Jalurberita.com - Isu asmara Angelina Sondakh dengan penyidik KPK sepertinya masih menarik untuk dibahas. Untuk pertama kalinya, Angelina Sondakh buka suara soal kabar yang sudah dikonfirmasi oleh Ketua KPK Busyro Muqoddas itu."Saya temannya banyak ya. Dari pengusaha ada, politisi ada. Tukang bakso, tukang koran juga ada. Polisi apalagi," tuturnya sebelum mengikuti sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2011).
Angie, panggilan akrab politisi PD ini, menjelaskan punya hubungan baik dengan polisi. Perjalanan penting hidupnya selalu dihadiri oleh figur polisi."Karena saksi nikah saya dulu dua-duanya polisi. Yang jadi saksi saya menjadi mualaf juga polisi. yang ngurus surat-surat pernikahan saya juga polisi," tuturnya.
Tak sedikit pun tampak rasa gundah di wajah perempuan asal Manado itu. Seluruh pertanyaan wartawan dijawabnya dengan diplomatis plus lemparan senyum walau dengan sedikit tergopoh-gopoh karena terlambat ikut mengikuti sidang paripurna. kisah cinta Angelina dan seorang polisi yang bertugas di KPK ini memang santer sejak 2 bulan lalu. Kabar ini pun sudah menjadi topik panas di kalangan internal KPK.
Sang penyidik berpangkat perwira menengah ini pun sebenarnya sudah mengakui hubungannya itu kepada pimpinan KPK. Kabarnya, dia juga yang mengajukan diri untuk dikembalikan ke Mabes Polri. Sang penyidik khawatir ada unsur subjektif dalam penanganan kasus. Angie yang juga anggota Komisi X DPR ini saat ini berstatus saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek Wisma Atlet dengan terdakwa Nazaruddin. http://www.detiknews.com/read/2011/12/13/113259/1789766/10/angelina-sondakh-bicara-isu-asmaranya-dengan-penyidik-kpk
Akuntabilitas Polri dibidang Penyidikan Tindak Pidana
Akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya dengan demikian akuntabilitas terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung kepada rakyat. Starling (1998:164) mengatakan bahwa akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. “A good synonym for the term accountability is answerability. An organization must be answerable to someone or something outside itself. When things go wrong, someone must be held responsible. Unfortunately a frequently heard charge is that government is faceless and that, consequently, affixing blame is difficult.”
Kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas pelayanan publik terutama disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri tidak tunggal. Untuk itu proses akuntabilitas bagi lembaga pemerintah atau birokrasi publik yang memadai merupakan prasyarat penting bagi peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ferlie et al (1997:202-216) membedakan beberapa model akuntabilitas yakni : akuntabilitas ke atas ( accountability upwards), akuntabilitas kepada staf (accountability to staff), akuntabilitas ke bawah (accountability downwards), akuntabilitas yang berbasis pasar (market-based forms of accountability) dan akuntabilitas kepada diri sendiri (self accountability). Wahyudi Kumorotomo (2005:4).Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari pelaksana fungsi pemerintahan negara juga tidak luput dari tuntutan akuntabilitas atas pelaksanaan tugas-tugasnya. Akuntabilitas Polisi menurut Loughlin (1988) merupakan ukuran bagaimana berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas Polisi tersebut dilakukan secara terbuka sehingga dapat diteliti dengan cermat oleh publik. Dari pendapat itu jelas bahwa akuntabilitas Polri dapat dipakai untuk menilai profesionalisme polisi dalam melakukan tugas-tugasnya dan dapat diukur secara terbuka oleh masyarakat. Akuntabilitas bukan hanya dilaksanakan secara internal dalam tubuh Polri tetapi yang lebih penting adalah dilakukan secara eksternal kepada publik.
