Pelaksanaan Unjuk Rasa yang Aman dan tertib

Jalurberita.com - Untuk mengatur pelaksanaan unjuk rasa dengan aman dan tertib, negara telah memberikan batasan-batasan berupa peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, dalam Undang-undang ini unjuk rasa merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat dimuka umum yang definisinya pada pasal 1 ayat 3 yaitu   : Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dalam mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan seterusnya secara demonstrastif dimuka umum, Dimuka umum adalah dihadapan orang banyak atau orang lain termasuk juga tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat orang, Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Adapun Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum dapat dilaksanakan dengan Unjuk rasa, Pawai, Rapat umum, Mimbar bebas. Untuk memberikan rasa keadilan maka unjukrasapun dibatasi diantaranya Dilingkungan Istana Kepresidenan (100 meter dari pagar), Tempat ibadah, rumah sakit, pelabuhan udara/laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital, Instalasi militer (150 meter dari pagar luar), Pada Hari Besar Nasional.    

Dengan melihat kepada proses perkembangan serta tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pengunjuk rasa dalam suatu peristiwa kerusuhan massal, maka sudah barang tentu merupakan suatu perbuatan yang telah melanggar hukum.   Jika dikaitkan dengan ketentuan hukum/perundang-undangan yang ada, perbuatan tersebut telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal KUHP sebagai berikut  :
Pasal 104 : Melakukan makar/penyerangan dengan maksud untuk membunuh, merampas kemerdekaannya atau hendak menjadikannya tidak cakap untuk memerintah. Maksimal ancaman pidana 20 tahun penjara. 

Pasal 106  : Melakukan makar dengan maksud hendak menaklukan daerah negara seluruhnya atau sebagian kebawah pemerintah asing atau hendak memisahkan sebagian daerah dari pemerintahan pusat. Maksimal ancaman pidana 20 tahun penjara.
Pasal 107 : Melakukan makar dengan maksud hendak untuk menggulingkan pemerintahan yang syah. Maksimal ancaman pidana 15 tahun penjara.
Pasal 131  : Melakukan perbuatan menyerang tubuh Presiden/Wakil Presiden yang tidak tergolong perbuatan pidana yang berat. Maksimal ancaman hukum 8 tahun penjara.
Pasal 139a : Melakukan makar dengan maksud untuk melepaskan daerah Negara Sahabat/Jajahannya/Bagian daerah yang lain dari wilayah Negara Sahabat baik seluruhnya atau sebagian dari pemerintahan yang berkuasa. Maksimal ancaman pidana 5 tahun penjara.
Pasal 139b : Melakukan makar dengan maksud membinasakan atau mengubah dengan cara yang tidak sah bentuk pemerintahan yang tetap dalam satu Negara Sahabat. Maksimal ancaman pidana 4 tahun penjara.

