𝐎𝐏𝐈𝐍𝐈 𝐏𝐔𝐁𝐋𝐈𝐊
Kebiasaan orang Indonesia ketika selesai makan siang adalah berkeringat, ngantuk dan tidur. Makan siang, hanya mengenyangkan perut malas-malasan, ngantuk dan tidur. Program makan siang tentunya, akan membuat rakyat termanjakan malas-malasan, memiliki ketergantungan sebagai gaya hidup yang baru karena ada program makan siang gratis.
Faktor ekonomi menjadi pemicu masalah stunting di Tanah Air, bukan makan siang gratis. Oleh karena itu, yang harus dibangun adalah kemampuan rakyat untuk bisa mandiri. Indonesia, perlu berkaca pada kesuksesan Korea Selatan dalam mengentaskan kemiskinan di negaranya.
Presiden Korea Selatan Park Chung Hee, sukses membawa Negeri Ginseng keluar dari kemiskinan dengan ‘memaksa’ rakyatnya untuk lebih produktif. Bukan program makan siang gratis, sebagaimana yang dijadikan program salah satu Paslon Capres dan Cawapres yakni Prabowo-Gibran.
Program makan siang menelan anggaran fantastis sekitar Rp 400 triliun, lebih baik digunakan untuk kepentingan masyarakat yang tetap sasaran dan dikemudian hari tidak jadi masalah, sebab programnya tidak masuk diakal masyarakat Indonesia.
Kata makan siang gratis, mengacu pada praktik umum di bar-bar Amerika yang menawarkan makan siang gratis untuk menarik pelanggan minum. Makan siang gratis, adalah penyediaan makanan tanpa biaya, biasanya sebagai daya tarik penjualan untuk menarik pelanggan dan meningkatkan pendapatan dari bisnis lain.
Makan siang pernah menjadi tradisi umum di salon dan bar di banyak tempat di Amerika Serikat, dengan ungkapan tersebut muncul dalam literatur AS dari sekitar tahun 1870 hingga 1920an.
Makanan gratis terkadang disediakan di zaman sekarang, sering kali oleh tempat perjudian seperti kasino . Happy Hour masa kini di banyak lounge dan bar sering kali menyajikan makanan pembuka gratis atau item menu dengan harga murah.
Gagasan, tentang makan siang gratis telah dikritik oleh para ekonom dalam pepatah populer, " Tidak ada makan siang gratis ." Oleh : Fredi Moses Ulemlem S.H,. M.H,. C.PC,. C.NS,. C.ME,. (Advokat)
𝐄𝐝𝐢𝐭𝐨𝐫 𝐓𝐌