Akal Tumpang Tindih Hak Kebebasan Pers, (Wartawan Pokja KBB menolak RUU Penyiaran)

 

BANDUNG, 

Kali ini tengah mencuat dengan maraknya aksi penolakan revisi UU penyiaran dari berbagai media yang tengah dibahas Badan legislasi DPR RI, hal tersebut mendapatkan reaksi para wartawan yang kian semakin tersumpal kebebasan pers untuk berkarya melalui media apabila pembahasan mencapai pengesahan.


Seperti diungkapkan ketua Pokja Wartawan Kabupaten Bandung Barat Ir. M. Raup, usai menyampaikan orasinya di kantor Pokja Senin, 20 Mei 2024 yang lalu dengan sejumlah awak media, saat itu ia menyatakan bahwa secara personal maupun kelembagaan menolak penuh dengan rencana terbitnya RUU Penyiaran tersebut." Kami juga mendukung penuh dari rekan - rekan media baik Kota/Kabupaten/Provinsi, untuk melakukan aksi penolakan. "Ucapnya.


Begitupun alasannya, lanjut Rauf dengan RUU Penyiaran ini kalangan wartawan dalam peliputan dapat terbatasi dan semakin sulit untuk Keterbukaan Informasi Publik, dalam melakukan peran dan tugas pers. Tentunya, sebut dia selama ini secara perspektif kebebasan pers selalu diusik atau diobrak - abrik seakan dengan begitu konotasinya dugaan hendak mempersempit ruang gerak pelaksanaan jurnalistik." Saya, berpendapat bahwa hal ini bisa diduga merupakan berkaitan dengan kepentingan politik tertentu yang merasa terusik bahkan semakin buruk untuk hak kemerdekaan pers di Indonesia. "Tegasnya.


Pararel dengan kondisi tersebut Dr. KH. Aep Tata S, SH,. MM,. Akademisi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) dan aktifis praktisi Hukum penasehat media elitkita.com, menambahkan pendekatan manajemen konflik telah digulirkan bahwa RUU Penyiaran bisa dapat melemahkan fungsi dan peran pers. Mengubah dan menambah, semakin menguatkan tetapi sebaliknya dengan begitu akan mengalami setback atau kemunduran Demokrasi menyampaikan pendapat lisan maupun tulisan juga bisa terjadi tumpang tindih aturan - aturan yang masih dipertahankan, berdasar hukum tertulis termaktub dalam pasal 28 UUD 45, pelaksaan di atur recognisi :


Undang - Undang No. 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2005, tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana telah diubah dengan PP No. 46 Tahun 2021, tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.


"Seperti kita fahami bahwa fungsi dan peran pers, sesungguhnya corong maju mundurnya pembangunan disemua bidang baik pemerintah dan pihak swasta maupun masyarakat tertuang dalam informasi yang dikemas dalam pemberitaan oleh para Pers/wartawan kita se-Indonesia," ucapnya.


Dan juga, lanjut KH. Aep, media bukan dikategorikan indikator penghambat justru bisa Agent of Change ( Agen Perubahan ) yang selalu memacu mengembangkan dan meningkatkan mutu/ kualitas dan kuantitas. Kadang, merasa terusik. Apa yang jadi penyebabnya ? dan berbagai pertanyaan ? 


Media sangat penting, dalam memuluskan jalannya program Pemerintah pelaksanaan baik pembentukan Konstitusional ataupun Inkonstitusional. Oleh karenanya KH. Aep, menyayangkan dengan adanya sebuah kebijakan yang kontradiktif dengan sistem yang di bangun telah ada didalam regulasi jurnalistik sehingga imbasnya Tumpang tindih bersinggungan.


"Hal ini, sudah jelas Pers sesungguhnya mudah untuk diklarifikasi hak jawab atau jumpa pers tentunya, media hanya sebatas memberitakan dari hasil cek dan ricek, normatif, kondisi obyektip, berkeadilan keberimbangan sesuai data dan fakta selama  tentunya Nara Sumber bisa dipertanggungjawabkan, " Guna menjunjung Supremasi Hukum sebagai Panglima Keadilan, " tuturnya.


Untuk itu KH. Aep, menyarankan maka lebih efektifnya bukakan ruang lingkup media untuk berkarya yang dapat membangun Republik Indonesia tercinta ini. "Karena kita, bersama-sama di mata hukum tidak ada kekebalan hukum, memiliki rasa tanggungjawab dalam menjalankan roda pemerintahan baik pelaksanaan dan pengawasan. "Tutupnya.


Editor Toni Mardiana.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama