Peran Intelijen di antara Aksi Unjuk Rasa Anarkis



elitKITA.Com - Kerusuhan atau huru-hara terjadi saat sekelompok individu berkumpul untuk melakukan tindakan kekerasan, biasanya sebagai respons terhadap perlakuan yang dianggap tidak adil, maupun sebagai upaya perlawanan terhadap suatu hal. Penyebab utama kerusuhan yang kerap terjadi di Indonesia dapat ditelusuri pada kondisi kehidupan yang tidak menguntungkan, penindasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap warganya, serta konflik berbasis agama atau etnis. Selain itu, hasil dari sebuah pertandingan olahraga juga sering kali menjadi pemicu.

Sejatinya, kegiatan berkumpul memiliki kemampuan untuk: (a) mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; (b) mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat; (c) mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi; (d) menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

Selain itu, masyarakat juga mengalami penurunan rasa aman yang ditandai dengan timbulnya kekhawatiran dan kegelisahan, serta ketakutan akan kemungkinan terjadinya tindakan anarkhis seperti perusakan fasilitas umum, pembakaran, dan pembunuhan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada perekonomian. Sebenarnya, kegiatan unjuk rasa telah diatur dalam Undang-Undang No. UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Sebetulnya kegiatan unjuk rasa telah diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan Polri sesuai dengan Pasal 13, berkewajiban (2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. (3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dan masyarakat yang akan melakukan unjuk rasa berkewajiban diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pasal l0 (1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. (2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan. pemimpin, alau penanggungjawab kelompok. (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. (4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Dengan adanya pertemuan antara pemimpin atau penanggung jawab unjuk rasa dengan anggota kepolisian, diharapkan akan tercapai kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Mengacu pada kewajiban Polri untuk memberitahukan pihak yang menjadi sasaran aksi unjuk rasa, dalam pertemuan dengan pimpinan atau penanggung jawab aksi tersebut, Polri akan berupaya menjadi penengah atau mediator antara kedua belah pihak (pengunjuk rasa dan sasaran unjuk rasa).Di harapkan, jika kesepakatan dapat tercapai sebelum hari H, maka aksi unjuk rasa tidak perlu dilaksanakan atau dapat dibatalkan.

Diharapkan agar Polri dapat melaksanakan pengawalan dengan tingkat profesionalisme yang tinggi, sehingga massa yang berkeinginan untuk menyalurkan aspirasinya dapat melakukannya dengan baik, aman, dan terkendali.

Termasuk di dalamnya adalah pendampingan dan pengarahan terhadap massa dalam proses penyaluran aspirasi tersebut. Namun, seringkali terjadi kesalahpahaman antara pihak kepolisian dan pengunjuk rasa, yang menyebabkan kepolisian kadang kurang responsif terhadap tindakan demonstrasi. Di sisi lain, para pengunjuk rasa merasa terhambat dalam mengekspresikan aspirasi mereka ketika melihat keberadaan kepolisian yang mendampingi dan mengarahkan mereka dalam konteks pengamanan. Tentu diperlukan kesepahaman antara kedua belah pihak; baik pengunjuk rasa maupun kepolisian harus berupaya mencari terobosan untuk mengatasi atau mengantisipasi terjadinya unjuk rasa, sehingga pelaksanaannya dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

Salah satu terobosan yang dilakukan Polri untuk mengantisipasi terjadinya unjuk rasa anarkhis namun tidak berbenturan dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yaitu dengan melakukan deteksi dini atau tindakan fre-emtif dengan mengedepakan intelijen dengan salah satu fungsinya bertindak melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan sehingga didapatkan data yang memadai yang dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan.

Data intelijen yang memadai harus memiliki nilai informasi yang terukur dan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Oleh karena itu, setiap nilai informasi dapat menggambarkan tentang kondisi sasaran di lapangan yang patut menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Hal utama yang perlu digaris bawahi bahwa fungsi Intelijen adalah memberikan masukan berupa informasi yang berkembang didalam masyarakat guna pengambilan keputusan pimpinan sehingga Pimpinan dalam hal ini Polres maupun Polda dapat mempersiapkan pengawalan dengan mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya prediksi jumlah kelompok aksi unjuk rasa, karakter kelompok aksi unjuk rasa, pola penanganan yang akan dilakukan dan lainya.

Adapun upaya yang dapat dilakukan Polri bila dikaitkan dengan fungsi manajemen yang menurut George R. Terry “Management is distincnt procces consisting of planing, organizing, actuating, an controlling perfomed to determine and accomplish stated objectives by use of human beings and other resources” (Silalahi, 1996: 3). (Manajemen adalah sebuah proses nyata yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengaturan, dan pengontrolan untuk menentukan dan menyelesaikan tujuan utama dengan menggunakan manusia dan sumber-sumber lainnya).

Setiap penyelenggaraan kegiatan operasional Intelijen, kegiatan penyelidikan akan selalu terkait dengan kegiatan pengamanan dan upaya penggalangan. Dalam hal ini tentunya bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berkembang terkait dengan kegiatan unjuk rasa sehingga pimpinan Polri dapat menggunakan informasi yang berkembang didalam masyarakat untuk mempersiapkan pengawalan jalannya unjuk rasa. (Red)



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama