Miris : Tidak Ada Legalitasnya, Warga Perum Cluster Edelweis Kecewa Terhadap Manajemen BTN


KOTA CIMAHI,

Hunian yang representatif merupakan dambaan semua keluarga, demi menggapai impian tersebut segala hal dilakukan dan tidak mudah dalam memperjuangkannya diantaranya dengan membeli secara kredit.


Namun, sebagian warga Perum Cluster Edelweis di Kelurahan Cipageran Kota Cimahi, harus menelan pil pahit. Karena hingga saat ini, tak kunjung mendapatkan kejelasan tentang legalitas rumah yang dihuninya. 


"Padahal, kewajiban akan komitmen melalui akad tentang pembayaran cicilan tiap bulannya sudah dilaksanakan sejak beberapa tahun silam".


Mereka mengaku kecewa lantaran tidak mendapatkan haknya, padahal kewajiban sudah dijalankannya dengan menjalankan seluruh skema serta pembayaran sebagaimana mekanisme dalam kesepakatan perjanjian.


Awalnya, sejak terhitung setelah beberapa tahun melaksanakan pembayaran cicilan, sebagai tindakan verifikasi mereka mencoba mempertanyakan sertifikat tersebut, namun hingga kini jawabannya tidak ada kejelasan dari bank di mana mereka melakukan akad kredit rumah, yaitu Bank BTN.

 

"Saya ngambil rumah di lokasi tersebut, kalau nggak salah, sekira tahun Tahun 2017, saya tanyain soal sertifikatnya, sebab meski belum lunas. Namun udah bayar beberapa tahun, sertifikat biasanya sudah ada meski belum bisa diberikan ke pembeli. Saya bertanya saat itu, tapi ada gelagat yang tidak beres dari pihak bank saat itu,"  Ungkap, salah seorang warga yang enggan menyebutkan identitasnya.


Lanjut dia, gelagat tersebut di antaranya pihak bank tidak bisa memperlihatkan sertifikat yang diminta melainkam endingnya pihak bank memintanya untuk melunasi rumah dulu.


"Dari gelagat seperti itu timbul pikiran negatif dalam diri saya, bahwa ini ada yang tidak beres dengan manajemen bank atau ada indikasi lain, " tuturnya.


Anehnya, lanjut dia pihak bank tidak bisa memberikan dan memperlihatkan sertifikat tersebut. Bahkan, sudah beberapa kali mempertanyakannya tetap dengan bermacam dalih yang mengisyaratkan bahwa ketiadanya legalitas tersebut.


"Hingga sekarang saya merasa dilematis, mau laporan takut rumah di segel polisi, nanti keluarga mau tinggal dimana, di sisi lain rumah ini tidak jelas juntrungannya karena tidak ada sertifikatnya. Dan, bahkan lebih anehnya lagi ada warga lain yang di suruh pihak bank untuk menempati, bebas sampai kapanpun dengan tanpa membayar lagi, " katanya.


Ia menambahkan, walaupun ada pernyataan bebas sampai kapanpun menempati, namun khawatiran sering menjangkiti, sebab terkait ketiadaan legalitas. Saking kesalnya, agar masalah tersebut terpecahkan ia sudah membuat laporan ke kantor BTN pusat dan kementerian BUMN, namun tidak ada respon.


"Perjuangan sudah dilakukan maksimal, namun hasilnya nihil. Saya ingin beres masalah ini dan uang kembali, karena percuma menempati tanpa ada legalitas, " urainya.


Sementara sumber lain menyebutkan, bahwa jumlah keseluruhan yang belum jelas kepemilikannya tersebut sebanyak 11 orang, termasuk 3 orang yang sudah bayar cash dari sejak tahun 2017 serta ada yang masih membayar angsuran, karena ketakutan. 


"Hingga berita ini diturunkan masih dipertanyakan hak kepemilikannya, bahkan awak media sudah mendatangi kantor bank BTN dan bahkan konfirmasi melayangkan surat. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan"


"Bagaimana bisa begini, padahal kita sudah membayar lunas, namun pihak bank beralasan bahwa sertifikat rumah masih sedang dilakukan proses prosedural," tuturnya.


Inventarisasi berlanjut pada 8 orang yang mempertanyakan keberadaan hak kepemilikannya, senada mereka mengatakan bingung dengan pelayanan bank BTN yang seolah mengindahkan kesepakatan akad kredit. " Yang menjadi kekhawatiran kami, ialah pernah ada pihak bank lain yang datang dengan maksud hendak menyita rumah Kami mengatasnamakan bank lain." ucapnya.


Lebih komprehensif, media elitkita.com melakukan konfirmasi terhadap Bank BTN yang berada di Bandung tempat akad konsumen cluster Edelweiss. Namun, pihak yang diinginkan (Kepala cabang) melalui staffnya mengatakan agar mengatur waktu janji dan harus melayangkan pengajuan audiens secara formal, tetapi sampai saat ini sejak dikirimkan pengajuan audiens tidak ada komentar ataupun jawaban dari pihak BTN Kota Bandung.


Hingga berita ini diturunkan pada Sabtu, 1 mei 2024 masih dipertanyakan hak kepemilikannya.


Terkait masalah ini Akademisi dan Praktisi Fakar MPI ( Manajemen Pendidikan Islam) dan HES ( Hukum Ekonomi Syariah) Dr. KH. Aep Tata Surya SHI,. MM., dapat dikenakan Tindak Perbuatan Penipuan Jual - beli dan penipuan Janji dapat di Pidana-kan dan di, Perdata kan ;


Bagi siapa saja yang melakukan jual - beli dengan adanya tipu muslihat, maka akan di kenakan pidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP. Tindak pidana yang diatur dalam bab XXV KUHP tersebut, mempunyai banyak sekali bentuk, diantaranya : penipuan pokok, penipuan ringan, penipuan dalam jual - beli, penipuan menyingkirkan. 


Penipuan, merupakan cara memakan harta orang lain dengan jalan batil (tidak dibenarkan), dalam pasal 378 KUHP, penipuan diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Contoh kecil Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling dua ratus lima puluh ribu. 


Apalagi lagi penipuan

Barang berharga Sertifikat,

Sejauh ini tidak ada larangan atau ketentuan hukum yang mengharuskan suatu kasus penipuan mendapat putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) terlebih dulu, baru kemudian dapat digugat secara perdata atau Wan prestasi (pengembalian kerugian materi). Artinya kedua Proses bisa berjalan. 


Sedangkan Tindakan Perbuatan Penipuan Janji Pasal 378 KUHP (Pasal 492 UU 1/2023), mengatur tentang penipuan yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat untuk mengelabui orang lain dengan maksud untuk memperoleh sesuatu barang atau uang dapat dihukum dengan pidana penjara.


Pada intinya, ketentuan Pasal 492 UU 1/2023 menyebut secara limitatif daya upaya yang digunakan pelaku menyebabkan penipuan itu dapat dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu, penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian kata bohong.


Kecuali Aproach conflic manage, ada itikad baik pelaku demi pencitraan Nama baik perorangan pejabat dan lembaga BTN, ketiga belah fihak Nasabah, Developer, Bank, Upaya win-win solition. (Tazeri)


Editor Toni Mardiana.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama