“Harapan
masyarakat terhadap personil Polri dapat terus meningkatkan Profesionalisme
baik pada
aspek Kuantitas, Kualitas, Pengetahuan
(Knowledge), Keterampilan (Skill),
Sikap dan
Perilaku (Attitude)”
Jalurberita.com - Supremasi
hukum merupakan salah satu prasyarat dalam mendukung terwujudnya masyarakat
madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan visi dan tujuan
pembangunan nasional. Oleh karena itu peran Polri dalam mewujudkan supremasi
hukum melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian bidang penegakan hukum
yang profesional, adil, transparan dan akuntabel menjadi sangat penting.
Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan tuntutan
supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi,
transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam
melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Polri. Kondisi itu
menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas Polri yang makin
meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.
Untuk mewujudkan pelayanan prima yang dapat dirasakan
secara langsung manfaatnya oleh masyarakat maka kemudian Polri menjalankan program pembenahan kinerja reserse khususnya dalam
tahapan penyidikan dimana salah satu tahapannya yang paling awal adalah
pemanggilan terhadap saksi/tersangka. Penyampaian surat kepada saksi/tersangka
memiliki peran yang cukup penting karena berkaitan dengan proses pengumpulan
informasi yang dilaksanakan melalui kegiatan pemeriksaan dan pembuatan berita
acara.
Penegakan
hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam
kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam
sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Masalah penegakan hukum pada umumnya,
termasuk di Polres X mencakup tiga hal penting yang harus diperhatikan dan
dibenahi, yaitu kultur masyarakat tempat dimana nilai-nilai hukum akan
ditegakkan, struktur para penegak hukumnya dan terakhir substansi hukum yang
akan ditegakkan. Disampingkan itu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri
kepada masyarakat harus secara kontinyu diberikan penyuluhan hukum agar taat
hukum walaupun kemungkinan terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh
masyarakat itu juga sebagai dampak dari lemahnya penegakan hukum.
Masalah
penegakan hukum akan selalu terjadi sepanjang kehidupan manusia itu ada,
semakin tumbuh dan berkembang manusia maka masalah penegakan hukum pun semakin
bermacam-macam yang terjadi. Bicara tentang penegakan hukum tentunya tidak bisa lepas dari soal aparat yang menempati
posisi strategis sebagai penegak hukum yaitu Polisi Jaksa dan Hakim yang
terbatas pada masalah profesionalitas. Kepolisian di dalam Undang-undang No. 2
tahun 2002 Pasal 2 yang merupakan fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Konsep
negara hukum, bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan, artinya suatu wewenang yang harus bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga di dalam suatu Negara Hukum penerapan
asas asas Legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang menjadi dasar utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi Negara-negara hukum yang menganut
system civil Law (Eropa Kontinental).
Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi
yakni suatu kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.
Wewenang
kepolisian yang diperoleh secara atributif, yakni wewenang yang dirumuskan
dalam pasal peraturan undang-undangan seperti wewenang kepolisian yang
dirumuskan Pasal 30 ayat (4) Undang-undang
Dasar, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dan lain-lain.
Berdasarkan wewenang atributif tersebut kemudian dalam pelaksanaannya lahir
wewenang delegasi dan wewenang mandat, yakni pemberian wewenang dari satuan
atas kepada satuan bawah (berupa mandat), maupun pendelegasian kepada
bidang-bidang lain di luar struktur. Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai salah satu penyelenggara kegiatan pemerintahan di bidang penegakan
hukum yang melindungi dan mengayomi masyarakat tidaklah memiliki tugas yang
ringan, karena ruang lingkup tugas
kepolisian sangat luas yakni seluruh masyarakat, dan perkembangan kemajuan
masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan
terhadap masyarakat di segala bidang, termasuk pelayanan kepolisian terhadap
masyarakat.
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum acara Pidana
(KUHAP) maka wewenang yang diberikan Undang-undang ini kepada aparat kepolisian
adalah kewenangan dalam hal melaksanakan tugas sebagai penyelidik dan penyidik
dimana salah satu kegiatan yang dilakukan dalam penyidikan adalah melakukan
pemanggilan terhadap saksi/terdakwa. Sehingga, agar pelaksanaan pemanggilan
saksi/tersangka ini dapat berjalan secara efektif, maka diperlukan kondisi SDM
serta sistem dan metode yang optimal.
Harapan
masyarakat terhadap personil dalam melaksanakan pemanggilan saksi baik pada
aspek Kuantitas, Kualitas, Pengetahuan (Knowledge), Keterampilan (Skill), Sikap dan
Perilaku (Attitude) mampu melaksanakan dan memahami
secara mendalam sesuai
dengan UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP dan KUHP yang menjadi dasar pembuatan
surat panggilan serta Perkap Nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan
tindak pidana sebagai panduan pelaksanaan pemanggilan. Dengan
optimalnya pemahaman personel terkait KUHP/KUHAP dan Perkap No 14 tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dapat menyebabkan penyidik mampu
bertindak secara maksimal dalam pembuatan surat panggilan dan menetapkan pasal
yang dikenakan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapan sumber daya manusia Polres X dalam melakukan
pemanggilan saksi/tersangka masih belum sesuai harapan. Untuk itu perlu
ditingkatkan dengan mengusulkan penambahan personel, percepatan penerbitan Skep
Penyidik, melaksanakan pembekalan terkait KUHP/KUHAP, manajemen penyidikan
tindak pidana serta teknis pemanggilan saksi/tersangka, melaksanakan
mentorship, memberdayakan Kasat Reskrim dan Pawassidik untuk melaksanakan
pendampingan dan pengawasan, memberikan motivasi, Binrohtal serta menerapkan reward dan punishment.
Strategi yang sedang dilaksanakan dalam sistem dan metode pemanggilan saksi/tersangka yang sudah
dilakukan Polres X guna meningkatkan profesionalisme penyidikan tindak pidana masih belum optimal. Dengan demikian perlu dioptimalkan
dengan berbagai upaya seperti melaksanakan revisi terhadap SOP pelayanan
reskrim dengan mencantumkan SOP pemanggilan tersangka, memberikan arahan agar
penyampaian surat pemanggilan agar dilakukan secara langsung, secepat mungkin,
mempertimbangkan lama perjalanan surat dan respon saksi/tersangka, menjelaskan
isi surat, meminta petugas pengantar untuk melakukan konfirmasi penyerahan
surat, melaksanakan koordinasi dengan satwil di daerah lain serta melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan penyidikan yang dimulai dengan penyampaian
surat pemeriksaan.