BANDUNG, 3 Januari 2025 – Kota Bandung berhasil mencapai tingkat
Universal Health Coverage (UHC) sebesar 99,62 persen. Dari total 2.579.837 penduduk, sebanyak 2.569.985 orang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Pencapaian ini menunjukkan komitmen Kota Bandung dalam memberikan akses layanan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh warganya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menegaskan bahwa capaian ini adalah langkah maju menuju pelayanan kesehatan inklusif. “Kami berkomitmen untuk memastikan seluruh warga mendapatkan akses kesehatan yang adil. Ke depan, fokus kami adalah meningkatkan mutu pelayanan dan memperluas kemitraan dengan fasilitas kesehatan,” ungkap Anhar dalam konferensi pers di Balai Kota Bandung, Kamis, 2 Januari 2025.
Universal Health Coverage merupakan sistem yang menjamin seluruh masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan tanpa terbebani biaya yang tinggi. Sistem ini menekankan pada akses yang adil dan perlindungan finansial bagi masyarakat, terutama saat menghadapi situasi darurat.
Segmentasi Peserta BPJS Kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan di Kota Bandung terdiri dari berbagai segmen, antara lain:
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI): Kelompok masyarakat kurang mampu.
2. Penduduk yang Didaftarkan Pemerintah Daerah: Dibiayai oleh APBD.
3. Pekerja Penerima Upah (PPU): ASN, pegawai swasta, dan lainnya.
4. Pekerja Mandiri (PBPU): Pekerja informal.
5. Bukan Pekerja (BP): Termasuk pensiunan, veteran, dan investor.
Saat ini, Kota Bandung memiliki 33 rumah sakit yang bermitra dengan BPJS Kesehatan. Namun, lima rumah sakit masih dalam proses integrasi layanan UHC, yakni RS Bedah Halmahera Siaga, RSIA Melinda, RSIA Limijati, RSIA Graha Bunda, dan RS Mata BEC. Selain itu, 80 UPTD Puskesmas telah beroperasi sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang siap melayani masyarakat.
Keunggulan dan Manfaat UHC di Kota Bandung. Anhar menyebutkan beberapa manfaat yang diperoleh dari status UHC, di antaranya:
1. Jaminan pembiayaan kesehatan bagi seluruh penduduk.
2. Kemudahan akses layanan kesehatan, baik di dalam maupun luar kota.
3. Keaktifan status peserta tanpa masa tunggu 14 hari.
4. Dukungan dana dari Pemprov Jawa Barat sebesar 40 persen untuk pembiayaan UHC.
5. Efisiensi dana kapitasi untuk operasional puskesmas.
“Kami terus berupaya agar rumah sakit yang belum terintegrasi segera menyelesaikan proses administrasi. Selain itu, peningkatan mutu pelayanan menjadi prioritas kami agar warga tidak hanya mendapat akses, tetapi juga kualitas yang optimal,” tambah Anhar.
Dengan capaian ini, Kota Bandung menjadi salah satu daerah percontohan dalam mewujudkan pelayanan kesehatan inklusif di Indonesia. Pemerintah optimis, upaya yang telah dilakukan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mencapai hal serupa.
Dinas Kesehatan Kota Bandung
Benk.Benk