Apa Itu Pungli ?



Pungli, disebut pungutan liar. Dengan cara, memeras atau meminta imbalan secara halus maupun kasar berupa uang dan barang terhadap orang lain. Hal ini, dikategorikan suatu perbuatan penekanan supaya gelisah, cemas dan resah. Ketika, se-seorang hak kepentingan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban terpenuhi. Pada akhirnya, mengikuti kehendak supaya lancar dan tidak sulit. Resesi, penurunan penghasilan masyarakat di bawah rata – rata, menunjukan derita masyarakat semakin berat beban yang dipikul. 


Pada umumnya, pungli dikaitkan dengan perbuatan preman disebut juga premanisme (berasal dari kata Belanda vrijman = orang bebas, merdeka dan isme = aliran) sering digunakan merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilan terutama dari pemerasan terhadap kelompok masyarakat lain. Latar belakang preman, rendahnya pendidikkan, bebas melakukan sesuai kehendak juga tidak mengenal hukum. 


Aktifitas masyarakat ramai, semacam pasar tradisional para pedagang dipungut dengan dalil keamanan, lahan yang sering banyak dikunjungi pendatang sarana palkir dengan tarif tidak sesuai atau dijalan raya meminta pungutan dengan sasaran kendaraan berat maupun kedaraan umum yang melintas kearah tujuan tertentu bahkan mendirikan pos – pos jaga. Ada juga di lokasi wisata - wisata jadi sasaran bagi mereka menguasai lokasi dan modus lainnya.  


Kondisi dan situasi, memang tampak tidak jelas para pelaku interaksi antar pribadi dengan kesepakatan – kesepakatan tertentu agar terpenuhi kepentingan dipermudah dan lancar dapat terlaksana diantara kedua belah pihak. Bisa saja simbiosis mutualisme, terjadi saling menguntungkan kedua belah pihak, diantara kewajiban – kewajiban mereka atau sebaliknya menjadi beban. Semakin sulit permintaan, semakin besar sesuai rencana yang diatur.       

   

Lemahnya sistem control atau pengawasan, ketika muncul pengaduan – pengaduan dari berbagai kalangan masyarakat baru ditertibkan. Proses ini, berjalan waktu kadang begitu saja lenyap seolah – olah mata rantai terputus dan dikatakan berhasil. Ketegasan dalam bertindak bahkan, diartikan pelanggaran ringan. Ironisnya, bisa saja hanya simbol semata untuk mencari perhatian dimana fungsi dan peran hukum terlaksana. Ini membuktikan, bahwa perbuatan tersebut memberikan ruang cukup leluasa dirancang sedemikian rapi. 




Masih dianggap wajar, ketika preman melakukan aksi pungli diberbagai tempat. Dengan dalil, dalam kondisi serba susah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sulit mendapatkan pekerjaan. Sungguh di sayangkan Apabila, sifat dan kelakuan ini dicontoh oleh penyelenggara negara. Berpredikat  Pendidikan tinggi dengan wawasan sangat jauh dibandingkan, disumpah / Janji sesuai agama dengan dibekali asas - asas umum terkadung dalam undang - undang dasar 45 berlandaskan Pancasila.


Padahal sudah jelas diamendemenkan aparatur negara, dengan meperkokoh zona integritas, mewujudkan nilai – nilai luhur kejujuran , kebenaran, bebas dari korupsi, suap, pungli dan menerima gratifikasi terbangun pemerintahan / Lembaga yang bersih. Seperti yang dikutip menkominfo tahun 2005, pemberian di bawah Rp. 250.000,- tidak termasuk gratifikasi. Dilain pihak, masyarakat yang melaporkan di atas dari Rp 250.000.- termasuk gratifikasi dengan landasan hukumnya UU 31 / 1999 dan UU 20 / 2001 pasal 12 Penerima gratifikasi diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah. 


Mengacu pada referensi, Pungli Analisa Hukum Dan kriminologi Soedjono SH, pungutan liar menjadi salah satu bentuk tindak pidana yang sudah sangat akrab ditelinga masyarakat. Walaupun, sebenarnya dalam kitab undang – undang hukum pidana (KUHP) tidak satu pun diketemukan pasal mengenai tindak pidana pungutan liar atau delik pungli. Namun pada dasarnya, pungli dan korupsi satu kesatuan mempergunakan kekuasaan untuk tujuan memperkaya diri.


Pernyataan presiden RI. Jokowi dalam memperingati HUT ke – 50 Korps Pegawai Republik Indonesia ( KORPRI ). Senin 29/11/2021 secara tegas menyampaikan, memperkokoh integritas tidak ingin lagi ada pungutan liar menimbulkan dampak memberatkan masyarakat. Memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, hindari ketidak-efesienan dan kerumitan. Meningkatkan, kecepatan dan kredibilitas pelayanan jangan mempersulit. Menjaga NKRI yang berlandasakan Pancasila, menuju Indonesia yang bersih bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.   


Akankah ini terwujud ? 

Kita baca dan kita simak, sangat jelas suara dan gambar  yang dimiliki media cetak maupun media elektronik sebagai tugas, peran dan fungsi kontrol sosial. Memberikan informasi - informasi benar, tepat, akurat dan objektif baik itu di darat, laut dan udara. Dinanti - nantikan masyarakat Indonesia. Karna Pungli, menjadi suatu infestasi menimbulkan penyakit bawaan yang dapat menular dan menjadi wabah bagi masyarakat Indonesia.


Menurut, Ketua umum Dewan Pimpinan Lembaga Konsultan Hukum Realita (Principiel Recht) Dr. H. Deden Sudarman. Drs. SH. MH. MBA saat ditemui, elitKITA.com diruang kerja Jl. Caringin, bahwa pengertian Pungli itu pungutan liar diatur oleh UU 31 Tahun 1999 junto UU 20 tahun 2021 mengenai tindak pidana korupsi pasal 5 gratifikasi acaman hukumannya 12 tahun penjara. Yang menyuap dan menerima suap, Sebenarnya kedua – duanya mendapat sangsi. Tapi dalam hal ini, ada pemaksaan apabila terjadi dilakukan oleh oknum tertentu.Subsider selain primer, melanggar UU tindak pidana korupsi subsider pasal 368 kitab undang hukum pidana yaitu pemerasan dengan acaman 7 tahun penjara.


Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan Kepres. No.15 tahun 2004 bahwa KKN (Kolusi Korupsi Nepotismre) sudah ditiadakan intruksi presiden. Namun, keadaannya sekarang menjamur karna sifatnya kolaborasi berjamaah antara yang satu dengan yang lainnya untuk meperkaya diri sendiri dan memperkaya orang lain. Jadi pada intinya, pemerintah harus mengadakan “gebraggan”, pungli itu mebebankan masyarakat dengan adanya pungli negara dirugikan tidak masuk income perkapita (kas negara).


Secara, subtansi hukum mengenai undang – undang tindak pidana korupsi perlu kualitas dan kuantitas ditingkatkan. Agar dalam hal ini, pelaku tindak pidana bagi aktor – aktor pungli diwilayah intasi pemerintahan berpotensi pungli dapat terkontrol dengan baik. Jangan sampai mencemoohkan, seperti pungutan liar semacam dijalan dengan pungutan Rp. 500,- dan Rp. 1000,- ditangkap pihak berwajib sedangkan, pungli yang jumlahnya mencapai ratusan ribu atau bahkan lebih diabaikan begitu saja.(redaksi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama