elitKITA.com - Indikator Keamanan Dalam Negeri salah satunya ditunjukkan dengan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang stabil dan kondusif. Dalam rangka memberi dukungan pada situasi kamtibmas, salah satu sektor pembangunan yang harus dilaksanakan adalah pembangunan di sektor transportasi. Sebagai sektor pendukung pembangunan perekonomian, peranan transportasi adalah dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditi perdagangan dan industri dari satu tempat ke tempat lainnya. Transportasi juga berfungsi untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, antar perkotaan dan antar pedesaan.
Salah satu sektor dalam transportasi yaitu sektor Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Pembangunan di sektor Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan urat nadi kehidupan dan merupakan bagian penting dalam menunjang tumbuh dan berkembangnya kehidupan dan pembangunan bangsa, terutama dari aspek politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lingkungan hidup serta keamanan dan keselamatan. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan cermin budaya bangsa karena dari sistem dan tata kelola Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat menunjukkan kemajuan atau ketertinggalan suatu bangsa. Karena itu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas akan menjadi salah satu indikator yang penting dalam memberikan dukungan bagi keamanan dalam negeri.
Dalam UU Nomor 22 tahun 2009 ditegaskan bahwa pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi: a. Urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan; b. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang industri; d. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan e. Urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalulintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Merujuk pada penegasan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka pembinaan dan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh seluruh stakeholder lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi, dan Kepolisian negara Republik Indonesia. Namun fakta yang ditemukan di lapangan bahwa sinergisitas antara seluruh stakeholder lalu lintas dan angkutan jalan belum optimal dengan ditunjukkan seringnya muncul permasalahan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan akibat kurang koordinasi, kesalah-pahaman anggota di lapangan, miss communication, serta akibat-akibat lain yang disebabkan kurang optimalnya sinergisitas di antara seluruh stakeholder lalu lintas dan angkutan jalan.
Sehingga amanat Undang-undang mengenai adanya forum lalu lintas kurang berjalan dengan baik. Masing-masing stakeholder lebih banyak melakukan hal-hal yang merupakan kepentingan institusinya, sehingga ada kesan banyak hal tumpang tindih karena tidak adanya koordinasi. Misalnya saja penyebab kemacetan akibat pembangunan jalan yang tidak melakukan konsultasi dengan pihak kepolisian, pemasangan rambu yang justru kurang membantu kelancaran Lalu Lintas, kebijakan produksi kendaraan yang menambah parah kemacetan, serta adanya kebijakan produk lalu lintas dan pendukung Lalu Lintas yang tidak memperhatikan faktor keselamatan.
Secara umum kondisi faktual pelaksanaan kerjasama stakeholdar lalu lintas dan angkutan jalan sebagai berikut :
Berdasarkan faktor instrumen hukum belum adanya peraturan lanjutan dari Undang-undang No. 22 Tahun 2009 sebagai peraturan pelaksana yang mengatur mengenai pelaksanaan forum komunikasi lalu lintas. Sehingga bentuk MoU yang mengatur permasalahan kerjasama secara menyeluruh diantara keseluruhan stakeholder belum dapat dilaksanakan.
Berdasarkan faktor intensitas koordinasi dan komunikasi sebagai bagian dari interaksi berupa : (1) Kurangnya intensitas pertemuan/ kordinasi diantara stakeholder dalam membahas permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan. (2) Kurangnya pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dalam pembuatan kebijakan masing-masing stakeholder, sehingga kebijakan yang dibuat kurang terintegrasi dengan kebijakan stakeholder lainnya. (3) Kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan kinerja secara operasional masing-masing anggota stakeholder.
Berdasarkan faktor sikap organisasi, berupa (1) Masih kentalnya egoisme sektoral dengan munculnya berbagai faktor politis keberadaan organisasi dalam kedudukan dan tatanan kelembagaan negara yang berimbas kepada masing-masing stakeholder memiliki kecenderungan sikap merasa paling berwenang, merasa paling tahu, sehingga sinergisitas pelaksanaan kinerja lalu lintas kurang terbentuk. (2) Pelaksanaan kinerja dilakukan secara terkotak-kotak, dengan indikator seperti pelaksanaan pengaturan lalu lintas ketika adanya kemacetan, pelaksanaan operasi hari raya idul fitri, Natal dan tahun baru yang terlihat dilaksanakan secara masing-masing lembaga tanpa adanya kebersamaan. (3) Adanya perbedaan kepentingan dan pendapat diantara stakeholder dalam cara pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan. (4) Adanya sikap ketidakpercayaan diantara masing-masing stakeholder