya diberi nama “Perpolisian Masyarakat” yang tertuang dalam Surat Keputusan Kapolri No.Pol.: Skep/737/X/2005tanggal 13 Oktober 2005, yang diperbaruhi dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 tanggal 13 Oktober 2008.
Pilar utama polmas pada hakekatnya mengandung 2 (dua) komponen utama yaitu : pertama, membangun kemitraan antara polisi dan masyarakat, dan kedua, menyelesaikan berbagai masalah sosial (problem solving) yang dapat membawa implikasi terhadap gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi dalam masyarakat lokal. Karena itu penerapan polmas berorientasi pada pemecahan akar masalah (problem oriented policing) dan memberdayakan (empowering) warga masyarakat sebagai subyek dalam mengelola sendiri upaya-upaya penciptaan lingkungan yang aman dan tertib, karena masyarakat lah yang paling mengetahui situasi dan kondisi lingkungan sosialnya, sedangkan aparat kepolisian bertindak sebagai aparat yang digaji oleh masyarakat untuk menjaga keamanan.
Perkembangan Dampak Konflik Sosial
Berbicara konflik menurut Coser adalah “segala sesuatu interaksi yang bersifat oposisi atau segala interaksi yang bersifat antagonistis” (1973: 13). Konflik itu memiliki fungsi sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya dapat terbentuk dan dipertahankan. Konflik juga mencegah suatu pembekuan sistem sosial dengan mendesak adanya inovasi dan kreativitas.
Secara umum permasalahan perkembangan sosial yang berdampak kepada konflik menurut www.jalurberita.com, antara lain: (1) upah tidak sesuai dengan UMR, di wilayah masing-masing. (2) banyaknya perusahaan yang tidak melibatkan penduduk sekitar dalam operasional perusahaannya (3). para pengusaha (pengelola sumber daya alam) kurang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar(4) pemahaman otonomi daerah yang berbeda antara pusat dan daerah (5) perbedaan harga yang mencolok antara produk luar negeri dan dalam negeri. (6) persaingan tidak sehat dengan adanya pembajakan dan hilangnya Hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Dampak dari perkembangan sosial budaya dalam masyarakat berupa adanya anggapan bahwa demokrasi adalah “Kebebasan tak terbatas”, sehingga masyarakat memaknainya dengan bentuk-bentuk penyampaian pendapat secara anarkis tanpa menghiraukan lagi pranata-pranata sosial yang ada.
Saluran penyampaian pendapat di muka umum sebetulnya telah dilindungi oleh undang-undang No. 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, namun dalam pelaksanaanya selain banyak melanggar pasal-pasal didalamnya juga telah mengikis bahkan menghilangkan kearifan lokal bangsa Indonesia yang terkenal dengan sopan-santun dan adat ketimurannya. Dalam penyampaian pendapat dimuka umum etika penghormatan kepada yang lebih tua hilang dengan alasan demokrasi, etika saling menghargaipun sering hilang dengan kegiatan aksi unjuk rasa yang menghambat, menggangu aktifitas orang lain dengan menimbulkan kemacetan, menimbulkan ketegangan, rasa tidak aman, tidak tentram dan lainya.
Dalam rangka mengantisipasi dampak perkembangan sosial budaya salah satunya dengan mengembangkan Polisi sipil sesuai Perkap No.7 tahun 2008tentang strategi dan implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) tahun 2010 Polri masuk tahap II atau tahun kemitraan Partnership Building, 2011 – 2015, merupakan kelanjutan dari tahap pertama yang bertujuan membangun kerja sama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri dan salah satunya meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Dengan munculnya berbagai permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik maka kemitran Polri dengan masyarakat harus dioptimalkan. Adapun kondisi kemitraan Polri dengan masyarakat yang berdampak konflik saat ini : a. Informasi-informasi yang berdampak konflik belum terserap oleh Polri karena kemitraan belum terbina dengan baik. b.Belum ada pemetaan potensi konflik yang melibatkan masyarakat. c. Budaya musyawarah mufakat sudah terkikis sehingga kasus Tipiring di selesaikan di pengadilan.d. Masyarakat kurang berperan dalam melakukan pengaman semuanya di limpahkan kepada Polri dan TNI. e. Dalam penegakan hukum peran masyarakat sebagai mitra belum diberdayakan oleh Polri sehingga masyarakat berperilaku sebagai “objek” dalam penegakan hukum.
Solusi Pemecahanan Permasalahan Konflik Sosial
Dalam kemitraan Polri dengan masyarakat menurut Paulus Wirutomo, Prof, Dr perlu adanya “polisi komunitas” yang harus menyatu didalam masyarakat, supaya polisi tersebut benar-benar menjadi warga komunitas, dikenal dan mengenal secara dekat, dipercaya dan memiliki tugas untuk membantu pimpinan komunitas. Adapun langkahnya sebagai berikut : a) Pencanangan tekad Polri kepada masyarakat luas dengan harapan masyarakat luas mengetahui bahwa Polri sedang berusaha melakukan perbaikan. Dengan pencanangan ini maka akan membangkitkan “control social” dari masyakat. Dengan adanya pencanangan maka pihak Polri “terpaksa” harus benar-benar melakukan perubahan untuk meningkatkan efektifitas program perubahan dalam hal ini untuk melakukan kemitraan Polri dengan masyarakat dalam rangka mengantisifasi dampak konflik sosial.
b) Melaksanakan secara konsisten prinsif transparansi dan akuntabel dalam melakukan kemitraan Polri dengan masyarakat karena sebagian besar ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri bersumber pada transparansi sehingga dalam melakukan kemitraan dengan Masyarakat maka seyogyanya mengedepakan transparansi dan akuntabel sehingga masyarakat dengan sukarela melakukan kemitraan guna menjaga Kamtibmas. c) Menegakkan kepastian hukum dan pelindungan hak warganegara merupakan sebuah pintu membuka kepercayaan masyarakat terhadap Polri dalam membina kemitraan. Dengan demikian penegakan hukum merupakan prasyarat yang harus dibuktikan oleh Polri untuk membangun kemitraan dengan masyarakat.
d) Pengembangan Konsep Pemolisian Komunitas. Yang bertujuan untuk menciptakan kemampuan masyarakat mengamankan dirinya sendiri merupakan esensi dari pemolisian komunitas. Salah satu tujuan dari kemitraan berupa menciptakan rasa aman harus dirasakan oleh masyarakat sehingga bentuk-bentuk potensi konflik akan diredam oleh masyarakat tersebut. e) Peningkatan Pelayanan Publik secara Innovatif merupakan salah satu daya tarik Polri yang harus ditawarkan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa “segan” dengan keberadaan Polisi namun keberadaan Polri mampu lebih memberikan rasa aman dalam beraktifitas. gambar inset google versi fdp

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama