Jalurberita.com- Sungguh mahal harga pengamanan dan keamanan di Papua. Demikian mahalnya sampai-sampai anggaran operasional dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diterima Polri dan TNI tidak cukup untuk mengamankan Papua. Dan, tanpa malu TNI dan Polri menerima duit dari PT Freeport Indonesia untuk mengamankan Papua.
Lembaga swadaya masyarakat Imparsial mengungkapkan Polri dan TNI telah menerima kucuran uang dari Freeport sebesar US$64 juta pada 1995–2004 dan US$1 juta pada periode 2004–2010. Indonesia Corruption Watch menyebutkan Mabes Polri menerima US$60 juta dari Freeport dalam 10 tahun terakhir. Adapun Freeport sendiri mengaku menggelontorkan duit untuk Polri dan TNI sebesar US$14 juta pada 2010.
Kebijakan Polri dan TNI menerima duit Freeport jelas melanggar hukum dan etika. Dari sisi hukum, Undang-Undang tentang Polri dan TNI secara gamblang menyebutkan anggaran mereka bersumber dari APBN.
Itu artinya, Polri dan TNI dilarang keras menerima anggaran dari pihak swasta. Menerima uang selain dari APBN bisa disebut korupsi. Di sinilah urgensi Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan mengusutnya.
Dari sisi etika, duit yang diterima Polri dan TNI bisa disebut uang centeng. Itu berarti Polri dan TNI secara institusional dapat dibeli. Kalau demikian, bagaimana nasib mayoritas rakyat yang tidak mampu membayar? Polri dan TNI harus berhenti menerima duit dari pihak swasta. Jika anggaran kurang, mintalah tambahan dari APBN, bukan menadahkan tangan kepada pihak swasta.
Toh dengan duit pengamanan ekstra dari Freeport, situasi Papua tetap bergejolak. Itu menunjukkan pendekatan keamanan hanya melahirkan perlawanan. Di lain pihak, pendekatan kesejahteraan yang sering dianggap mujarab untuk menyelesaikan konflik ternyata tidak membuahkan hasil di Papua. Padahal, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dana otonomi khusus, serta dana percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat berjumlah triliunan rupiah.
Akan tetapi, warga Papua tetap melarat. Ke manakah perginya semua dana itu? Jangan-jangan, cuma elite birokrasi dan politik Papua yang menikmatinya. Jika korupsi dan ketidakpedulian elite Papua yang menjadi persoalan, sudah pasti pembentukan Unit Kerja Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang hingga kemarin pejabatnya pun belum dilantik bukanlah jawaban.
Persoalan besar kiranya tidak dapat diselesaikan semata dengan membentuk lembaga ad hoc. Lagi pula, lembaga ad hoc tersebut sebentar juga akan mampus ditelan oleh ganasnya inersia elite yang telah berurat berakar. http://www.mediaindonesia.com/read/2011/11/10/275061/70/13/Uang-Centeng-untuk-Papua-
Kerjasama Pam Swakarsa Sebuah Solusi
Berbicara keamanan dan ketertiban bukan hanya domain Polri dan TNI, namun masyarakatpun berkewajiban dalam menjaga keamanan minimal di lingkungnya. Menurut Pasal 1 (5), UU RI No.2 Tahun 2002 keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Keamanan merupakan salah satu syarat mutlak untuk berjalanya perekonomian masyarakat sehingga sebagian masyarakat menyikapi perkembangan kejahatan yang terjadi dengan menggunakan jasa keamanan baik berupa linmas, satpam/sekurity dalam melindungi aset perusahaan yang di jalaninya.
Kebutuhan akan rasa aman yang dilakukan oleh masyarakat dengan melibatkan linmas atau satpam/security merupakan sebuah hal yang wajar dalam menyikapi perkembangan masyarakat yang terjadi dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku pasal 14 UU no 2 tahun 2002 tentang Polri.
Linmas, Jasa security merupakan salah satu bentuk dari pengamanan swakarsa yang terbentuk akibat dari perkembangan kebutuhan akan keamanan didalam masyarakat. Biasanya keberadaanya di dalam masyarakat modern (real estate, perusahaan, perkantoran, hotel-hotel, tempat hiburan dan obyek-obyek vital lainnya). Dalam perkembangannya jasa security membentuk sebuah PT, CV, yayasan yang khusus memberikan layanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya salah satu bentuk usaha badannya yaitu BUJPP (Badan Usaha Jasa Penyelamatan dan Pengamanan).
