Model-model Kepemimpinan

Jalurberita.com - Menjelang Pemilu 2014 suhu Politik di negara Indonesia ”memanas”, pesta demokrasi dalam rangka pergantian pucuk pimpinan akan dimulai. Unjuk rasa, mobilisasi massa, di dalam media massa terjadi perang (ide, konsep, gagasan dan lainya). Hal demikian  merupakan bagian dari dinamika masyarakat dalam pengenalannya terhadap demokratisasi dengan tingkat persepsi yang menganggap bahwa demokratisasi berarti “serba boleh” termasuk “boleh mengabaikan ketentuan hukum dan perundang-undangan”.
Salah satu pavorit dalam mengeluarkan pendapat di alam demokrasi adalah melakukan aksi unjuk rasa, mobilisasi massa dan peran media, dalam pelaksanannya yang sering muncul baik di televisi maupun media cetak (koran,internet). Sarana demokrasi ini sering berbuntut dengan perkelahian antara Polisi dan pengunjuk rasa saling pukul, hal itu menimbulkan kesan hubungan yang tidak akrab antara Polisi, mahasiswa dan masyarakat. Sikap keras Polisi terhadap mahasiswa, masyarakat antara lain berawal dari ketidak sediaan para pihak untuk melakukan kegiatan sesuai aturan yang berlaku, sehingga yang terjadi tidak ada saling menghargai antara pengunjuk rasa dan polisi sebagai pengawal dari kegiatan unjuk rasa.
Polisi seolah menganggap mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa “sok jagoan” dengan memposisikan diri sebagai pemegang kedaulatan rakyat, sebaliknya para pengunjuk rasa  menilai Polri seakan telah memastikan keberadaannya sebagai kedaulatan hukum yang harus dihormati oleh pihak manapun karena Polri satu-satu yang mempunyai legitimasi dalam mengamankan aksi unjuk rasa.
Bila persepsi demikian dibiarkan berlanjut maka permusuhan antara Polisi dan para pengunjuk rasa akan terus meruncing, akibatnya kondisi akan semakin tidak terkendali disertai ancaman kekerasan massa yang bukan mustahil menjadi-jadi, dan ketika Polisi bertindak brutal terhadap para pengunjuk rasa maka akan terbentuk opini public yang negative terhadap Polri yang pada akhirnya akan menggangu Kamdagri.Untuk mengantisipasi hal tersebut, Polri perlu merubah model-model kepemimpinannya dalam menghadapi aksi unjuk rasa tersebut.
Kepemimpinan menurut Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi kepemimpinan, antara lain: Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell) Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).
Pemimpin erat hubunganya dengan perubahan, karena dia harus mampu mencari dan mengidentifikasi gejala perubahan, menelaah gejala tersebut secara strategis, lalu menganalisis perubahan, kemudian menggerakan perubahan dan menjaga konsistensi menuju perubahan. Jelasnya bahwa peran pemimpin didalam suatu organisasi begitu penting, karena seorang pemimpin mengemban tanggung jawab, mengusahakan pelaksanaan tugas, mewakili harapan dan menerjemahkan menjadi kenyataan. Para pemimpin berusaha menyatukan komitmen para anggotanya, menjadi penyeimbang dalam mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan strategik yang lebih lazim disebut juga kepemimpinan visioner harus memiliki kepemimpinan yang efektif dan untuk itu dibutuhkan empat keseimbangan. Pertama pemimpin harus berhubungan secara terampil  dengan pimpinan dibawahnya dan anggota dalam organisasi yang mengharapkan bimbingan, dorongan dan motivasi. Kedua pimpinan harus memanfaatkan lingkungan eksternal secara maksimal dan berbungan secara terampil dengan pihak-pihak di luar organisasi yang mempengaruhi keberhasilan organisasinya. Ketiga pemimpin harus mampu membentuk dan mempengaruhi semua aspek organisasi. Keempat pemimpin harus cerdik dalam menyiasati masa depan, yaitu memperkirakan dan menyiapkan perkembangan yang cenderung memiliki implikasi kritis terhadap organisasi. Sebagai pemimpin yang bersipat kepemimpinan strategik harus memiliki kreatifitas  dan inovasi dalam rangka menemukan solusinya.
Model-model Kepemimpinan
Secara umum Kepemimpinan Polri mencakup dua pengertian. Yang pertama kepemimpinan di lingkungan Polri dimana hubungan antar para pimpinan Polri dengan para bawahan dan kepemimpinan Polri terhadap masyarakat yang merupakan obyek dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai alat negara penegak hukum dan pembina Kamtibmas  yang merupakan seni serta kecakapan untuk mempengaruhi dan mengajak masyarakat agar dapat turut mewujudkan suasana tertib dan aman di lingkungannya. Sementara itu merujuk kepada kebutuhan organisasi polri pada saat ini secara umum model kepemimpinan yang berkembang terbagi kedalam tiga model kepemimpinan, yaitu kepemimpinan kharismatik, transaksional dan transformasional.
Kepemimpinan kharismatik model kepemimpinan yang menitik beratkan kepada kekuatan kharismatik seseorang, misal : bung Karno. Kepemimpinan transaksional gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kemampuan seseorang dalam bernegosiasi /bermediasi dalam sebuah gejolak konflik,  kepemimpinan transformasional yang menitikberatkan kemampuan orang kepada kemapuan melihat perkembangan situasi lingkungan yang berkembang yang akan menyebabkan konflik. Adapun tipe kepemimpinan yang berkembang dan secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah :
Tipe Otokratik. Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya.
Tipe Paternalistik, tipe pemimpin ini umumnya terdapat pada masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; Kuatnya ikatan primordial,  Peranan adat istiadat yang kuat, Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim. Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional.
Tipe Kharismatik, Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin itu.
Tipe Laissez Faire,  Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.  Nilai yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab.  Nilai yang tepat dalam hubungan atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif.
Tipe Demokratik, Ditinjau dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dalam hal menindak bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja, cenderung bersifat korektif dan edukatif. Perilaku kepemimpinannya mendorong bawahannya untuk menumbuhkembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Karakteristik lainnya adalah kecepatan menunjukkan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi. Gambar inset google

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama