Badai PHK Menyengsarakan Rakyat


OPINI PUBLIK

Dalam sistem kapitalis, kata PHK sudah tak asing di telinga. Keluar masuk tenaga pekerja ke perusahaan bukan lagi hal tabu. Namun, jika PHK tak henti-hentinya digulirkan, seolah terus menghantui para karyawan, kecemasan pun terus mengganggu ketenangan. 


Dikutip dari detik.com, jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlahnya sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang.


"Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja, (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada detikcom Kamis (26/09/2024).


Maraknya PHK, adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini, menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai. 


Perusahaan swasta akan menjalankan prinsip - prinsip kapitalisme dalam bisnisnya, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. Prinsip sekecil-kecilnya mengeluarkan modal dan sebesar-besarnya mengambil keuntungan, sudah menjadi prinsip baku, sebagai ciri khas ekonomi kapitalis. 


Dan, pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi. UU Omnibus Law Cipta Kerja, perusahaan diberikan kemudahan untuk melakukan PHK. Sementara mempekerjakan TKA syaratnya makin dipermudah, sehingga di perusahaan - perusahaan banyak di dominasi asing. Baik pimpinan mau pun tenaga ahli, maka pribumi ahli sekali pun tetap terpinggirkan.


Selain dari itu, krisis ekonomi yang melanda Jabar begitu berpengaruh besar terhadap badai PHK, perusahaan - perusahaan tak menerima pesanan hasil produksi mereka. Karena satu sama lain dari perusahaan mengalami krisis tersebut, krisis ini pun banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya persaingan bisnis yang dikuasai Cina. Menyebabkan pabrik pembuatan alat produksi lokal pun terlindas, tak mampu memproduksi barang karena minimnya pesanan. 


Tidak ada pilihan bagi perusahaan tersebut, kecuali dengan melakukan PHK untuk karyawannya. Tentunya, tak mampu membayar gaji mereka. Selain itu, perusahaan - perusahaan tersebut tumbuh dalam sistem kapitalis. Ketika mereka hendak mem-PHK karyawan, tak lagi memikirkan, bagaimana nasib karyawan yang sudah mengabdi lama pada perusahaannya. Mereka berfikir, yang penting perusahaan mereka terselamatkan dari tanggung jawab mengurus karyawannya. 


Karena standarnya bukan Islam yang bertanggung jawab pada seluruh karyawannya, tetapi standarnya kapitalis. Jika karyawan itu dibutuhkan baru diurus oleh mereka, jika tak lagi dibutuhkan, maka mereka tak segan untuk membuangnya. Bukan hanya PHK, kemudian mereka mendapat tunjangan, tetapi banyak yang dirumahkan tanpa kejelasan akad, apalagi gaji, mereka tak menerimanya. Akibatnya pengangguran merajalela, hampir di setiap wilayah.


Dalam Islam, kontrak kerja atau mempekerjakan orang dibolehkan dengan berbagai ketentuan. Allah Swt., berfirman ;


Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ?, kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. (QS Az-Zukhruf ayat 32.


Dalam ayat di atas, jelas sekali bahwa hakikatnya Allah Swt., yang memenuhi rizki manusia. Namun, manusia wajib ikhtiar dengan bekerja, baik bekerja pada orang lain dengan upah dan pengurusan yang benar, mau pun bekerja membuat perusahaan sendiri. 


Rasulullah Saw., menyampaikan dalam sabdanya, harus seperti apa dalam mempekerjakan orang lain dari sisi upahnya ;


Artinya, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya mengering dan informasikan [jumlah] upahnya ketika pekerjaan akan dimulai.” (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan ash-Shugra).


Jelas dan tegas, baik ayat Al-Qur'an mau pun hadits, dalam hal menjadi majikan atau pun menjadi pekerja. Dengan mempekerjakan orang, harus jelas akad kerjanya, dari mulai jamnya, upahnya. Tidak semena-mena mem-PHK karyawan dengan alasan sedang krisis. Baik krisis atau tidak, perusahaan memiliki kewajiban mengurus karyawan dengan sebaik-baiknya. 


Dari sisi akad ijaroh, ada beberapa yang bisa disepakati. Salah satunya, upah mereka nominalnya sesuai saling ridho, sesuai kebiasaan dan yang ketiga sesuai kesepakatan para ahli. Dengan demikian, baik majikan mau pun karyawan, tidak ada yang terzalimi. 


Rasulullah Saw., bersabda dalam haditsnya ;


Artinya, “Dari Nabi saw, beliau bersabda, ‘Allah Ta'ala berfirman, ‘Ada tiga jenis orang yag aku berperang melawan mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang menjual manusia merdeka lalu memakan (uang dari) hasil bisnisnya dan seseorang yang memperkerjakan buruh kemudian pekerja tersebut selesai namun upahnya tidak dibayarkan.” (HR Al-Bukhari).


Demikian Islam mengatur permasalahan pekerja dan majikan, satu sama lain memiliki hak serta kewajibannya masing - masing, "Wallahu a'lam bishshawab. 


Editor Lilis Suryani

Oleh : Sumiati (Mahasiswi PAI)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama