elitKITA.com – Tanggapan masyarakat terhadap Polri terutama dalam tugas pelayanan tentunya berkaitan erat dengan nilai budaya masyarakatnya. Pergeseran nilai-nilai budaya selain disebabkan oleh meningkatnya cara berfikir yang semakin kritis, wawasan yang semakin luas karena anus informasi dari luar yang seolah-olah dunia tanpa batas /
globalisasi, juga masalah keterbukaan dan hak
azasi manusia, yang semuanya itu langsung maupun tidak langsung menuntut peningkatan pelayanan Polri kepada masyarakat yang lebih baik. Keadaan
semacam ini dapat menumbuh-kembangkan keberanian
masyarakat untuk melakukan tanggapan, kritik, bahkan kecaman sinis terhadap prajurit Polri khususnya yang melakukan tugas pelayanan kurang sesuai dengan harapannya.
Hat tersebut
diatas sesuai dengan pendapat KOENTJARANINGRAT yang menyatakan bahwa: " Kebudayaan ideal ini dapat kita rebut adat tata kelakuan atau secara singkat adat dalam arti khusus,
atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan tata kelakuan itu maksudnya
menunjukkan bahwa kebudayaan ideal itu biasanya
juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengenali dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat"
Budaya kinerja pelayanan Polri dewasa ini masih dirasakan belum memenuhi sebagaimana
yang diharapkan, walaupun dalam hal ini"tolok ukur" yang menjadi
pedoman masih belum ada yang akurat, yang
masih diwamai penilaian-penilaian subjektifitas. Budaya kinerja Polri
yang kita artikan sebagai tingkat prestasi kerja atau kebiasaan kegiatan kerja yang dilakukan oleh Polri
dalam melayani masyarakat pada
akhir-akhir ini telah menjadi issue sentral bagi pelaksanaan tugas Polri.
Peran Polri sebagai pelayan masyarakat belum mampu diwujudkan secara sesungguhnya, sikap sebagai penguasa
kelihatannya lebih menonjol daripada sikap sebagal pelayan masyarakat, padahal
seharusnya kedua peran itu dimainkan secara bergantian sesuai situasi dan
kondisi yang dihadapi.
Dengan demikian
prajurit Polri dituntut mampu untuk memainkan perannya secara
fleksibel, dalam arti dimana saat menegakkan hukum harus menganggap lebih tinggi dan lebih berwibaiwa daripada masyarakat, karena tanpa dihayati seperti
itu ia akan ragu-ragu dan minder dalam bertindak pada saat melaksanakan tugas melayani masyarakat, prajurit Polri harus menganggap dirinya lebih rendah daripada masyarakat, menghayati dirinya sebagai
pelayan masyarakat ketika berfungsi sebagai
pengayom pelindung, pembimbing harus manusiawi ketika berfungsi sebagai penjaga
ketertiban harus dapat menampilkan kewibawaan dan
performance yang tegap dan tegas.
Kekurang mampuan prajurit Polri dalam melaksanakan peran yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya ini,
dapat mengundang kritikan, sorotan negatif dari masyarakat yang
menyangkut kekurang mampuan, sikap perilaku
dalam bertugas sehari-hari seperti tidak sopan, kasar, sewenang-wenang dan sebagainya.