Pembentukan organ intelijen saat itu sehubungan dengan situasi euforia
semangat kemerdekaan yang merasuki masyarakat Indonesia yang diwujudkan dengan
membentuk organisasi-organisasi perjuangan melawan penjajahan yang lebih
menitik beratkan pada kepentingan golongannya. Dan akhirnya pemerintah saat itu
mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan pandangan yang sebenarnya apa yang
terjadi di dalam masyarakat/negara, sehingga akhirnya dibentuklah bagian
“Pengawasan Aliran Masyarakat” (PAM) di tubuh DKN (Polri saat itu).
Akhirnya, fungsi dan peranan intelijen sekarang ini belum bisa memenuhi
apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia seluruhnya. Buktinya, sejak Orde
Baru dibawah pimpinan Presiden SOEHARTO dilengserkan pada tahun 1997 diganti
menjadi jaman Era Reformasi, sampai saat ini krisis ekonomi belum juga kunjung
selesai. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, karena disebabkan banyaknya
kekuatan-kekuatan yang ingin eksis dalam mengurus negara kita, seakan-akan
tidak ada kekuatan yang dapat mengontrol apa yang terjadi di dalam negeri ini.
Presiden
Joko Widodo resmi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2020 tentang
Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Beleid baru itu menggantikan beleid lama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 43
Tahun 2015 tentang Kemenko Polhukam. Ada yang berbeda dari beleid baru itu,
yakni dicoretnya Badan Intelijen Negara (BIN) dari tugas koordinasi Kemenko
Polhukam.
Dalam sejarahnya, organisasi intelijen negara ini sudah enam kali berganti nama, mulai dari Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), Badan Koordinasi Intelijen (BKI), Badan Pusat Intelijen (BPI), Komando Intelijen Negara (KIN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), hingga yang terbaru BIN. Namun, dalam perkembangannya, organisasi intelijen di Indonesia mengalami perjalanan yang cukup panjang. (red)