elitKita.com Jakarta, - Pembuatan Akta Jual-Beli Tanah, yang kemudian diikuti dengan dibuatkan Akta Pemberian Hak kepada Penjual untuk dalam waktu tiga tahun berhak membeli kembali. Merupakan perbuatan hukum jual-beli semu (pura-pura), sebagai kamuflase terhadap perbuatan hukum yang sebenarnya yaitu : Pinjam-meminjam uang dengan Jaminan tanah/rumah.
Pembuatan kedua Akta Notaris tersebut, adalah bertentangan dengan Undang-undang No.5 Tahun 1960 beserta Peraturan Pelaksanaannya. Sehingga kedua akta notaris tersebut, batal demi hukum. Termasuk semua perbuatan hukum lainnya yang bersumber pada Akta Jual-Beli dan Akta Hak. Membeli kembali tersebut seperti Perjanjian Kredit Bank, Grosse Akta Pengakuan Hutang yang dilakukan oleh Bank dengan Pembeli tanah yang semu tersebut. Termasuk pula, Surat Penetapan Eksekusi dan Surat Penetapan Lelang yang diterbitkan oleh Ketua Pengadilan terhadap tanah tersebut atas permintaan Bank (karena wanprestasi dari debitur), menjadi ikut batal demi hukum.
Hal ini sejalan dengan:
Putusan Mahkamah Agung No.1462 K/Pdt/1989, tanggal 29 Nopember 1993
Putusan MA RI No. 78 PK/Pdt/1984 tanggal 9 April 1987 jo. Putusan MA RI No. 2650 K/Sip/1982 tanggal 20 September 1983 jo. Putusan PT DI Yogyakarta No. 86/1981/Pdt., tanggal 29 Januari 1982
Putusan MA RI No. 381 K/PDT/1986 dan Yurisprudensi MA RI No. 3597 K/PDT/1985
Putusan No. 153 K/PDT/2001 Oleh : M.O.Saut Hamonangan Turnip, S.H., C.T.L.C. (Wawan Kusnawan)
Editor : TM - Pencerahan Hukum
Jakarta, 5 Juni 2023