Jalurberita.com
– Kalau boleh memberikan saran idealnya pemberiaan saksi terhadap
pelanggar hukum harus melalui sebab-akibat. Sebagai contoh bila
pelanggar lalu lintas belum bayar pajak kendaraan bermotornya maka
pertanyaanya apakan betul-betul tidak mampu membayar pajak, demikian
juga pertanyaan kepada pelanggar yang melakukan kejahatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti mencuri susu untuk anaknya,
mencuri makanan untuk anaknya, karena semua warga indonesia
dilindungi demikian juga pakir-miskin dilindungi oleh negara seperti
yang tercantum UUD 1945 pasal 34.
Isi
pasal 34, UUD 1945 sebagai berikut “fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara” yang artinya adalah pemerintah dan Negara
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk pemeliharaan dan
pembinaan dalam melindungi fakir miskin dan anak terlantar.
Seringkali masyarakat seolah mengabaikan dengan adanya fakir miskin
dan anak terlantar dan dianggap tidak penting dan tidak ikut andil
dalam pembangunan bangsa.
Namun
proses pemenuhan warga atau individu termasuk kedalam fakir miskin
dan anak terlantar harus diatur dengan pelaturan yang jelas baik
dengan Perkap, maupun dengan perda sehingga akan tumbuh kesadaran
masyarakat dalam melaksanakan peraturan yang berlaku tanpa adanya
tekanan atau ketakukan kalau tidak melaksanakan sebuah aturan.
Profesionalisme
dan Profesionalisasi
Dalam
kamus ilmiah kontemporer, Pustaka Setia, Bandung, 1999,
profesionalisme adalah bidang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian
sedangkan profesionalisasi adalah peningkatan mutu profesi /
keahlian; upaya menciptakan agar menjadi profesional. Dalam
masyarakat modern terjadi pemecahan dan pembedaan fungsi – fungsi
kehidupan yang semakin lama semakin mengkhusus atau semakin
terspesialisasi, sehingga berkembang tuntutan bahwa hanya orang –
orang dengan pendidikan dan keahlian tertentulah yang dapat memiliki
kewenangan untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut.
Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah profesi dirumuskan sebagai
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok yang mengandalkan
suatu keahlian dan ketrampilan khusus yang tinggi untuk menghasilkan
nafkah hidup. Seorang profesional melakukan atau menerapkan suatu
keahlian dan ketrampilan khusus yang tinggi untuk menghasilkan nafkah
hidup. Seorang profesional melakukan atau menerapkan suatu keahlian
dan ketrampilan tertentu secara sunguh – sungguh, sementara orang
lain melakukannya sebagai sekedar hobi untuk bersenang – senang.
Pengertian profesi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Profesi
sebagai kegiatan utama mengandalkan keahlian atau ketrampilan
tertentu yang dilaksanakan secara terus – menerus dengan
ketrampilan tinggi. Dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab
profesional secara teknis tetapi sekaligus dituntut juga tanggung
jawab profesional secara etika profesi.
Masalah
lalu lintas di Indonesia semakin sulit untuk di pecahkan, ibarat bola
salju yang terus bergulir dari atas ke bawah yang mana semakin lama
semakin membesar “ snow ball processing theory “. Permasalahan
satu belum selesai, masalah lain sudah muncul dan silih berganti
kemudian menjadi satu permasalahan seperti benang kusut yang sulit
untuk diurai. Ketika masalah kemacetan di kota-kota besar sudah
menjadi masalah central yang setiap hari dirasakan oleh pemakai
jalan, angka kecelakaan lalu lintas setiap tahun menunjukan
peningkatan, dan masalah pelanggaran belum dapat di turunkan dengan
membangun budaya tertib yang mengedepankan penegakkan hukum, sudah
muncul lagi euvoria demokrasi yang menuntut kebebasan hak individu,
menjadi ganjalan untuk melakukan penertiban dan disiplin berlalu
lintas di jalan kepada masyarakat pemakai jalan. Paradoks masalah
lalu lintas sebagai masalah yang tidak pernah berakhir masih melekat
dan dijadikan sebagai alasan pembenaran dari ketidak berdayaan kita
untuk mengatasinya, sehingga penyelesaiannyapun tidak pernah berakhir
pula.
Memang
tidak mudah untuk mengatur suatu budaya atau merubah perilaku suatu
bangsa. Untuk itu di perlukan waktu yang sangat lama serta
memerlukan suatu proses perencanaan secara matang dan tepat dengan
memberdayakan seluruh komponen dan komunitas secara komprehensif yang
tidak bisa di tangani hanya dengan mengandalkan satu atau sedikit
institusi. Tugas pokok polisi lalu lintas dengan mengandalkan fungsi
pokoknya yang meliputi Penegakan hukum lalu lintas (traffic
law enforcement), Pendidikan lalu lintas kepada masyarakat (traffic
education), Perekayasaan lalu lintas (traffic engineering),
Registrasi / identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, Sistem
infolahta lalu lintas.
