Jalurberita.com – Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat “disinyalir”
ada beberapa Kepala Desa yang merangkap menjadi pengurus Partai, hal ini
dibuktikan dengan kesiapanya menjadi salah satu anggota dewan. Sedangkan syarat
menjadi dewan harus menjadi pengurus partai.
Sesuai dengan isi dari PP No 72 tahun 2005 pasal 16 diantaranya
menyebutkan kepala desa dilarang : huruf (a) menjadi pengurus partai
politik, (b) merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, dan lembaga
kemasyarakatan di desa bersangkutan; (c) merangkap jabatan sebagai Anggota
DPRD, dan (d) terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden,dan
pemilihan kepala daerah .
Sementara untuk sanksinya
sendiri dalam pasal 17 ayat 1 kepala desa bisa diberhentikan : huruf (c)
diberhentikan. Dan Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat
2 huruf c karena : (d) dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan; (e) tidak melaksanakan kewajiban kepala desa (f) melanggar larangan bagi kepala desa.
2 huruf c karena : (d) dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan; (e) tidak melaksanakan kewajiban kepala desa (f) melanggar larangan bagi kepala desa.
Dan tata cara
pemberhentian kepala desa sudah diatur pada ayat, 3 dimana usul pemberhentian
kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan ayat (2)
huruf a dan huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati atau Walikota
melalui camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD. Pasal 4 Usul pemberhentian
kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c, d, dan f disampaikan oleh
BPD kepada bupati atau walikota melalui camat berdasarkan keputusan musyawarah
BPD yang dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota BPD.
Dipertegas dengan pasal
5 tentang pengesahan pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3
dan ayat 4 ditetapkan dengan keputusan bupati dan wakil bupati paling lama 30
hari sejak usul diterima.
Penggiat LSM-Kabupaten
Bandung Barat Atet Hendrawan menyayangkan masih adanya kepala desa yang memperlihatkan
keterlibatanya dalam Partai Politik, padahal menurutnya pasal 16 huruf a sudah
sangat gamblang bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus parpol. dan bagi
kepala desa yang melanggar sanksi yang diterimanya juga sudah jelas yakni
berupa pemberhentian dari jabatanya.
Lanjut Ahendra kesalahan
ini merupakan kesalahan dari Kabag
pemerintahan Kabupaten Bandung Barat yang tidak bisa menindak kepala desa yang
jelas-jelas melanggar dengan merangkap jabatan sebagai pengurus parpol, karena
alasan tidak adanya aturan yang jelas tentu sangat disayangkan. Masa seorang
kabag pemerintahan tidak mengetahui amanat dari PP. No 72 tahun 2005 ini sangat
ironis,” ungkapnya.
Selain itu peran BPD
selaku lembaga legislatif ditingkat desa harus bisa menjadi kontrol terhadap
segala bentuk pelanggaran yang dilakukan kepala desa. Apabila memang ada kepala
desa yang terbukti merangkap menjadi pengurus parpol, hendaknya masyarakat dan BPD
lebih pro aktif dengan melaporkan kuwu tersebut ke camat.
Lebih lanjut, jika memang ada pengaduan maka tahap pertama
harus dilaporkan kepada pihak kecamatan sesuai tupoksinya pihak kecamatan akan
melakukan pembinaan yang seterusnya dilaporkan kepada pihak pemerintahan daerah
dalam hal ini kepada bagian pemerintahan. “Selanjutnya atas laporan itu akan
disampaikan kepada pimpinan tertinggi kabupaten dan melibatkan stake holder
lainya yang diantaranya Inspektorat baru bisa diputuskan tindakan yang akan
dilakukan terhadap kades yang lalai melaksanakan kewajibanya,” kata Ahendra.