elitKita.com Jakarta, 24/7/2023.
OPINI PUBLIK
Banyak yang ingin menikmati kekuasaan apalagi menjadi pejabat di pemerintah pusat, dimana tentu saja kedudukan itu lebih terlihat sebagai pemangku sektor atau bidang baik kementrian mau pun setingkatnya yang biasa disebut dengan istilah lembaga non departemen. Badan atau lembaga negara yang bersifat non kementerian, tentu sangat berperan penting sebagai pelaksana tambahan pemerintah selaku eksekutor. Lembaga negara non kementrian ini berjumlah 28 buah, sedangkan kementrian selaku pemangku sektor berjumlah 30 buah. Para pemangku jabatan ini mau tidak mau harus mampu bersinergi dan berkolaborasi, sehingga tidak saja menghindari tumpang tindihnya suatu kebijakan.
Komposisi kabinet pada pemerintahan Jokowi saat ini memang tidak perlu diperdebatkan lagi, apakah dari sisi kementerian atau non kementriannya yang berasal dari representasi partai politik atau para profesional yang telah diakomodir olehnya. Sebab, mereka terpilih tentu diharapkan mampu bekerja sekaligus menuntaskan janji-janji kampanye jokowi selaku Presiden sebelum ditetapkannya serta membumikan visi dan misi Presiden secara formal harus tercapai berdasarkan ukuran kinerja mereka diberbagai tingkat dan lapisannya.
Tidak ada yang akan dikejar kecuali siapa yang telah menjanjikan apa kepada rakyat selaku pemilihnya. Oleh karenanya, ditunjuk seorang Menteri atau kepala Badan dan Lembaga harus terlihat cepat dalam merespon dan mampu mengeksekusi berbagai kebijakan Presiden serta mengaktualisasikan dalam bentuk keras dan kerja cerdas, termasuk juga cepat dalam merespon keinginan Presiden pada hal-hal lain, apalagi terhadap batang tubuh dan integritas kebijakannya yang terkait dengan arus kekuatan yang mengitarinya.
Mereka yang ditunjuk selaku pejabat sektor, sedapat mungkin menggerakkan birokrasi dan sigap dalam membangun gagasan yang implementatif guna melakukan terobosan yang tepat demi pencapaian kinerja kementrian dan lembaga yang diembannya. Namun entah disadari atau tidak, banyak pejabat negara yang disibukkan oleh urusan diluar target yang ditetapkan Presiden tersebut. Seperti, memperluas jangkauan politik pribadi mereka atau melakukan investasi jaringan infrastruktur politik mereka yang justru dilakukannya pada saat mereka menjabat kekuasaannya.
Tujuannya tak lain, adalah agar mereka mampu mempertahankan jabatan secara terus menerus serta menciptakan keseimbangan politik personal terhadap dinamika politik yang berkembang atau setidaknya penggalangan kekuatan akses politik. Sekiranya pejabat tersebut, bukan berasal dari sebuah partai. Tentu saja hal ini, menggoyahkan pencapaian target dan kinerja mereka yang seharusnya dipenuhinya.
Jika sudah demikian, maka tak heran bila pada sikap mereka akan terjadi double target yang menjadi beban sekaligus fokus perhatiannya serta bisa dianggap sebagai visi dan misi terselubung yang pada gilirannya akan mengorbankan visi dan misi Presiden. Sebagaimana yang diamanatkan pada dirinya, oleh karena kesibukan mereka untuk lebih banyak mengambil aksi panggung yang lebih selektif sebagai objektifitas dalam mempertahankan eksistensi pribadinya.
Maka ketika Presiden memunculkan, wacana reshuffle kabinet yang bersangkutan akan mengeluarkan investasi politiknya itu demi menghindari sorotan reshuffle terhadap dirinya. Padahal secara nyata mereka tidak berkerja secara optimal, sehingga pada akhirnya benar-benar harus digantikan oleh pejabat yang baru.
Jabatan Menteri yang diperoleh dari politik balas Budi, semacam itu tentu saja harus disadari oleh Menteri yang bersangkutan agar melakukan upaya lebih giat. Sehingga bukan malah membebani Presiden, pada beban kolektif atas kinerja pemerintah secara keseluruhan. Walau Jokowi bukan type yang menohok, ketika mengungkapkan keadaan para menterinya tapi masyarakat pun sudah cerdas untuk menilai mentri-mentri mana yang bekerja secara sungguh-sungguh dan cakap dalam mengemban tugasnya.
Penulis : Andi Salim
Editor : TM