Pada hakekatnya tugas pokok Polri tersebut mengandung makna bahwa Polri adalah pelayan masyarakat. Pelaksanaan tugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat turut mempengaruhi citra atau image Polri di mata masyarakat. Diantara tugas pokok Polri yang banyak mendapat perhatian publik/ masyarakat adalah tugas penegakan hukum di bidang penyidikan tindak pidana. Dalam rangka penegakan hukum Polri melakukan tugas-tugas penyidikan tindak pidana yang diemban oleh penyidik/penyidik pembantu oleh fungsi reserse kriminal maupun fungsi operasional Polri lain untuk melakukan penyidikan dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara profesional dan proporsional. Undang Undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyidikan tindak pidana sekaligus menegaskan eksistensi Polri sebagai penyidik utama. Pelaksanaan penyidikan itu menuntut adanya akuntabilitas publik, hal ini berkaitan dengan penggunaan dana publik dalam proses penyidikan sesuai Inpres No 7 tahun 1999.
Tuntutan akuntabilitas dalam proses penyidikan juga dipertegas oleh penjelasan pasal 1 angka 7 Undang-undang RI No.28 tahun 1999 dimana penyidik dikategorikan sebagai pejabat lain yang memiliki fungsi strategis, yang dimaksud disini adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek-praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme. Polri dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum sebenarnya telah mengimplementasikan akuntabilitas di bidang penyidikan tindak pidana namun masih perlu adanya peningkatan seiring dengan perkembangan situasi yang dinamis ditandai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat atas akuntabilitas pelayanan publik para aparatur penyelenggara negara. Implementasi akuntabilitas yang telah dilakukan Polri antara lain; Menindaklanjuti kasus-kasus Pidana yang dilaporkan masyarakat dan terpenuhi unsur-unsur pidananya ke Kejaksaan, menyampaikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kepada korban atau pelapor, memberikan keterangan pers terhadap kasus-kasus yang ditangani melalui media massa secara terbuka kepada masyarakat umum, menyajikan laporan kemajuan penanganan kasus ke kesatuan atas. Namun akuntabilitas publik tersebut dilakukan penyidik belum didasari sikap bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab atau sebagai wujud kewajiban. Padahal akuntabilitas penyidikan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menilai kinerja penyidik sehingga mengetahui kelemahan dan kekurangan penyidik serta sekaligus membuka peluang bagi publik untuk memberikan kontrol sosial berupa koreksi guna perbaikan kinerja Polri di bidang penyidikan tindak pidana.
Semenjak berlakunya Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tahapan proses peradilan pidana terbagi secara nyata, yaitu penyelidikan dan penyidikan dimana sebagai “centre figure” adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penuntutan menjadi wewenang Kejaksaan dan Pemeriksaan di depan sidang menjadi wewenang Hakim. Proses penyidikan diawali dari penyelidikan, penindakan, pemberkasan dan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum. Dalam rangka proses peradilan pidana Polri mempunyai sejumlah kewenangan antara lain melakukan: penangkapan, penahanan,penggeledahan dan penyitaan dan lain sebagainya ( Lihat Pasal 16 Ayat 1 huruf a s/d l UU No 2 Tahun 2002 ). Seluruh rangkaian kegiatan penyidikan tersebut rentan terhadap Korupsi,Kolusi dan Nepotisme serta setiap wewenang tersebut diatas bila dilaksanakan secara tidak benar dan adil, serta wajar (reasonable) dapat mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia karena petugas Kepolisian diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengekang sementara kemerdekaan seseorang. Untuk menjamin pelaksanaan tugas penyidikan agar tidak menyimpang dan sesuai dengan rule of law maka penyidik dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukannya atau dengan kata lain untuk dapat memberikan akuntabilitas publik.
Pelaksanaan memberikan akuntabilitas publik merupakan kewajiban penyidik Polri sebagai wujud pertanggungjawaban penyidik Undang Undang yang telah memberikan kewenangan kepadanya. Undang-undang dibuat oleh DPR yang notabene adalah perwakilan rakyat, jadi pertanggungjawaban penyidik kepada Undang Undang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban penyidik kepada rakyat. Akuntabilitas penyidikan Polri juga dapat ditinjau dari perspektif pertanggungjawaban keuangan publik sebagaimana dimaksud Inpres No 7 tahun 1999.Sementara itu penyidik sebagai salah satu pejabat penyelenggara negara harus berpedoman pada asas akuntabilitas yang bertujuan pada sikap dan perilaku penyidik yang bebas KKN. inset gambar google
Angie, panggilan akrab politisi PD ini, menjelaskan punya hubungan baik dengan polisi. Perjalanan penting hidupnya selalu dihadiri oleh figur polisi."Karena saksi nikah saya dulu dua-duanya polisi. Yang jadi saksi saya menjadi mualaf juga polisi. yang ngurus surat-surat pernikahan saya juga polisi," tuturnya.
Tak sedikit pun tampak rasa gundah di wajah perempuan asal Manado itu. Seluruh pertanyaan wartawan dijawabnya dengan diplomatis plus lemparan senyum walau dengan sedikit tergopoh-gopoh karena terlambat ikut mengikuti sidang paripurna. kisah cinta Angelina dan seorang polisi yang bertugas di KPK ini memang santer sejak 2 bulan lalu. Kabar ini pun sudah menjadi topik panas di kalangan internal KPK.
Sang penyidik berpangkat perwira menengah ini pun sebenarnya sudah mengakui hubungannya itu kepada pimpinan KPK. Kabarnya, dia juga yang mengajukan diri untuk dikembalikan ke Mabes Polri. Sang penyidik khawatir ada unsur subjektif dalam penanganan kasus. Angie yang juga anggota Komisi X DPR ini saat ini berstatus saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek Wisma Atlet dengan terdakwa Nazaruddin. http://www.detiknews.com/read/2011/12/13/113259/1789766/10/angelina-sondakh-bicara-isu-asmaranya-dengan-penyidik-kpk
Akuntabilitas Polri dibidang Penyidikan Tindak Pidana
Akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya dengan demikian akuntabilitas terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung kepada rakyat. Starling (1998:164) mengatakan bahwa akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. “A good synonym for the term accountability is answerability. An organization must be answerable to someone or something outside itself. When things go wrong, someone must be held responsible. Unfortunately a frequently heard charge is that government is faceless and that, consequently, affixing blame is difficult.”
Kesulitan untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas pelayanan publik terutama disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri tidak tunggal. Untuk itu proses akuntabilitas bagi lembaga pemerintah atau birokrasi publik yang memadai merupakan prasyarat penting bagi peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ferlie et al (1997:202-216) membedakan beberapa model akuntabilitas yakni : akuntabilitas ke atas ( accountability upwards), akuntabilitas kepada staf (accountability to staff), akuntabilitas ke bawah (accountability downwards), akuntabilitas yang berbasis pasar (market-based forms of accountability) dan akuntabilitas kepada diri sendiri (self accountability). Wahyudi Kumorotomo (2005:4).Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari pelaksana fungsi pemerintahan negara juga tidak luput dari tuntutan akuntabilitas atas pelaksanaan tugas-tugasnya. Akuntabilitas Polisi menurut Loughlin (1988) merupakan ukuran bagaimana berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas Polisi tersebut dilakukan secara terbuka sehingga dapat diteliti dengan cermat oleh publik. Dari pendapat itu jelas bahwa akuntabilitas Polri dapat dipakai untuk menilai profesionalisme polisi dalam melakukan tugas-tugasnya dan dapat diukur secara terbuka oleh masyarakat. Akuntabilitas bukan hanya dilaksanakan secara internal dalam tubuh Polri tetapi yang lebih penting adalah dilakukan secara eksternal kepada publik.
Pada hakekatnya tugas pokok Polri tersebut mengandung makna bahwa Polri adalah pelayan masyarakat. Pelaksanaan tugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat turut mempengaruhi citra atau image Polri di mata masyarakat. Diantara tugas pokok Polri yang banyak mendapat perhatian publik/ masyarakat adalah tugas penegakan hukum di bidang penyidikan tindak pidana. Dalam rangka penegakan hukum Polri melakukan tugas-tugas penyidikan tindak pidana yang diemban oleh penyidik/penyidik pembantu oleh fungsi reserse kriminal maupun fungsi operasional Polri lain untuk melakukan penyidikan dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara profesional dan proporsional. Undang Undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyidikan tindak pidana sekaligus menegaskan eksistensi Polri sebagai penyidik utama. Pelaksanaan penyidikan itu menuntut adanya akuntabilitas publik, hal ini berkaitan dengan penggunaan dana publik dalam proses penyidikan sesuai Inpres No 7 tahun 1999.
