Jalurberita.com -
Pada umunya peran wartawan saat ini keberadaan mereka sekedar menjalankan tugas
sebagai orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, sesuai
dengan tupoksinya yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronika dan segala jenis saluran yang tersedia ( Pasal 1 UU No 40 /th 1999
tentang PERS). kalau digali lehih jauh peran wartawan akan sebagai membantu
Polri seperti yang diungkapkan Prof. SUWARSIH WARNAEN, Media Massa di Indonesia
mempunyai potensi pengaruh
besar terhadap psikologis
serta pada tingkah laku orang-orang yang membutuhkan kehadirannya.
Disamping itu, juga berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan
pengetahuan orang-orang yang memanfaatkannya, antara lain sebagai media pemupuk
keseragaman nilai-nilai, norma-norma dan aspirasi-aspirasi yang dianut
masyarakat (Wina Armada ; 1989). Dengan demikian kalau dimanfaatkan,
tentunya Wartawan bisa membantu atau minimal mempermudah tugas Polri dan
dapat mendukung terciptanya stabilitas kamtibmas.
Peran
Wartawan dalam Intelejen
Sesuai dengan ketentuan UU No 44/Th.
1999 tentang Pers, Wartawan dalam melaksanakan profesinya mendapat perlindungan
hukum. Dengan demikian kesempatan untuk mendapatkan berita menjadi terbuka
lebar dan terjamin secara hukum, apalagi dilengkapi dengan berbagai fasilitas
dan kekebalan yang dimilikinya sebagai media informasi yang mempunyai hak
mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi, melakukan
pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta
memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, bila dikaitkan dengan
upaya Polri dalam pembangunan Jaringan Intelijen, maka peran Wartawan yang
diharapkan adalah yang mampu memberikan informasi yang ada hubunganya dengan
tugas Polri atau Mitra Polri sesuai dengan konsep Polmas.
Selanjutnya tugas mereka bisa
diarahkan pada penggalangan dengan pembentukan opini yang dapat berdampak pada
terciptanya kondisi kamtibmas yang kondusip dengan menyelenggarakan
penginderaan dini (pre-emtif) terhadap segala perkembangan didalam masyarakat,
baik terhadap orang, maupun kegiatannya yang berpotensi menjadi Gangguan Kamtibmas.
Dengan bentuk kegiatan Pengamatan, Penggambaran, Penjejakan, Pembuntutan,
maupun Pendengaran.
Pada dasarnya Penggalangan adalah
usaha atau kegiatan menggeser sikap sasaran sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pihak penggalang (W. Saranto
dan J. Karwito ; 2001 ; hal 89). Artinya Penggalangan dimaksudkan untuk mempengaruhi
sasaran agar mau mengikuti kemauan Pelaksana dan sekaligus melaksanakan tugas
yang diberikan kepadanya. Yang mana sebelum proses penggalangan dimulai harus
didahului dengan penilaian terhadap sasaran, hal ini untuk mengetahui secara
jelas siapa yang akan digalang, bagaimana kemampuannya, kira-kira cocok atau
tidak dengan tugas yang akan diberikan, dan yang paling penting apakah mereka
sanggup melaksanakan tugas yang akan
diberikan. Kalau dalam analisa dan penilaian tersebut ternyata hasilnya
tidak sesuai dengan yang diharapkan, tentunya penggalangan harus dibatalkan.
Karena nantinya tugas yang diberikan kepadanya tidak akan dilaksanakan dengan
maksimal.
Penggalangan adalah proses
bergabungnya komponen yang ada dengan Pelaksana dalam kegiatan Intelijen. Maka
Jaringan yang sudah digalang harus mampu segera menyesuaikan dengan kondisi
penggalangan yang diharapkan, baik tulisan berita, opini, motivasi, sikap dan
prilakunya dalam mendapatkan informasi yang diharapkan. Pada tahap ini
pendekatan Psikologi mutlak dibutuhkan, disamping untuk mengetahui situasi hati
sasaran pada saat itu, juga untuk
mempengaruhinya, minimal menimbulkan respon pada saat terjadi komunikasi.
Seperti pendapat DANCE (1967) yang menyatakan
bahwa komunikasi dalam kerangka psikologi sebagai usaha menimbulkan
respon (Jalaludin R ; 1985; hal 3).
Dan setelah mengetahui bahwa respon dari sasaran atau
masyarakat cenderung positif, maka pelaksana bisa meneruskan kegiatannya sesuai
dengan yang telah direncanakan. Secara psikologis Jaringan akan terpengaruh
melihat kemampuan dan penampilan Pelaksana. Dalam kegiatan ini Pelaksana juga
harus mahir berkomunikasi, mampu menempatkan diri dimana kedudukannya dan
dimana posisi sasaran sehingga tidak terdapat jurang pemisah yang semakin lebar
diantaranya. Selanjutnya mampu menimbulkan motivasi baik terhadap diri sendiri maupun sasaran, sehingga apa
yang dilakukan tidak terasa berat atau menjadi beban. Pelaksana juga harus
paham kondisi psikologi sasaran, agar tahu kapan saatnya masuk, berkomunikasi,
menyampaikan pesan dan keinginannya, sehingga kegiatan berjalan lancar, tidak
terkendala, tepat sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Komunikasi menjadi
hal yang sangat penting dalam proses ini karena dengan berkomunikasi secara
baik, apa yang menjadi pemikiran masing-masing pihak dapat terungkap.
Pada saat penggalangan, Pelaksana
wajib menjelaskan secara terus terang tentang
tugas dan misinya kepada pihak yang digalang. Jadi kalau yang bersangkutan tidak mampu berkomunikasi
apalagi yang menjadi sasaran adalah Wartawan yang tugasnya adalah
berkomunikasi, akibatnya bisa saja terjadi salah pengertian, timbul
ketersinggungan dan lain-lain yang bermuara pada kegagalan tugas. Untuk itu
harus direncanakan dan dirumuskan secara baik bagaimana caranya menyampaikan
agar tidak terjadi miss komunikasi. Kalau Pelaksana benar-benar belum tahu cara
berkomunikasi dengan benar, harus diadakan pelatihan atau pembelajaran tentang
apa yang dimaksud komunikasi, apa kegunaannya dan bagaimana manfaatnya serta
batas-batas mana yang tidak boleh dilanggar maupun ketentuan mana yang harus
dilaksanakan.
Pelatihan adalah kebutuhan dasar
pencapaian prestasi, tanpa latihan tidak mungkin seseorang dapat melakukan
kegiatan dengan baik, termasuk
mencari dan memperoleh bahan keterangan. Dalam kegiatan ini Jaringan
yang ada senatiasa berhadapan dengan berbagai
persoalan yang bisa saja timbul
dari lokasi yang menjadi sasaran, kekuatan dan kemampuan lawan, cara bertindak
serta pola pelariannya. Maka bilamana Jaringan tidak pernah latihan akibatnya
akan sulit bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya. Dengan berlatih
secara intensif dan terprogram hasilnya akan lain, dari yang tidak bisa menjadi
bisa, dari yang sudah bisa menjadi lebih mahir. Untuk itu Jaringan harus selalu
diperkenalkan dengan kondisi yang sebenarnya, diperkenalkan dengan tantangan
dan hambatan yang ada di lapangan sehingga bisa beradaptasi dan terbiasa
menghadapinya. Namun demikian tentunya tidak mungkin langsung dihadapkan pada
tantangan yang berat, harus ada proses dan pentahapan dalam kegiatan pelatihan.
Dalam kegiatan pelatihan peran
Pelaksana tidak hanya bertindak sebagai
Pelatih saja, namun juga harus bertindak
sebagai Pengawas dan Penilai, sehingga Jaringan tahu mana yang
salah dan bagaimana cara memperbaikinya. Di samping itu, bila
Jaringan sudah mulai menyimpang dan kira-kira akibatnya dapat merugikan diri sendiri
maupun organisasi, Pelaksana wajib mengingatkan dan meluruskan kembali. Dalam
segmen ini kemampuan berkomunikasi dan
pendekatan psikologi menjadi
penting. Dengan berkomunikasi dan menggunakan
pendekatan yang baik, Jaringan yang bertindak salah kemudian dibetulkan tidak akan tersinggung. CARL HOVLAND seorang
ahli Psikoanalisis dari Amerika, menyatakan bahwa komunikasi adalah upaya yang sistimatis untuk menyampaikan
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. (Jalaludin R; 1985; 14).
Pembinaan Jaringan, artinya Jaringan
yang sudah terbangun tidak lantas dibiarkan dan hanya diberikan tugas untuk
mencari dan memperoleh informasi saja, namun juga perlu diberikan kegiatan lain
sehingga Jaringan merasa nyaman bekerja dan terus menghasilkan produk.
Disamping itu juga perlu dilakukan pengawasan sehingga Jaringan tidak melenceng
dari tugas yang diberikan atau memanfaatkan jabatan yang diberikan untuk
kepentingan pribadi yang dapat merugikan organisasi. Jaringan sebagai manusia
biasa tentunya memerlukan berbagai sentuhan. Untuk itu dalam menjalin hubungan,
antara Pelaksana dan Jaringan diharapkan tidak hanya melulu dalam kapasitas kaitan
tugas. Sehingga diantaranya timbul kekerabatan yang dapat memicu semangat Jaringan
untuk bekerja lebih keras dan rela berkorban demi kepentingan Pelaksana.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
proses Pemeliharaan Jaringan adalah motivasi rasa nasionalime keindonesian.
Tanpa ada motivasi yang kuat, tentunya dalam waktu tertentu Jaringan akan merasa
capek dan bosan, sehingga walaupun masih terjadi hubungan namun produk yang
dihasilkan sudah tidak seperti yang diharapkan. Motivasi pada dasarnya bersifat
Intern dan Ekstern, diantara keduanya saling berhubungan, namun berkaitan
dengan Pembinaan Jaringan motivasi ekstern lebih dominan. Artinya dari berbagai
kondisi yang dapat memotivasi, kecenderungannya mutivator yang berasal dari
luar yang lebih banyak mempengaruhi. Berkaitan dengan ini tentunya Pelaksana
punya kewajiban untuk selalu mendukung Jaringan sehingga mereka tetap bertahan
walaupun mungkin terjadi berbagai kondisi yang dapat menurunkan semangat
mereka. Misalnya dengan menyediakan berbagai fasilitas, memberi bantuan
materiil di saat mereka membutuhkan, memberikan penghargaan dan sebagainya yang
disesuaikan dengan keinginan dan harapan Jaringan. Termasuk memberikan tauladan
dalam bersikap dan bertingkah laku, sehingga Jaringan dapat melihat dan
menirunya.