Dalam
rangka menyelenggarakan fungsi fungsi teknis lalu lintas tersebut,
polisi lalu lintas mempunyai peranan sebagai berikut : Sebagai
aparat pengatur lalu lintas, Sebagai aparat penegak hukum terutama
perundang – undangan lalu lintas dan peraturan pelaksanaannya,
Sebagai aparat penyidik kecelakaan lalu lintas,
Sebagai aparat yang mempunyai wewenang kepolisian umum,
Sebagai aparat yang melaksanakan pendidikan lalu lintas kepada
masyarakat, Sebagai penyelenggara (melayani) registrasi /
identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor kepada masyarakat,
Sebagai pengumpul dan pengolah data tentang lalu lintas jalan.
Polisi
lalu lintas yang merupakan cerminan Polri dilapangan adalah salah
satu fungsi yang sering mendapat sorotan dari berbagai pihak, besar
harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan
dibidang lalu lintas namun kenyataannya masih belum dapat terwujud
secara optimal. Hal tersebut antara lain disebabkan karena belum
profesionalnya pelaksanaan tugas pelayanan masyarakat selama ini,
bahkan timbul anekdot bahwa polisi lalu lintas mampu menyelesaikan
semua tugas kecuali tugas pokoknya.
Penegakan
hukum lalu lintas (Traffic law enforcement)
Pelayanan
dibidang penegakan hukum lalu lintas masih sangat lemah karena
prosedur dan peraturan yang diterapkan masih belum akomodatif,
terlihat dengan masih adanya kecenderungan pilihan “ denda ditempat
” atau “ uang titipan ” terhadap penyelesaian bukti pelanggaran
lalu lintas. Sehingga hal ini bisa menjadi suatu peluang untuk
melakukan perbuatan menyimpang dan rentan akan tawar menawar “
bargaining “ pasal maupun denda Tilang. Dalam hal penanganan
kecelakaan lalu lintas masih belum memanfaatkan ilmu pengetahuan,
kecepatan penanganan serta pengolahan TKP kecelakaan lalu lintas
masih kurang sehingga begitu sampai TKP sudah rusak. Hal ini
menjadi kendala dimana pada akhirnya masih ada kasus kecelakaan yang
diselesaikan dengan dalih kekeluargaan, padahal kelemahan ada pada
penyidikan.
Pendidikan
masyarakat lalu lintas ( Traffic education )
Harapan
Polantas untuk memasukkan materi pendidikan lalu lintas kedalam
kurikulum pendidikan nasional di sekolah –sekolah dengan berbagai
tingkatan belum dapat terlaksana, sehingga terasa tidak berdaya lagi
untuk mengatasinya hingga pada akhirnya berjalan sendiri seperti saat
ini. Seiring perkembangan waktu maka pendidikan lalu – lintaspun
belum dapat memberikan kontribusi besar terhadap dalam mewujudkan
visi lalu lintas yaitu menciptakan situasi lalu lintas yang aman,
tertib dan lancar ( Kamtibcar lantas ).
Keberadaan
LSM-LSM yang mendukung Kamtibmas belum sinergi dengan Kepolisian
sehingga baik LSM maupun Polri masih berjalan masing-masing tanpa
adanya road map yang jelas tentang kamtibmas.
Rekayasa
lalu lintas (Traffic engineering )
Tidak
berfungsinya / belum optimalnya keberadaan traffic board (Dewan
pengendalian lalu – lintas terpadu ) yang mana kondisi tersebut
sering membuat Polantas harus melakukan tugas sendiri, tanpa peran
serta instansi terkait. Hal tersebut tentu menyebabkan tidak
optimalnya upaya mewujudkan Kamtibcarlantas sebagaimana yang
diharapkan masyarakat.
Kemampuan
personil dalam melaksanakan tehknis ini belum optimal, sehingga
proses pengkajian dan penelitian tentang masalah yang timbul di
bidang lalu lintas belum berjalan dengan baik. Koordinasi dan kerja
sama dengan lintas sektoral tidak berjalan seperti dalam perencaaan
proses pembangunan Polantas jarang dilibatkan, kurangnya masukan
saran maupun rekomendasi dari Polantas dalam rangka memberikan
rekayasa pemecahan masalah lalu lintas, sehingga pembangunan sarana
dan prasarana jalan dewasa ini dirasakan kurang terintegrasi dengan
baik dan cenderung bersifat sektoral.
Registrasi
dan identifikasi lalu lintas (Traffic registration and
identification)
Masalah
pelayanan tidak hanya menjadi masalah perusahaan yang berkecimpung di
dunia bisnis yang menjual produk / jasa tetapi juga sangat penting
bagi pemerintah termasuk di dalamnya Polantas mengingat pelayanan
yang diberikan bersifat monopolis, sehingga masyarakat tidak
mempunyai pilihan lain. Dengan demikian Polantas sebagai aparatur
negara dituntut untuk tetap menjaga dan meningkatkan citra yang
baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, hilangkan praktek
pungutan liar dengan dalih apapun juga.
Pelayanan
dibidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor masih ada
kecenderungan akan lemahnya sistim pendataan dan identifikasi
kendaraan bermotor sehingga memungkinkan terjadinya tindak pidana
yang merugikan masyarakat, seperti masih lemahnya pola pelayanan
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor sehingga memungkinkan
penyimpangan – penyimpangan administrasi oleh petugas yang
terlibat dilingkungan Samsat dan masih lemahnya pola pengambilan SIM
dilingkungan Satpas dan lemahnya supervisi yang berdampak kepada
angka pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas yang semakin hari
semakin meningkat.