elitKITA.Com-Setiap tanggal 20 November, dunia memperingati Hari Anak Sedunia atau World Children's Day. United Nations International Emergency Fund (UNICEF) adalah organisasi yang menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Tujuan peringatan hari anak tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran akan kesejahteraan anak, serta untuk mendorong tindakan global dalam menciptakan masa depan anak yang lebih baik.
Pada tahun 1954, peringatan hari anak ini mulai diperingati secara universal, dilansir dari laman UNICEF. Kemudian, setiap tanggal 20 November dirayakan setiap tahun. Tanggal ini juga berkaitan dengan saat Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak-hak Anak pada tahun 1959. Pada tanggal yang sama di tahun 1989, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Hak-hak Anak, Convention on the Rights of the Child (CRC). Sejak itu, setiap tanggal 20 November ditetapkan sebagai Hari Anak Sedunia, berkaitan dengan diadopsinya Konvensi Hak-hak Anak Sedunia, yang merupakan kesepakatan pertama internasional untuk melindungi hak anak-anak secara komprehensif.(13/11/2024) www.detik.com
Peringatan Hari Anak Sedunia nyata menggambarkan standar ganda Barat soal hak anak. Hari Anak Sedunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional di bawah PBB setiap 20 November hanya kedok untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap nasib dan masa depan 2 miliar anak usia 0-15 tahun di seluruh dunia. Momen tersebut hanya formalitas saja, tidak ubahnya hanya seremonial belaka, sangat jauh dari realitas problematik yang terjadi dengan nasib anak-anak di dunia, pengkhianatan nyata genosida di Palestina, di mana yang menjadi korban kebiadaban Zionis adalah anak-anak, bahkan yang masih dalam kandungan. Fakta-fakta tersebut hanya secuil yang terindra. Miris, jangankan hak-hak atas makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perlindungan atas kekerasan, hak hidup saja mereka tak mendapatkan jaminan.
Di mana UNICEF dan PBB yang katanya peduli dengan masa depan anak di seluruh dunia? Semuanya seakan tutup mata, tak peduli, dan abai terhadap apa yang terjadi dengan anak-anak Palestina. Nyata bahwa keselamatan anak-anak kalah penting dibandingkan dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dengan nasionalisme. Kepentingan ekonomi negara dan jabatan jauh lebih menjadi prioritas daripada nasib anak-anak di berbagai wilayah konflik lainnya. Inilah buah sistem kapitalisme dan sekulerisme.
Dalam Islam, anak adalah amanah, calon generasi penerus masa depan yang harus dijaga keselamatannya dan kesejahteraannya, serta hak-hak lainnya. Oleh karena itu, negara harus memenuhi hak anak sesuai tuntunan Islam dalam berbagai aspek. Seperti halnya Khilafah yang memiliki sumber daya besar dan mampu menjamin kesejahteraan serta keselamatan anak, pemerintahan dalam Islam bervisi untuk melayani dan mengurus rakyat.
Dalam Islam, penguasa memiliki kebijakan khusus untuk menjaga akidah individu rakyatnya. Menjaga akidah umat dari pencemaran oleh saqofah selain Islam, penguasa akan menutup berbagai celah kemungkinan masuknya pemikiran asing, sehingga akidah umat senantiasa terjaga, keimanan, dan ketaatannya akan syariat. Oleh karenanya, rakyat dalam sistem Islam memiliki pemikiran yang sehat; rakyat paham benar dengan perannya dalam amar makruf nahi mungkar dan kontrol sosial kepada sesama, atau aktivitas mengoreksi penguasa (muhasabah lil hukam).
Islam menjaga jiwa dan hak hidup setiap insan, termasuk anak-anak. Hanya Islam yang menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab, dan lain-lain. Ini bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah yang memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat, dan negara. Negara sebagai basis perlindungan anak yang hakiki. Hal ini hanya akan terwujud melalui tegaknya khilafah, karena dalam Islam, negara adalah rain dan junnah. Wallahualam bishawab.
Penulis : Yuli Yana Nurhasanah