Perkembangan Otonomi Daerah dan dampaknya.

Jalurberita.com - Kebijakan otonomi daerah yang menetapkan sistem Pemerintah desentralisasi sesuai dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang diharapkan sebagai langkah koreksi terhadap pelaksanaan sistem Pemerintah yang sentralistik, ternyata belum dapat menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan peran Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) menjadi sangat besar karena sebagian besar urusan yang selama ini ditangani Pemerintah Pusat diserahkan kepada Daerah.

Pada umunya daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dan aturan (Perda, Skep/Kep Gubenur, Bupati, Walikota ), disamping itu daerah juga diberi kewenangan untuk megelola sebagian besar potensi sumber daya alam yang ada diwilayahnya, serta upaya-upaya lain dalam rangka peningkatan PAD nya.      Dalam hal pengelolahan anggaran (APBD dan DAU) Kepala daerah atas persetujuan DPRD dapat menggunakan anggaran daerah yang dialokasikan untuk daerah tersebut, dengan demikian menempatkan peran DPR sebagai Lembaga penentu dalam menetapkan dapat tidaknya kebijakan Kepala Daerah (program-program pembagunan Daerah) dilaksanakan.

Dampak negatip yang timbul dari perkembangan pelaksanaan Otonomi Daerah.Sebagai akibat kondisi yang demikian, telah menimbulkan berbagai dampak antara lain tumpang tindihnya berbagai peraturan khususnya antara pusat dan daerah, munculnya birokrasi pemerintah yang semakin berbelit-belit, maraknya kegiatan restribusi serta maraknya ilegal loging, ilegal mining, ilegal fishing dalam rangka mengeksplorasi sumber daya alam dengan dalih untuk meningkatkan PAD, semakin beragam prosedur-prosedur perizinan, semakin maraknya KKN dilingkungan birokrasi serta semakin lebarnya peluang untuk melakukan korupsi.

Perwujudan pemerintah yang baik dan pemerintah yang bersih yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) belum dapat terwujud secara optimal.      Indikasi hal ini dapat dilihat dari adanya Bupati, Kepala Dinas, Kepala BUMN, anggota DPRD yang terlihat dalam kasus korupsi kualitas pelayanan public belum dapat di wujudkan secara maksimal. Pelaksanaan tugas, fungsi dan peran Polri sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2,4 dan 5 UU No. 2 tahun 2002 khususnya yang berkaitan dengan upaya-upaya penegakan Hukum.

Dalam rangka menjamin Kepastian Hukum guna mewujudkan Good Governance dan Clean Government maka menutut Polri selaku aparatur negara yang memiliki konsistensi dan keseriusan serta perubahan mind set dalam menempatkan dirinya sebagai abdinya negara dan abdi masyarakat.  Untuk dapat menjamin Kepastian Hukum dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan perannya maka perlu ditetapkan kebijakan dan implementasi guna mewujudkan Good Governance dan Clean Government dalam rangka otonomi Daerah, Polri harus melaksanakan fungsi dan perannya secara lebih professional, transparan dan akuntabel, netral dari pengurus golongan/ kelompok, tidak diskriminatip dan mampu mewujudkan rasa keadilan ditengah-tengah masyarakat. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama