MANADO, -
Bandara Sam Ratulangi Manado bakal ditutup paksa dan mendirikan tenda depan pintu utama, sekali pun risikonya berimbas pada tertundanya sejumlah penerbangan. Masalah ini sampai ke Presiden Repbublik Indonesia Prabowo Subianto, pasalnya hingga kini PT. Angkasa Pura, belum membayar uang ganti rugi lahan milik warga.
Apapun resikonya, ahli waris dan penerima kuasa siap turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa. 'Kami akan membawa dua (2) Mobil Dum Truck bermuatan batu gunung untuk curah di depan pintu masuk dan pintu keluar bandara, agar aksi menyampaikan aspirasi kami didengar oleh pemerintah pusat," kata Sonny Woba dan aktivis anti korupsi dan mafia tanah Arthur Mumu, kepada wartawan Jumat 22, November 2024.
Bandar Udara (Bandara) Sam Ratulangi terancam ditutup paksa, setelah institusi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, kalah dalam persidangan, baik di tingkat Pengadilan Negeri (PN) hingga Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Menurut Sonny didampingi aktivis pemberani Arthur, akan membuat tenda dan bergantian menduduki Bandar Udara Sam Ratulangi yang dikelola PT. Angkasa Pura Indonesia (API), terancam kegiatan operasionalnya, lantaran melakukan penolakan pembayaran ganti rugi terhadap pemilik lahan.
"Penolakan pembayaran, merupakan bentuk pembangkangan terhadap surat yang dikeluarkan Deputi Sekretariat Negara (Setneg) Republik Indonesia, Nomor : B/Setneg/D-5/08/2010, tertanggal 1 Agustus 2010", kata Sonny.
Surat yang ditandantangani Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan Sulistiyo dan ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan serta Kementerian Perhubungan Udara, menyebutkan untuk segera mengganti rugi atas tanah Erfpacht Verponding Nomor 75, di Desa Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara seluas 739.300 m2.
Dalam surat itu disebutkan, kalau lahan tersebut dikuasai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan telah dialihkan haknya kepada PT. Angkasa Pura I (Persero) untuk tanah Bandara Sam Ratulangi.
Selanjutnya Kemenhub, dianjurkan melakukan penilaian dan penelitian permasalahan untuk selanjutnya membayar kepada ahli waris berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Keduanya mengatakan, penolakan pembayaran ganti rugi lahan oleh pengelola Bandara Sam Ratulangi, merupakan bentuk pembangkangan terhadap Surat Setneg.
"Lahan di dalam Bandara Sam Ratulangi tepatnya di Landasan Pacu, berbatasan dengan Desa Wusa Kabupaten Minahasa Utara. Sampai sekarang, belum terbayarkan dan sudah ada surat yang ditandantangani Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan Sulistiyo dan ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan serta Kementerian Perhubungan Udara. Dalam surat tersebut, menyebutkan bahwa PT. Angkasa Pura, untuk segera mengganti rugi tanah Erfpacht Verponding Nomor 75, di Desa Wusa Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara, seluas 739.300 m2, " lanjut Sonny.
Sonny menjelaskan, surat tersebut telah diketahui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu. Sehingga, sangatlah rancu dan tak masuk akal jika tidak ada realisasinya.
"Tidak tahu ada indikator apa sehingga PT. Angkasa Pura, menolak membayar lahan yang ada di dalam bandara sudah ada surat perintah membayar ditandatangani oleh Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan Sulistiyo, ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan dan Kementerian Perhubungan Udara, " ungkap Sonny Nelson Woba.
Sementara Arthur Mumu menuturkan, pernyataan General Manager PT. Angkasa Pura I Bandara Sam Ratulangi Manado, Maya Damayanti bahwa penguasaan atas lahan bandara berdasarkan Hak Pengelolaan (HPL) 01/Mapanget Barat bersertifikat sejak 26 Juni 1995, itu merupakan pembohongan publik tidak punya alas hak yang sah.
Terkait penjelasan GM Angkasa Pura, bahwa seluruh proses penguasaan tanah Bandara Sam Ratulangi tidak melawan hukum dan semuanya dimenangkan oleh Angkasa Pura. "Sejak kapan Angkasa Pura mengaku sudah menang ?, sementara ahli waris sudah menang di Pengadilan Negeri Manado sampai ke Mahkamah Agung dan sudah ada surat perintah membayar yang ditandatangani oleh Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan Bapak Sulistiyo ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan serta Kementerian Perhubungan Udara, " ungkap Arthur
GM PT. Angkasa Pura mengatakan, bahwa lahan bandara sudah bermasalah hukum dan menjadi milik PT. Angkasa Pura, itu patut sicurigai karena lahan di dalam bandara ada ahli waris mempunyai alas hak yang sah secara hukum.