Tuntutan akuntabilitas dalam proses penyidikan juga dipertegas oleh penjelasan pasal 1 angka 7 Undang-undang RI No.28 tahun 1999 dimana penyidik dikategorikan sebagai pejabat lain yang memiliki fungsi strategis, yang dimaksud disini adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek-praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme. Polri dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum sebenarnya telah mengimplementasikan akuntabilitas di bidang penyidikan tindak pidana namun masih perlu adanya peningkatan seiring dengan perkembangan situasi yang dinamis ditandai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat atas akuntabilitas pelayanan publik para aparatur penyelenggara negara. Implementasi akuntabilitas yang telah dilakukan Polri antara lain; Menindaklanjuti kasus-kasus Pidana yang dilaporkan masyarakat dan terpenuhi unsur-unsur pidananya ke Kejaksaan, menyampaikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kepada korban atau pelapor, memberikan keterangan pers terhadap kasus-kasus yang ditangani melalui media massa secara terbuka kepada masyarakat umum, menyajikan laporan kemajuan penanganan kasus ke kesatuan atas. Namun akuntabilitas publik tersebut dilakukan penyidik belum didasari sikap bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab atau sebagai wujud kewajiban. Padahal akuntabilitas penyidikan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menilai kinerja penyidik sehingga mengetahui kelemahan dan kekurangan penyidik serta sekaligus membuka peluang bagi publik untuk memberikan kontrol sosial berupa koreksi guna perbaikan kinerja Polri di bidang penyidikan tindak pidana.
Semenjak berlakunya Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tahapan proses peradilan pidana terbagi secara nyata, yaitu penyelidikan dan penyidikan dimana sebagai “centre figure” adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penuntutan menjadi wewenang Kejaksaan dan Pemeriksaan di depan sidang menjadi wewenang Hakim. Proses penyidikan diawali dari penyelidikan, penindakan, pemberkasan dan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum. Dalam rangka proses peradilan pidana Polri mempunyai sejumlah kewenangan antara lain melakukan: penangkapan, penahanan,penggeledahan dan penyitaan dan lain sebagainya ( Lihat Pasal 16 Ayat 1 huruf a s/d l UU No 2 Tahun 2002 ). Seluruh rangkaian kegiatan penyidikan tersebut rentan terhadap Korupsi,Kolusi dan Nepotisme serta setiap wewenang tersebut diatas bila dilaksanakan secara tidak benar dan adil, serta wajar (reasonable) dapat mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia karena petugas Kepolisian diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengekang sementara kemerdekaan seseorang. Untuk menjamin pelaksanaan tugas penyidikan agar tidak menyimpang dan sesuai dengan rule of law maka penyidik dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukannya atau dengan kata lain untuk dapat memberikan akuntabilitas publik.
Pelaksanaan memberikan akuntabilitas publik merupakan kewajiban penyidik Polri sebagai wujud pertanggungjawaban penyidik Undang Undang yang telah memberikan kewenangan kepadanya. Undang-undang dibuat oleh DPR yang notabene adalah perwakilan rakyat, jadi pertanggungjawaban penyidik kepada Undang Undang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban penyidik kepada rakyat. Akuntabilitas penyidikan Polri juga dapat ditinjau dari perspektif pertanggungjawaban keuangan publik sebagaimana dimaksud Inpres No 7 tahun 1999.Sementara itu penyidik sebagai salah satu pejabat penyelenggara negara harus berpedoman pada asas akuntabilitas yang bertujuan pada sikap dan perilaku penyidik yang bebas KKN. inset gambar google