Dengan berbagai permasalahan sistem keamanan yang terjadi akibat dari perkembangan hukum, perkembangan otonomi dan perkembangan kejahatan yang timbul yang tidak mampu di diantisipasi oleh Polri akibat dari kurangnya jumlah personil seperti yang di standarkan PPB dengan rasio 1 : 500 polisi, maka kehadiran atau bermunculannya jasa pengamanan seperti jasa sekurity, jasa pengawalan, debt collector atau jasa penagihan uang diharapkan mampu menjadi mitra sejajar sesuai perkap no 7 tahun 2008 tentang polmas juga diharapkan mampu mengantisipasi perkembangan sistem hukum yang terjadi sehingga pada giliranya akan berdampak kepada terwujudnya kamtibmas. Dengan kondisi tersebut maka mutlak partisipasi masyarakat di perlukan sesuai dengan pasal 14 ayat (1) huruf c, dinyatakan: “ Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas : “Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan ”.
Kemudian dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 54, berupa walikota dan bupati memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam implementasinya agar partisipasi publik atau masyarakat dapat tumbuh dan berkembang maka di keluarkan Perkap Kapolri no 7 tahun 2008 tentang pedoman dasar strategi dan implementasi pemolisian masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri yang bertujuan dalam partisipasi masyarakat antara lain mampu melaksanakan deteksi dini, peringatan dini, dan memberikan laporan kejadian kepada Polri.
Dengan sinergitas atau kerjasama Pam Swakarsa (linmas, Hancip, siskamling) security dan lainya yang dikelola oleh stakeholder yang di bina Polri dalam bingkai community policing (polmas) maka kerjasama akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi seperti yang dikemukan Soetomo dalam pembangunan masyarakat yang merupakan proses perubahan yang bersifat multi dimensi menuju kondisi semakin terwujudnya hubungan yang serasi antara Needs And Resources melalui pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun. Lanjut teori Soetomo berusaha memberikan pengembangan kapasitas masyarakat berupa pemberdayaan, kaitanya dengan kepolisan yang mana dalam kontek para pam swakarsa hancip, linmas di arahkan untuk mampu memberikan rasa aman.
Sehingga dalam implementasinya diperlukan kerjasama antara Polri, Pemda dan stakeholder (perusahaan, masyarakat dan lainya) kerjasama menurut Roucek dan Warren berarti bekerja bersama-sama dan merupakan suatu proses yang paling mendasar. Kerja sama merupakan suatu bentuk proses sosial dimana di dalamnya terdapat aktifitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktifitas masing-masing. (Abdul Syani, Sosiologi Skema, Teori, dan Terapan, Bumi Aksara Jakarta, 2002;156).
Dengan melakukan kerjasama Polri, Pemda dan stakeholter dalam bingkai community policing (polmas) dengan tujuan melaksanakan pembangunan masyarakat seperti yang dikemukan Soetomo, maka tujuan perkap no 7 tahun 2008 dapat terlaksana, dan dapat berdampak kepada meningkatnya ekonomi masyarakat. Adapun tujuan yaitu (1) terwujudnya kemitraan polisi dan masyarakat yang didasari kesadaran bersama dalam rangka menanggulangi permasalahan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat guna menciptakan rasa aman, tertib dan tentram serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. (2) menanggulangi permasalahan yang dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup rangkaian upaya pencegahan dengan melakukan identifikasi akar permasalahan, menganalisis, menetapkan prioritas tindakan, melakukan evaluasi dan evaluasi ulang atas efektifitas tindakan.
(3) Kemitraan polisi dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mekanismekemitraan yang mencakup keseluruhan proses manajemen, mulai dari perencanaan, pengawasan, pengendalian, analisis dan evaluasi atas pelaksanaannya. Kemitraan tersebut merupakan proses yang berkelanjutan. (4) Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang aman, tertib dan tenteram, warga masyarakat diberdayakan untuk ikut aktif menemukan, mengidentifikasi, menganalisis dan mencari jalan keluar bagi masalah-masalah yang menggangu keamanan, ketertiban dan masalah sosial lainnya. Masalah yang dapat diatasi oleh masyarakat terbatas pada masalah yang ringan, tidak termasuk perkara pelanggaran hukum yang serius.
Versi Pdf