Elitkita.com-Landasan sosiologis mengandung makna bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri dan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu, dalam konsideran, harus dirumuskan dengan baik pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga sesuatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-undang benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam undang-undang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat hukum yang diaturnya.
Aspek sosiologis adalah terkait dengan bagaimana Peraturan Daerah yang disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan. Keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat merupakan landasan sosiologis dari suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Bagir Manan sebagai berikut:
Terbitnya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 20l4 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan dinamika dalam perkembangan
Pemerintahan Daerah dalam rangka menjawab permasalahan yang terjadi pada
Pemerintahan Daerah. Perubahan kebijakan Pemerintahan Daerah yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20l4 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan
dampak yang cukup besar bagi berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Pemerintahan Daerah, termasuk pengaturan mengenai
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Koperasi dan usaha
mikro dikembangkan dan diberdayakan agar tumbuh dan menjadi sehat, tangguh dan
mandiri sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Namun demikian, dalam praktek penyelenggaraanya masih
banyak koperasi dan usaha mikro yang dikembangkan tanpa arah dan tujuan yang
jelas. Permasalahan yang terjadi di masyarakat tersebut tidak terlepas dari
pengetahuan masyarakat tentang perkoperasian dan usaha mikro masih terbatas. Banyak
Koperasi dan usaha mikro bangkrut karena manajemennya kurang profesional baik
itu dalam sistem tata kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun
finansialnya atau permodalan.
Di masa ini,
koperasi dan usaha mikro dihadapkan pada tekanan untuk melaksanakan
penyelenggaraan segala kegiatan berdasarkan logika investasi yang rasional,
system dan prosedur pengelolaaan yang lebih efisien. Koperasi dan usaha mikro
yang tidak menghasilkan nilai tambah ekonomi yang memadai tidak akan dapat
bertahan dan melanjutkan kegiatan usahanya. Krisis ekonomi yang berulangkali
terjadi akibat perilaku individu dalam pasar bebas telah menumbuhkan kesadaran
baru mengenai pentingnya koperasi dan usaha mikro dalam membangun kebersamaan,
baik ditingkat daerah, nasional, maupun global.
Pemberdayaan
koperasi dan usaha mikro perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan
berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan
berusaha, dukungan perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya sehingga
mampu meningkatkan kedudukan, peran dan potensi usaha koperasi dan usaha mikro
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan
rakyat, penciptaan lapangan kerjadalam rangka penurunan jumlah
pengangguran dan menampung pekerja baru, dan pengentasan kemiskinan.
Dengan adanya Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro tentu dapat menjadi dasar hukum bagi
Pemerintah dalam membuat suatu kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan,
kemandirian dan meningkatkan ekonomi terhadap koperasi dan usaha mikro
sebagai salah satu pelaku untuk meningkatkan ekonomi.
Sehingga dengan adanya Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro dapat pula mengatasi masalah pengembangan unit usaha dengan arah tujuan yang jelas. Selain itu, adanya Peraturan Daerah tersebut mampu mengedukasi sumberdaya manusia, membenahi sistem tata kelola, menjamin fasilitas, mempermudah perizinan dan memberikan kepastian hukum tentang finansial.atau permodalan.
Menurut Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa esensi dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah urusan pemerintahan konkuren yang diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai dasar dari otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah pusat mampu memberikan keleluasaan kepada pemeritah daerah untuk mengurus urusan pemerintahan sendiri dan memenuhi kesejahteraan masyarakat daerah setempat.