Pasal 142 : Dengan sengaja menghina Kepala Negara/Kepala Pemerintahan Negara Sahabat.
Pasal 143 : Dengan sengaja melakukan penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden.
Pasal 154 : Dimuka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah, maksimal dihukum tujuh tahun penjara.
Pasal 154a : Menodai bendera dan lambang negara Republik Indonesia, maksimal dihukum 4 tahun penjara.
Pasal 155 : Menyiarkan surat atau gambar berisi rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah, maksimal dihukum 4 tahun  penjara.
Pasal 156 : Dimuka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap segolongan penduduk Indonesia (suku, ras dan lain-lain), maksimal dihukum 4 tahun penjara.
Pasal 156a : Dimuka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama, maksimal dihukum 5 tahun penjara.
Pasal 157 : Dimuka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan dengan tulisan atau gambar, maksimal dihukum dua setengan tahun penjara.
Pasal 160 : Dimuka umum menghasut dengan lisan atau tulisan untuk melawan petugas atau melakukan tindakan yang melanggar hukum, maksimal dihukum enam tahun penjara.
Pasal 164 : Tidak melaporkan adanya permufakatan jahat, maksimal dihukum satu setengan tahun penjara.
Pasal 169 : Ikut serta dalam kelompok yang akan melakukan kejahatan atau perserikatan yang dilarang Undang-undang, maksimal dihukum 6 tahun penjara.
Pasal 170 : Dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, maksimal dihukum 5 tahun penjara. Bila timbul korban luka maksimal 9 tahun penjara. Bila korban mati maksimal dihukum 12 tahun penjara.
Pasal 173 : Dengan kekerasan atau ancaman merintangi rapat umum yang sah, maksimal dihukum 1 tahun penjara.
Pasal 187 : Sengaja membakar, menimbulkan letusan atau mengakibatkan banjir, maksimal dihukum 12 tahun penjara.
Pasal 191 : Sengaja merusak pintu air, maksimal dihukum 7 tahun penjara.
Pasal 192 : Sengaja merusak prasarana lalu lintas, maksimal dihukum 9 s/d 15 tahun penjara.
Pasal 200 : Sengaja merusak rumah atau bangunan umum, maksimal dihukum 12 tahun penjara.
Pasal 207 : Dimuka umum sengaja  menghina kekuasaan atau majelis negara, maksimal dihukum satu setengah tahun penjara.
Pasal 218 : Sengaja tidak mau bubar setelah tiga kali diperintah oleh petugas yang berwenang, maksimal dihukum empat setengah tahun penjara.
Melakukan Deteksi dini terhadap unjuk rasa yang akan terjadi.

Dalam suatu teorinya N.J Smelser dalam bukunya Theory of collective behavior (1963) dikatakan bahwa aksi masa sampai terjadi kekerasan mempunyai beberapa tahap yaitu: Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan, berupa : Tekanan sosial, Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran mobilisasi masa untuk beraksi, Adanya tindakan nyata dari masa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak, Kontrol sosial untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan yang terjadi

Berdasarkan hasil analisa terhadap ancaman yang mungkin timbul, dapat ditentukan besarnya kekuatan yang dilibatkan serta perlengkapan yang dibutuhkan, jumlah dan jenis satuan fungsi yang dilibatkan dalam mengantisipasi unjuk rasa yang terjadi dan hendaknya disesuaikan dengan jumlah, karakteristik, sifat dan jenis masa.  Contoh : bila masa yang datang lebih banyak ibu-ibu maka yang di kedepankan Polwan .

Bila masa yang datang dari kelompok mahasiswa maka susunan pasukannya antara lain : Terdepan team negosiator yang terdiri dari Polwan dan Polri yang berpangkat perwira, Baris kedua pasukan Dalmas Sabhara, Baris ketiga pasukan brimob tanpa tameng dan pentungan rotan (team negosiator, dalmas sabhara, pasukan brimob tanpa senjata), Untuk Reserse dan Intel bergabung dengan masa dengan dilengkapi kamera, handy came, mobil tahanan, dan lain-lain.

Dalam kesatuan fungsi operasional diorganisasikan sesuai dengan tugas dan fungsinya.   Ada 5 fungsi operasional yaitu :
Fungsi Intelejen, Dalam melaksanakan fungsi ini, satuan Intelejen dituntut untuk mampu menjadi early warning dan early detection bagi satuan, khususnya Kapolres sebagai pimpinan satuan sehingga segala kebijaksanaan dan keputusan dapat dengan tepat diambil.   Contoh : Intel agar dapat memberikan informasi kelompok yang akan unjuk rasa sehingga pimpinan dapat menentukan fungsi mana saja yang akan dilibatkan   dalam pengamanan sehingga dapat dipersiapkan  lebih awal.

Fungsi Reserse, Satuan fungsi reserse  merupakan satuan fungsi yang tugasnya bersifat represif, dimana dalam pelaksanaan tugasnya melakukan kegiatan penyidikan dan penyelidikan tindak pidana yang terjadi diwilayah hukum yang menjadi tanggung jawabnya.   Contoh : Pelanggaran pasal 104 KUHP yaitu Makar terhadap Presiden dan wakil Presiden. 

Fungsi Sabhara, Fungsi  ini tugasnya preventif ditempat-tempat terbuka yang memerlukan kehadirannya, sehingga masyarakat merasa nyaman dari gangguan kamtibmas.   Pola penugasan fungsi ini bersifat mobile atau patroli dengan menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, jalan kaki dan pengaturan arus lalu lintas, serta penjagaan dan pengawalan terhadap orang, barang, maupun tempat-tempat lain. Terlepas dari tugas rutin sabhara dalam mengantisipasi unjuk rasa yang berada diposisi terdepan setelah team negosiasi.    Dalam mengantisipasi unjuk rasa, sabhara tidak dilengkapi dengan peralatan apapun, hal tersebut dimaksudkan tidak memancing para pengunjuk rasa untuk mempersenjatai diri, terkecuali bila informasi intel masa akan membenturkan maka sabhara baru dilengkapi dengan tameng, tongkat dan helm.   Sabhara mempunyai kewenangan menindak para pengunjuk rasa yang melakukan pelanggaran dengan tipiring.

Fungsi lalu lintas, Fungsi lalu lintas bertugas menciptakan keamanan dan kelancaran lalu lintas, memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang berlalu lintas, rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi lalu lintas serta  pembinaan fungsi lalu lintas.  Apabila unjuk rasa mengarah kewilayah pusat keramaian, fungsi lalu lintas berkewajiban mengawal masa sesuai surat pemberitahuan kepada aparat kepolisian. Setelah tiba dilokasi yang dituju agar fungsi lalu lintas dapat tetap melancarkan arus lalu lintas, sehingga masyarakat pengguna jalan tidak terganggu.

Fungsi Bina Mitra, Fungsi Bina Mitra  merupakan fungsi yang bertugas pada tataran preemtif, dimana tugas-tugasnya diarahkan pada faktor korelatif kriminogen yang ada dalam kehidupan sosial. Binamitra diharapkan mampu membina, merubah pandangan warga masyarakat untuk turut serta menciptakan keamanan dan ketertiban, serta dapat membentuk setiap warga masyarakat mampu menjadi polisi bagi dirinya sendiri, keluarga maupun dilingkungannya.

Disamping fungsi operasional yang ada pada KOD, dukungan kekuatan juga diberikan dari  satuan atas dengan kendali langsung oleh Kapolres selaku pimpinan KOD.  Pasukan BKO (Brimob dan Pasukan Dalmas Polda Metro) perlu dipadukan dalam menciptakan keserasian, guna mengantisipasi unjuk rasa anrkhis yang mungkin terjadi.   Kekuatan yang di BKO kan pada Kapolres antara lain adalah Brimob (Brigade Mobil).

Brimob merupakan pasukan yang salah satu kualifikasinya adalah pengendalian huru hara (PHH). Pelibatan anggota Brimob dalam menghadapi unjuk rasa tergantung dari situasi yang berkembang dilapangan. Penggunaan satuan Brimob dalam menghadapi unjuk rasa dilakukan bila eskalasi jumlah dan tindakan massa terus meningkat dan mengarah pada tindakan anarkhis. 

Penggunaan perlengkapan PHH mulai dari tameng, tongkat, gas air mata, water canon, peluru hampa, peluru karet, peluru tajam dilakukan secara proporsional dan standar prosedur yang telah ditentukan dengan kendali yang ada pada kepala wilayah dalam hal ini Kapolres.   Pada kenyataannya pasukan yang di BKO kan kewilayah khususnya Brimob, kendali masih dipegang oleh Dansat Brimob Polda. Sehingga apabila pasukan akan digeser sesuai kerawanan tidak bisa langsung digeser, tetapi harus ijin dulu ke Dansat Brimob. Hal tersebut tidak efektif mengingat sasaran unjuk rasa di wilayah Jakarta Pusat ada beberapa titik yang kadangkala kejadiannya bisa bersamaan.
Lebih baru Lebih lama