Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa masih dijumpai adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya, hal ini dapat kita
lihat dan ketahui melalui pemberitaan media masa baik cetak maupun telivisi,
yang secara objektif disatu sisi memang menunjukan dan menggambarkan
keberhasilan Polri dalam memelihara dan mewujudkan ketertiban (Order
maintenance), penegakan hukum (Law enforcement) dan pelayanan masyarakat
(Public service), namun disisi lain apa yang kita lihat dan saksikan tersebut
masih adanya hal-hal yang sebenarnya secara etika dan moral tidak boleh
dilakukan oleh anggota Polri yaitu penggunaan kekuatan / kekerasan yang
melebihi dari ancaman yang dihadapi dilapangan.
Memposisikan dirinya sebagai bagian
dari “masyarakat sipil”, menurut Sutjipto Rahardjo (2002) menjelaskan bahwa
Polisi sipil berarti menuntut Polisi untuk memposisikan dirinya sebagai bagian
dari “masyarakat sipil”, yang berarti harus mampu menjaga jarak dengan
karakter rezim yang otoritarian, agar tidak dimanfaatkan sebagai “alat represi”
politik guna membela status quo kekuasaan. Polisi adalah sekedar “a
civilian in uniform”. Sebagai ”orang sipil” maka ia haruslah ”berkarakter
sipil”.
Memahami tentang hal tersebut di
atas, Polri berusaha keras memperbaiki diri dengan mengambil langkah-langkah
reformasi menuju Polri yang bermoral, profesional, modern dan mandiri dengan
melakukan pembenahan berkelanjutan pada tataran struktural, instrumental dan
kultural. Pada aspek Kultural Polri telah melakukan pembenahan manajemen sumber
daya manusia khususnya pada aspek sikap dan perilaku anggota Polri, baik di
lingkungan kerja maupun lingkungan sosial lainnya, yang mana hal ini dapat
dilihat dari internalisasi dalam penegakan kode etik profesi.
Etika Profesi Polri
Etika berasal dari kata ethos
(bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat / kultur.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika
didefinisikan sebagai "the
discipline which can act as the performance index or reference for our control
system". Dengan
demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan
mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang
secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian
dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang
dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang
dari kode etik Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan
dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Profesi Kepolisian adalah profesi
yang berkaitan dengan tugas kepolisian baik dibidang operasional maupun
dibidang pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesi sebagai pelindung, pengayom,
pelayan dan penegak hukum.
Perilaku yang menjunjung tinggi
nilai etika dan moral bisa dinyatakan dalam pernyataan "do unto others as you would
have them do unto you" (Bennett,
1996). Pernyataan ini harus dipahami sebagai nilai-nilai tradisional yang
meskipun terkesan sangat konservatif karena mengandung unsur nilai kejujuran
(honesty), integritas dan konsern dengan hak serta kebutuhan orang lain; tetapi
sangat tepat untuk dijadikan sebagai "juklak-juknis" didalam menilai
dan mempertimbangkan persoalan etika profesi yang terkait dalam proses
pengambilan keputusan profesional.
Etika profesi polri menurut
Skep No. Pol. : 7 Tahun 2006 adalah kristalisasi
yang dilandasi dan dijiwai pancasila serta mencerminkan jati diri
anggota polisi, komitmen terhadap moral, Etika Kepolisian, Etika Kenegaraan,
Etika Kelembagaan dan Etika dalam hubungan dengan masyarakat
Etika Berinteraksi Dengan
Masyarakat.
Dalam Peraturan Kapolri No 7
Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri, diatur dalam pasal 2 yang berbunyi
Ruang Lingkup Pengaturan Kode Etik Profesi Polri menyangkup : a) Etika
kepribadian. b) Etika kenegaraan. c) Etika kelembagaan. d) Etika hubungan
dengan masyarakat. Sedangkan etika hubungan dengan masyarakat yang perlu
dilakukan seorang anggota Polri, yaitu : Menghormati harkat dan martabat
manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap HAM, Menjunjung tinggi
prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga Negara, Menghindarkan diri dari
perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran
demi pelayanan pada masyarakat, Menegakan hukum demi terciptanya tertib social
serta rasa aman public, Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat, Melakukan
tindakan pertama Kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas Kepolisian
baik sedang bertugas maupun di luar dinas.
Dengan adanya aturan yang
mengatur tentang etika berinteraksi dengan masyarakat, diharapkan anggota Polri
dapat merubah perilakunya sesuai dengan perubahan paradigma Polri menjadi
Polisi Sipil dan sesuai pengertian Polmas yaitu; filosofi organisasi yang
bercirikan pada pelayanan polisi seutuhnya, personalisasi pelayanan dan
disentralisasi dimana anggota di tempatkan secara tetap pada setiap komunitas,
kemitraan polisi dengan warga secara proaktif dalam memecahkan masalah yang
dihadapi warga, dengan tujuan untuk peningkatan kualitas hidup warga setempat.
Karena perilaku anggota Polri
selama ini khususnya sebelum bergulirnya era reformasi Polri berada dibawah
naungan Organisasi ABRI yang secara praktis untuk Polri berlaku perangkat
instrument ABRI mulai dari filosofi, visi, misi, doktrin sampai kepada
petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugasnya lebih menampkakan penampilan militer
ketimbang Polri yang sesuai dengan jati dirinya sebagai alat negara penegak
hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika berinteraksi dengan
masyarakat dapat diterapkan dalam kegiatan operasional khususnya dalam
menyajikan tingkat dan bentuk pelayanan yang memadai.
Untuk mengatur hubungan dengan
masyarakat dengan Polri, maka keluarlah Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun
2006 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana dalam
beriteraksi dengan masarakat Polri harus (a) Menghormati harkat dan martabat
manusia (b) Menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga
Negara. (c) Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi
nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat. (d)
Menegakan hukum demi terciptanya tertib social serta rasa aman public.
(e) Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat. (f)Melakukan tindakan
pertama Kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas Kepolisian baik
sedang bertugas maupun di luar dinas. poto inset google