JALURBERITA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(kelima kanan bawah) berfoto bersama dengan sejumlah menteri KIB II, Panglima
TNI, Kapolri dan peserta Rapim TNI dan Polri tahun 2012 di halaman komplek
PTIK, Jakarta, Jumat (20/1). Rapim yang diikuti oleh 402 peserta terdiri atas
173 perwira tinggi TNI dan 229 perwira tinggi Polri itu digelar untuk
menyampaikan informasi arah kebijakan TNI dan Polri kepada seluruh jajaran
dalam mendukung program pemerintah untuk menyejahterakan rakyat.
Jakarta ( Berita ) : Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pentingnya kualitas kepemimpinan atau
komandan dari personel TNI dan Polri yang menangani aksi kerusuhan, kekerasan
serta huru-hara di lapangan.“Kalau bagus kepemimpinan yang ada di depan untuk
mengatasi huru-hara, kerusuhan, dan aksi-aksi anarkis, maka hasilnya akan baik.
Sebaliknya, kalau tidak bagus maka kegagalan menghantui pelaksanaan tugas
saudara,” kata Presiden dalam arahannya pada rapat pimpinan TNI dan Polri Tahun
2012 di auditorium Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta,
Jumat [20/01].
Ada banyak definisi yang
diberikan mengenai konsep kepemimpinan. Menurut Nielche Patric dalam bukunya The
Codes of A Leader (Burt Nanus, Kepemimpinan Visioner, Jakarta , PT.Prenhallindo), menyebutkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang
terorganisir untuk mencapai sebuah tujuan. Definisi lain mengenai kepemimpinan
adalah suatu proses memberikan tujuan (arah yang berarti) mengumpulkan usaha,
menyebabkan kemauan untuk berusaha mencurahkan segalanya demi mencapai tujuan.
Presiden meminta kepada pimpinan TNI dan Polri
untuk memastikan pendidikan,
pelatihan, serta pembinaan yang baik kepada komandan pasukan yang menangani
aksi-aksi kekerasan di lapangan.Kepala Negara kembali menyampaikan instruksi
agar dalam setiap penanganan aksi kekerasan di lapangan, TNI dan Polri bisa
mencegah jatuhnya korban jiwa.
“Perwira yang di depan bertekad untuk tugas dapat
dijalankan tetapi tidak perlu terjadi jatuh korban. Saya berikan atensi ini
untuk diimplementasikan oleh jajaran kepolisian,” ujarnya.Dalam rapat pimpinan
TNI dan Polri yang dihadiri oleh 312 peserta terdiri atas 156 perwira tinggi di
lingkungan markas besar TNI serta 156 pejabat teras di Mabes Polri, Presiden
mengajak TNI dan Polri untuk meningkatkan kinerja dan prestasi pada 2012.
“Saya ingin menunggu kabar gembira di awal tahun
depan bahwa tahun ini oleh jajaran TNI dan Polri benar-benar digunakan sebagai
tahun peningkatan prestasi dan kinerja,” ujarnya.Kepala Negara dalam arahannya
menegaskan kepada jajaran TNI untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta melaksanakan modernisasi dan
pembangunan kekuatan alat utama sistem persenjataan secara tepat dan tanpa
penyimpangan untuk tiga tahun ke depan. Sedangkan kepada Polri, Presiden
meminta agar jajaran kepolisian selalu menjadi bagian dari upaya pencegahan
potensi aksi kekerasan yang mungkin terjadi.
TNI Dan Polri
Di Papua Jangan Langgar HAM
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan
jajaran TNI dan Polri yang bertugas di Papua untuk menjalankan tugasnya tanpa
melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pengarahannya pada rapat
pimpinan TNI dan Polri Tahun 2012 di auditorium Gedung Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian (PTIK), Jakarta, Jumat, Presiden mengatakan prinsip tidak melanggar
hukum dan HAM tersebut harus dipegang secara teguh sampai prajurit yang
bertugas di baris terdepan. “Yang penting dan harus bisa diyakinkan sampai
tingkat paling depan dan paling bawah untuk menjalankan tugas dengan benar
tanpa melanggar hukum dan HAM dan tidak pula melakukan tindakan-tindakan
eksesif( berlebihan,red),” ujarnya.
Menurut Kepala Negara, setiap prajurit TNI dan
Polri yang ditugaskan di Papua harus menjalankan tugasnya secara profesional
dengan menjaga proporsionalitas agar tidak terjadi tindakan yang berlebihan. Prinsip
itu, lanjut dia, harus senantiasa diajarkan dalam pendidikan, pelatihan, dan pembinaan
sehingga prajurit TNI dan Polri dapat menjalankan tugas keamanan secara lebih
baik.
Presiden menegaskan ia harus mengetahui semua
masalah taktis dan teknis dalam pelaksanaan keamanan dan ketertiban di Papua
yang seringkali disorot oleh dunia internasional. “Kalau ada terjadi sesuatu
yang dilakukan oleh brigadir atau prajurit di Papua atau di mana pun yang dalam
era reformasi sampai dengan cepat ke New York
atau ke Jenewa, yang ditanya adalah Presiden Indonesia . Oleh karena itu saya
punya tugas punya kewajiban untuk memastikan sistem yang ada di negeri ini
berjalan baik,” tuturnya.
Presiden kembali menegaskan tidak ada alternatif
lain bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sehingga hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat harus ditegakkan di
seluruh wilayah Indonesia
termasuk Papua dan Aceh.
Kepala Negara juga menegaskan bahwa kebijakan
pemerintah di Papua telah beralih dari pendekatan keamanan ke pendekatan
kesejahteraan yang dijalankan melalui kebijakan, program, dan anggaran yang
nyata. “Itu bukan hanya ‘lip service’ tapi kita jalankan melalui kebijakan,
program, dan bahkan alokasi dan distribusi anggaran untuk Papua dan itu besar,”
ujarnya.
Menurut dia, anggaran pembangunan untuk Papua
adalah yang tertinggi di Indonesia
agar dilakukan percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
Papua. “Tapi kenyataannya di Papua masih ada aksi-aksi politik dan bersenjata
dari separatis, dunia juga harus tahu, dunia juga harus tahu. Masih ada
elemen-elemen separatisme baik yang bergerak secara politik maupun dengan
gerakan bersenjata. Itulah sebabnya TNI dan Polri mengemban tugas di sana bukan tanpa alasan
dan justifikasi,¿ tuturnya.
Presiden juga mengakui masih terdapat
masalah-masalah internal di Papua yang sering tidak dilihat oleh dunia, seperti
masalah kepemimpinan lokal dan juga manajemen penyelenggaraan pemerintah
daerah.
Jangan
Biarkan Negara Dituduh Lakukan Pembiaran
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan para
pemimpin Polri untuk selalu menangani setiap kasus secara cepat, tepat, dan
tuntas, agar tidak timbul persepsi dari masyarakat bahwa Polri telah melakukan
pembiaran terhadap berbagai aksi kejahatan.
Dalam pengarahannya pada rapat pimpinan TNI dan
Polri Tahun 2012 di auditorium Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
Jakarta, Jumat, Presiden mengatakan di era reformasi dan keterbukaan seperti
sekarang ini negara seringkali dituduh melakukan pembiaran terhadap berbagai
kasus kekerasan yang terjadi. “Jangan sampai ada kesan di masyarakat, Polri
melakukan pembiaran,” kata Kepala Negara. Padahal, lanjut dia, negara tidak
pernah membiarkan terjadinya kasus kekerasan di mana pun.
“Memang di negeri ini di era demokrasi,
keterbukaan, dan kebebasan yang sedang mencari bentuk kematangannya, suka
sedikit-sedikit negara dituduh melakukan pembiaran. Betulkah?,” ujar Presiden. Selain
itu, lanjut dia, sering juga aparat keamanan negara dituduh melakuan
pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). “Lagi-lagi dalam era
kebebasan sekarang ini yang dengan mudah dituduh telah terjadi pelanggaran HAM
berat, sedikit-sedikit pelanggaran HAM berat. Benarkah? Mari kita bicara,”
ujarnya.
Menurut Presiden, definisi pelanggaran HAM berat
harus dipahami menurut konteks hukum internasional dan juga hukum nasional yang
memenuhi kriteria kejahatan pemusnahan manusia secara massal atau kejahatan
terhadap kemanusiaan. “Itu ada aturan ketentuan dan kriterianya seperti yang
terjadi di banyak negara,” ujarnya.
Presiden mengingatkan agar Polri selalu menjadi
bagian dari upaya pencegahan potensi aksi anarkis, kekerasan, dan juga berbagai
kejahatan lain yang mungkin terjadi.Dalam menjalankan tugasnya itu, Presiden
mengingatkan agar jajaran Polri selalu mengutamakan profesionalitas dan
proporsionalitas guna menghindari terjadinya pelanggaran hukum dan HAM oleh
aparat keamanan. Presiden juga memerintahkan agar Polri jangan ragu-ragu
menegakkan hukum apabila aksi kekerasan tetap terjadi meski telah dilakukan
berbagai upaya pencegahan. (ant ) http://beritasore.com/2012/01/20/presiden-ingatkan-kualitas-komandan-tangani-aksi-kekerasan/
Kepemimpinan
yang Transformasional
Meningkatkan kinerja seseorang dalam organisasi
tidaklah mudah. Begitu juga yang terjadi dalam tubuh organisasi. Untuk
melakukan perubahan diperlukan kepemimpinan yang kuat dalam kepemimpinan setidaknya
harus mampu (a) mampu mewujudkan
perubahan pola pikir dan perilaku budaya penguasa menjadi pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat serta menegakan hukum
secara jujur dan adil. (b) menjadi pemimpin yang selalu memegang teguh
dan mengaktualisasikan etika kepemimpinan dengan menampilkan diri sebagai sosok
pelayan yang jujur, berani, adil, bijaksana, transparan, terbuka, tauladan,
kreatif, inovatif, kooperatif dan mengutamakan kepentingan anggota serta
soliditas institusi. (c) dapat selalu menjaga kehormatan dan harga diri dengan
tidak melakukan kolusi, korupsi, nepotisme serta berbagai bentuk penyalahgunaan
wewenang lainnya. (d) mampu merespon kesulitan dan membantu memecahkan masalah
sosial dalam masyarakat dengan cepat merupakan perbuatan yang mulia dan luhur. (e) tetap
menjaga soliditas dan tidak terpancing dengan isue – isue yang
berkembang saat ini dengan melaksankan tugas dengan baik, profesional, jujur
dan adil.
Namun dalam mengimplementasikan kepemimpinan yang transformasional
guna meningkatkan kualitas pelayanan publik yang profesional dihadapkan berbagai
persoalan diantaranya permasalahan kurangnya ketauladan dan permasalahan yang
multi kompleks yang dialami bangsa ini. Namun berbagai permasalahan tersebut
akar permasalahannya tetap ada didalam bentuk kepemimpinan yang dilakukan oleh
pemimpin tersebut dalam menggerakkan negara ini.
Kata transformasional berasal dari dua kata dasar,
‘trans dan form.’ Trans berarti melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya
(across), atau melampaui (beyond); dan kata form berarti bentuk. Transformasional
mengandung makna, perubahan bentuk yang lebih dari, atau melampaui perubahan
bungkus luar saja. Transformasional sering diartikan adanya perubahan atau
perpindahan bentuk yang jelas, pemakaian kata transformasional menjelaskan
perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal. Walaupun demikian
pengertian transformasional sendiri secara konkret masih suatu wacana yang
membingungkan, banyak pandangan yang berbeda dari pemakaian kata tersebut yang
hanya disesuaikan dengan perspektif parsial para penggunanya.
Transformasional atau percepatan perubahan dari
budaya lama ke budaya baru berupa paradigma baru Polri yang menurut Ary
Ginanjar Agustian dalam pelatihan Emotional Spiritual Quoient ( E S Q ) maka
harus memperhatikan 7 (tujuh) langkah, yaitu : Jujur, Tanggung jawab, Disiplin, kerjasama,
Adil, Visioner, dan Peduli.
(a) Jujur,
dalam melaksanakan tugasnnya maka kejujuran merupakan dasar dalam
berperilaku, sebagai contoh : dalam penegakkan hukum di Polantas karena sebagai
etalase Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka seorang
Polantas harus bersikap jujur terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
pelanggar tanpa melebihkan dan menutupi kesalahannya sehingga semuanya baik
Polantas maupun pelanggar lalulintas terlindungi hukum yang sama.
(b) Bertanggung-jawab dalam menjalankan tugas
sebagai pelayan masyarakat sesuai dengan beban tugas yang diembannya kalau di
fungsi reskrim maka harus melaksanakan proses
penyelidikan, pengamanan, penggalangan sesuia dengan peraturan yang
berlaku dan menjunjung tinggi etika Polri.
(c) Disiplin dalam menjalankan tuganya tidak keluar
dari tupoksi yang telah digariskan bila dalam fungsi lalu lintas maka pelayanan
yang diberikan harus mampu memberikan solusi atau jalan keluar bila terjadi kemacetan
lalu lintas ataupun terganggu karena tidak adanya petugas yang mengatur lalu
lintas dan melaksanakan penegakkan hukum bagi para pelanggar.
(d) Kerjasama, baik kerjasama internal maupun
dengan lintas sektor baik dengan unsur Criminal Justice System (CJS), yang
terdiri dari Kepolisian, Jaksa, Hakim, Lembaga Pemasyarakatan dan Advokad Pemda,
maupun dengan kemitraan masyarakat dalam bingkai Polisi Sipil.
(e) Adil, kemampuan memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara adil tanpa memandang status, jabatan, hubungan keluarga dan
lainya, jika mereka melanggar maka harus dilakukan upaya penegakan hukum.
(f) Visioner, mampu menjabarkan visi yang ada dalam
organisasi sehingga kinerjanya sesuai dengan visi dan misi pimpinan dan mampu
melaksanakan pelayanan Publik sesuai yang telah digariskan baik dalam program
Quick Wins (keberhasilan segera), yaitu quick respond, transparansi pelayanan
SIM, STNK, BPKP; transparansi proses penyidikan; dan transparansi rekruitmen
personel.
(g) Kepedulian dalam melaksanakan tugas dimanapun
berada, karena tugas Polisi melekat dalam diri anggota Polri dan tidak terikat
oleh waktu dan tempat. Jika diperlukan peran Polisi maka anggota harus mampu
memberikan layanan Polisi dimanapun ia berada sehingga keberadaan Polisi bisa
dirasakan dimana-mana. gambar inset google