"Tidak melawan hukum, bagaimana mereka membangun Bandar Udara di atas lahan bukan milik PT. Angkasa Pura," cetus Arthur.
Bukan hanya tanah Landasan Pacu Bandara, tapi ada juga objek tanah milik Rusungan Ramis.
Aktivis yang dikenal pemberani ini menjelaskan, bahwa objek tanah seluas ±10 hektar milik Almarhum Rusungan Ramis, telah dikuasakan kepada Yurike Paseki (anak kandung dari Rusungan Ramis) sampai sekarang belum juga dibayarkan.
Lahan milik Ruaungan Ramis itu berlokasi di dalam Bandar Udara Sam Ratulangi, "tanah milik Rusungan Ramis di dalam bandara tepatnya di pintu masuk dan pintu keluar, Carga dan VIP Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Utara, telah dikuasakan kepada Jurike Paseki, anak kandung Rusungan Ramis, " pungkas pengiat anti korupsi dan mafia tanah ini.
Keluarga Ramis dan Pinangkaan-Paseki mengatakan, objek tanah milik mereka sudah diketahui oleh Menteri Perhubungan RI, untuk dilakukan pembayaran ganti rugi oleh PT. Angkasa Pura.
Menurut Arthur, mantan Gubernur Sulawesi Utara Drs Sinyo Harry Sarundajang (SHS) pernah membuat Surat Rekomendasi Pembayaran Ganti Rugi Tanah di Lokasi Bandara Sam Ratulangi Manado, ditujukan kepada Menteri Perhubungan RI.
Isi surat permohonan ganti rugi tanah (luas ±10 ha) yang terdapat di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado, sesuai Hak Pengelolaan Nomor I1, atas nama PT. Angkasa Pura I, dimana Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Pusat untuk penyelesaian pembayaran sesuai ketentuan berlaku melalui upaya musyawarah mufakat. "Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, sangat mengharapkan Bapak Menteri Perhubungan RI, untuk dapat secara arif dan bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan pembayaran ganti rugi tanah di lokasi Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. " Tutur Arthur Mumu, mengutip Surat Rekomendasi yang ditandatangani oleh Sinyo Harry Sarundajang pada tanggal 9 Januari 2006.
Sebagai implementasinya, aktivis Anti Korupsi dan Mafia Tanah Arthur Mumu, memastikan melakukan aksi unjuk rasa dan menduduki Bandara Sam Ratulangi, khususnya di lahan bermasalah. Aksi tersebut kata dia, sebagai bentuk protes terhadap pengelola bandara yang diduga telah melakukan perampasan hak kepemilikan tanah.
Arthur Mumu dan Sonny Woba serta Keluarga Rami Paseki - Pinangkaan, juga berjanji akan meneruskan masalah itu ke Presiden Prabowo Subianto. Tujuannya, agar presiden tahu kalau di Sulut banyak masalah tanah, terutama milik masyarakat miskin yang tidak diselesaikan.
Di sisi lain Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, telah menyatakan dukungannya kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, dalam memberantas kejahatan mafia tanah di bidang pertanahan.
Penegasan itu disampaikan Sigit, usai membahas kerjasama antara Polri dengan Kementerian ATR/BPN, disebutkan Kapolri, bahwa Kementerian ATR/BPN mendapat tugas dari Presiden Prabowo Subianto dan akan menjadi penilaian khusus terhadap kinerja kementeriannya.
“Polri akan terus mendukung setiap program Kementerian ATR/BPN, sehingga kepastian hukum terhadap tanah - tanah sengketa milik masyarakat dapat diselesaikan dengan baik,” kata Listyo.
“Kami bersama Sonny Nelson Woba dan Keluarga ahli waris Ramis serta Paseki - Pinangkaan, dipastikan akan datang dengan massa pendukung. Kami juga akan menutup paksa bandara dan akan mendirikan tenda bergantian menduduki objek tanah yang belum terbayar sekali pun risikonya berimbas pada tertundanya sejumlah penerbangan. Supaya masalah ini, sampai ke Presiden Repbublik Indonesia Prabowo Subianto. (Redaksi)
Editor Toni Mardiana.