OPINI PUBLIK
Siapapun pasti memimpikan memiliki hunian layak, punya hak milik sendiri tanpa menumpang, tanpa mengontrak pada yang lain. Jika kebutuhan papan terpenuhi, maka selesailah salah satu bagian utama hidup manusia. Tetapi untuk mencapai mimpi itu, nampaknya tak bisa berdiri sendiri, selain tekad juga ada regulasi dari petinggi negeri, kita lihat bagaimana hasil akhirnya.
Salah satu potret memilukan, adalah hampir 11 juta keluarga antre mendapat rumah layak dan 27 juta keluarga tinggal di rumah tidak layak huni. Seperti gubuk, terlalu banyak penghuni dalam satu KK dan sebagainya. Hal ini, ditegaskan oleh Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Dalam waktu yang panjang persoalan akan berujung pada persoalan tambahan seperti stunting (dari air tidak bersih bercampur kuman, bakteri dan virus), sumber penyakit bahkan terganggunya kesehatan mental.
Di era pemimpin yang baru, pemerintah sedang membangun 3 juta rumah layak huni, sekitar 20 persennya rumah bersubsidi. Budi Saddewa Soediro selaku Direktur Utama Perum Perumnas, mengatakan pendanaannya dengan memanfaatkan aset yang ada milik negara. Sebagai pengembang, diantaranya Perumnas memiliki tanggung jawab untuk mengelolanya dan mendukung untuk direalisasikan. Proyek ini terbentang, hingga wilayah luar Pulau Jawa juga dan Medan serta Palembang begitupun Makassar menyediakan lahan total 1.200 hektare, 1.000 hektare dari Kejaksaan Agung dan 200 hektare dari Kementrian ATR/BPN.
Maruarar Sirati selaku Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), menjelaskan langkah merealisasikan program ini dengan membangun 2 juta rumah di pedesaan dan satu juta berbentuk apartemen di perkotaaan. Lalu pemanfaatan tanah sitaan dari kasus korupsi, difungsikan ulang untuk perumahan rakyat dan aset - aset hasil Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan digunakan untuk menunjang program ini.
Masalah Klasik Mengiringi
Sederet rencana penguasa untuk memberikan rakyatnya rumah layak huni dan bisa dimiliki, tetapi lupa bagaimana cara rakyat untuk proses pembiayaannya serta kendala lain. Diantaranya skema pembayaran berbasis riba yang jelas tidak dibolehkan dalam hukum Islam, harus ada data valid gaji per-bulan yang dimana ada standar harga tertentu belum menjangkau seluruh kalangan, lokasi perumahan sulit diakses oleh angkutan umum. Juga pembangunan ini, orientasinya bukan pemenuhan kebutuhan rakyat tetapi aroma bisnis properti.
Faktanya suntikan dana bagi pengembang secara berkala, adalah alasan kuat untuk terus membangun rumah subsidi. Dari kaca mata rakyat, justru tidak ada bantuan sekalipun subisidi KPR (kredit kepemilikian rumah) dan terjangkau tetap tidak merata, karena “terjangkau atau murah” itu relatif.
Perkawinan antara rezim penguasa dan pengusaha, menciptakan lingkaran oligarki yang kuat. Tentunya, menyasar ke ranah apa saja yang basah, termasuk perumahan. Lihat saja UU Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) dibuat lebih condong bukan ke rakyat, tapi pada pengusaha. Ini memuluskan langkah mereka pengusaha properti, karena rakyat bisa membeli rumah secara kredit. Tetap saja tidak akan terbeli, karena rakyat hanya diberi akses untuk mereka yang mampu saja, selain karena jelas - jelas haram riba itu haram dalam Islam, tidak boleh dimanfaatkan. Jadi secara berjamaah rakyat yang memandang KPR, tidak bisa dijalankan karena tidak dilandasi akad yang sah dalam Islam, dipaksa untuk melakukan yang bertentangan dengan kepercayaannya.
Dari segi sosial, rumah tidak layak akan menimbulkan masalah baru yang khas. Diantaraya muncul pemukiman kumuh berpotensi ada penyakit sosial, kejahatan di tempat umum dan pelecehan yang paling banyak menimpa anak perempuan serta anak dari orang terdekat. Fungsi rumah tempat yang dianggap nyaman dan aman menjadi ancaman, Selain itu sanitasi buruk, kurang cahaya matahari, membuat hidup terasa sesak dan tersiksa.
Rumah sempit di gang sempit pula, anak tidur dengan anggota keluarga lain, aurat tidak terjaga, terjadilah campur baur. Bahkan kabar terbaru ada satu rumah yang dihuni 15 orang, sungguh miris. Masyarakat yang jauh dari agama akan melampiaskan nafsunya bahkan pada orang terdekat sekalipun saudara. Itu semua akibat dari Ina Agustiani S.Pd
(Penikmat Literasi), penerapan sistem sekuler yang tidak menempatkan rakyat sebagai pelaku utama hidup berjalan, semua dinilai dari bisnis untuk kepentingan materi.
Hanya Islam Punya Solusi
Berbicara perumahan berarti akan berhubungan dengan tata kelola negara juga sistem ekonomi yang berjalan antara rakyat dan pemerintah, bahwa Islam mampu menyelesaikannya seperti Rasulullah Saw., mengatakan, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Al-Bukhari). Tidak dibenarkan negara mengalihkan tanggung jawabnya pada swasta, secara langsung mengurusi rakyat dalam rangka ibadah pada Allah.
Benak tanggungan dari seorang kepala negara maupun jabatan strategis untuk meriayah rakyat menjadi hal yang utama, karena akan dihadapkan pada akhirat. Maka meriayah rakyat, adalah tugas utama memenuhi kebutuhan.
Negara wajib menjamin segala kebutuhan yang berhubungan dengan pengadaan bahan bangunan sampai rumah selesai dengan jaminan harga murah, ini karena pengelolaan bahan baku dikelola SDA-nya oleh negara berdasarkan syariat. Bagian kepemilikan umum wajib tanpa ada campur tangan swasta, individu apalagi asing. Rasulullah Saw., bersabda. “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka dan kemiskinan mereka. Allah, akan menutupi (diri-Nya) tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)
Islam punya skema perumahan yang ama, layak, sehat dan syari. Sebagai berikut, yakni Pemanfaatan riset dan teknologi sehingga tercipta perumahan yang sesuai syariat serta aturan administrasi. Ketika sudah ada rumah yang layak huni, pembagian tempat tidur anak laki - laki dan perempuan terpisah saat balig bahkan disaat mumayyiz.
Selanjutnya masyarakat yang berpenghasilan rendah akan dibantu negara untuk mendapatkan rumah dengan subsidi, kredit tanpa bunga. Bahkan, bisa jadi negara memberi gratis untuk warga yang fakir miskin atau tidak mampu. Dan, semua pembiayaan tata kelola dari kas negara (baitulmal), negara akan memastikan semua sarana bisa dimanfaatkan dengan baik tanpa ada cela penggelembungan dana/korupsi, bahan yang ada dengan kualitas tinggi. Juga dalam prosesnya disertai oleh orang - orang beriman, amanah, teguh dalam syariat karena negara membentuk individu yang bertakwa.
Dengan begitu sejarah membuktikan, bahwa peradaban ada di puncaknya dengan kemaslahatan yang luar biasa tinggi diselimuti kebaikan, termasuk dalam masalah perumahan, menjadi sangat mudah bukan mimpi lagi. Salah satu contoh sifat pemimpin dalam membantu rakyatnya, adalah pada saat Rasulullah Saw., telah mencontohkan, saat awal hijrah dari Makkah ke Madinah, dibantu dengan para mu’awin-nya, beliau Saw., mengurus tempat tinggal kaum Muhajirin di Madinah karena mereka hijrah tanpa membawa harta. Itulah contoh pemimpin yang mengerti kebutuhan rakyatnyarakyatnya, "Wallahu A’lam".
Editor Lilis Suryani
Ina Agustiani, S.Pd
(Penikmat Literasi)