Pengkritik Yang Sering Menjadi Korban Undang - Undang ITE Dalam Negara Demokrasi


𝐎𝐏𝐈𝐍𝐈 𝐏𝐔𝐁𝐋𝐈𝐊

Mengkritik itu blur tidak jelas, karena objek yang dikritik melekat dengan jabatan, konflik kepentingan, masalah politik. Itu jelas legitimate expression itu hal biasa, tapi selalu didalilkan dengan menyerang jabatan dan kehormatan.


Padahal yang namanya jabatan itu perlu dikritik sebagai bentuk dari mengontrol dan mengawasi, sebab jabatan itu mengabdi kepada publik atau kepada kepentingan banyak orang.


Berbeda dengan menghina,  menghina itu misalnya dibilang kepalanya bengkok, hidungnya peot. Itu baru jelas - jelas menghina, jelas menyerang pribadi seseorang secara fisik maka boleh di kenakan Undang Undang ITE sebagaimana biasanya.


Menghina, dengan melakukan kritik sangat sulit untuk dibedakan dan tidak dapat konsisten di terapkan dalam pengadilan di Indonesia. Sebab, menghina itu ditujukan kepada pribadi secara fisik seseorang sementara kritik ditujukan kepada jabatan, sebab jabatan itu lahir dari publik dan harus mengabdi pada publik dan perlu dievaluasi oleh publik.


Dulu, warga masyarakat, terutama kaum terdidik, memang terbiasa bantah - berbantah di surat kabar. Namun, kini, ada istilah demokrasi di ruang digital. Lambat laun demokrasi digital, menjadi alternatif dari diskursus di ruang media cetak dan diskusi melalui pertemuan langsung seperti yang terjadi di warung kopi.


Diskusi di warung kopi secara umum, tentu lebih asyik dibandingkan dengan diskusi di media masa atau media digital. Namun, kemacetan di kota-kota besar menyulitkan perjalanan menuju warung - warung kopi. Dalam perkembangannya, diskusi di ruang digital juga punya nilai positif karena menjangkau lebih banyak khalayak.


Sebagaimana diketahui bahwa, ada total enam aliansi masyarakat yang melaporkan Jubir TPN Aiman Witjaksono di Polda Metro Jaya terkait pernyataannya yang diduga menuding polisi tak netral. Keenamnya melaporkan Aiman Witjaksono terkait Pasal 28 (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016, tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008, tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana.


Ini adalah contoh kasus yang sedang berjalan dan kita saksikan bersama dalam dinamika politik menuju pilpres 2024, tentu sulit bagi kita untuk bisa menerima keadaan hukum kita saat ini terutama bagi Aiman Witjaksono sebagai warga negara yang mengkritik kerja aparat kepolisian agar lebih profesional dan independen.


Belum lagi ada rekan-rekan kita yang lain, karena melakukan hal sama dengan Aiman Witjaksono. Dari sini kita bisa lihat dan rasakan, bahwa hukum kita telah menjadi alat politik untuk membungkam setiap orang yang mengkritik  satu institusi pemerintah.


Kita harus tahu bahwa kritik, adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi atau membantu memperbaiki pekerjaan. Kritik berasal dari bahasa Yunani kritikos yang berarti "dapat didiskusikan". Oleh : Fredi Moses Ulemlem S.H,. M.H,. C.PC,. C.NS,. C.ME. (Advokat) 


𝐄𝐝𝐢𝐭𝐨𝐫 𝐓𝐨𝐧𝐢 𝐌𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧𝐚

Jakarta, 01 Januari 2024.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama