PEMANGGILAN RUPS HANYA MELALUI SURAT KABAR TETAP SAH SACARA HUKUM


ElitKita. Com, –


OPINI HUKUM

Pengambilan suatu keputusan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu :


1. Pernyataam Keputusan Rapat

2. Sirkuler 

3. Rapat


Pengambila keputusan melalui RUPS Sirkuler (Pasal 91 UU PT), tidak mewajibkan adanya pemanggilan rapat secara tercatat.  Pelaksanaan pengambil keputusan dengan metode rapat wajib dengan pemanggilan terlebih dahulu, dengan surat tercatat dan/atau iklan surat kabar (Dapat dilihat pasal 82 ayat 2 UU PT).


Apabila diterjemahkan makna pada pasal 82 ayat 2 UU PT "dan/atau", maka dapat ditarik kesimpulan bahwa  pemanggilan dapat dilakukan dengan tiga pilihan yaitu :


1. Pemanggilan, dengan surat tercatat ke alamat pemegang saham.

2. Pemanggilan dengan iklan surat kabar

3. Pemanggilan, dengan surat tercatat dan iklan surat kabar.


Pada umumnya, pengaturan teknis secara terperinci atas pelaksanaan RUPS diatur didalam AD/ART perusahaan sehingga dapat mengacu pada AD/ART perusahaan.


Hal ini, sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2000 K/Pdt/2013 Jo Putusan Nomor 156/Pdt/2012/PT.Dps Jo Putusan Nomor 75/Pdt.G/2011/PN.Ap antara Bias Putih Korea Co,Ltd dengan Kuk Bong Yi dkk:


"Pengadilan menolak seluruh gugatan BBP dan menyatakan pemanggilan dan/atau keputusan RUPS, telah diambil tanpa kehadiran BBP Korea karena telah sesuai dengan pasal 82 ayat 2 UU PT yang memberikan opsi/pilihan kepada Direksi dengan hanya menggunakan surat kabar saja".


PERJANJIAN BISNIS ANTARA PERUSAHAAN INDONESIA DENGAN PERUSAHAAN ASING  YANG DIBUAT TANPA BAHASA INDONESIA ADALAH BATAL DEMI HUKUM


Perjanjian perdata antara perusahaan Indonesia dan perusahaan asing yang dibuat dan ditandatangani tanpa ada versi bahasa Indonesia, adalah batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.


Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada perjanjian bisnis tercantum pada pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan juga pasal 26 Ayat 1 Perpres 63/2019.


Pasal 31 UU 24/2009 Jo Pasal 26 Perpres 63 /2019, menyatakan :


1. Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. 


2. Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.


Jika membicarakan tentang perjanjian, maka kita juga tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Buku III KUHPerdata. Syarat sah, suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :


1. Adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri ;

2. Kecakapan para pihaknya ;

3. Adanya objek tertentu yang diperjanjikan ; dan

4. Suatu sebab yang halal. 


Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dimana pelanggaran atas dua hal ini akan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, jika dilanggar menyebabkan perjanjian batal demi hukum.


Hal ini, sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung RI No. 601 K/Pdt/2015, tanggal 31 Agustus 2016. Oleh : M.O. Saut Hamonangan Turnip S.H. C.T.L.C.


Editor : TM

Jakarta, 23 Agustus 2023

https://tsplawfirm.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama