OPINI PUBLIK
Bullying, sebuah kata yang tak asing di dunia pergaulan masa kini. Berita di media sosial, baik pelaku maupun korban masih silih berganti berseliweran. Sungguh sangat memprihatinkan dari tahun ke tahun, kasus seperti ini tak kunjung hilang.
Dikutip dari portaljabar.com. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, melakukan respons cepat terhadap laporan kasus perundungan yang dialami oleh seorang siswi sekolah dasar di Kabupaten Garut.
Kasus ini menjadi perhatian publik, setelah beredar kabar bahwa korban mengalami trauma fisik dan psikologis akibat tindakan tidak bertanggung jawab dari beberapa pelaku anak.
Berdasarkan informasi dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Garut, laporan terkait perundungan dan pelecehan seksual berinisial D diterima pada Selasa, 7 Januari 2025. Pelaporan tersebut, dilakukan setelah ibu korban mengajukan laporan resmi kepada pihak kepolisian di Polres Garut.
Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Barat, bahwa Siska Gerfianti segera menyampaikan kepada DP3AKB melalui UPTD PPA Kabupaten Garu. Saat ini, telah memberikan pendampingan kepada korban untuk menjalani visum di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut.
"Kemudian kita juga melakukan asesmen psikologis di Kantor UPTD PPA Kabupaten Garut, tanggal 9 Januari. Saat ini korban masih dalam proses asesmen psikologi oleh tenaga ahli psikologi UPTD PPA Kabupaten Garut, " katanya, di Bandung pada Kamis, 9/1/2025.
Akhir - akhir ini bullying atau perundungan, kembali menjadi bahan pembicaraan. Hingga saat ini, belum ada solusi pasti terkait hal tersebut. Karena terus berulang menelan korban, sebagaimana berita di Garut yang baru saja terdengar kembali. Setiap mendengar kata bullying yang muncul di benak itu, sedih, miris, kecewa dan marah. Ada apa dan mengapa di dunia pergaulan ini tak kunjung baik ?, selalu saja ada yang menjadi korban bullying.
Walaupun harus jujur, bahwa terkadang bullying terjadi di rumah sendiri. Misal, seorang anak yang dibandingkan dengan anak tetangga lebih pintar atau bahkan dengan adik atau kakak mereka. Semua itu, merupakan perilaku orang tua yang tidak paham bagaimana mendidik anak dan mendampingi anak ketika salah. Tidak ada satu pun anak yang ridha dibandingkan dengan orang lain atau saudaranya sendiri, "toh setiap anak memiliki kekurangan atau kelebihannya masing - masing.
Bisa jadi, seseorang yang mem-bully temannya, adalah seseorang yang sering dibully di rumah mereka. Di rumahnya mereka tidak berani melawan, karena tekanan dari orang - orang sekitar rumah mereka. Sehingga mereka, lampiaskan kepada orang lain di luar sana yang dianggap lemah bisa dibully. Dalam hal itu terkadang tumbuh dendam, di rumah ia dibully, membalas dendam pada yang di rumah tidak bisa, maka ia lakukan pada orang lain yang dianggap lemah dan bisa menjadi sasaran amarah terpendamnya. Di sini, orang tua telah gagal menjadi teladan bagi anak-anaknya. Karena bisa jadi, ia pun sebagai orang tua tidak paham bagaimana hak dan kewajiban orang tua kepada anak.
Bullying juga tidak hanya terjadi di dunia nyata, bahkan lewat media sosial pun, seperti chatingan di whatsapp, selalu tak ketinggalan dengan panggilan - panggilan yang sejatinya tidak pantas. Misal, memanggil temannya dengan panggilan nama hewan atau panggilan bodoh dan lain sebagainya. Seluruhnya sama, merupakan bullying yang berpengaruh buruk pada mental seseorang. Bukan hanya itu, bullying saat ini lebih sadis, bisa hingga kehilangan kehormatan bahkan nyawa bisa melayang. Hal ini, tentu sudah menjadi masalah yang begitu rumit dalam kehidupan dan masalah yang harus ada penyelesaian oleh negara yang notabene sebagai pengurus urusan rakyatnya.
Kehidupan sekulerisme telah melahirkan generasi yang hidupnya begitu bebas, apa pun dilakukan asalkan senang, termasuk mem-bully orang sekenanya, tanpa memikirkan apakah orang lain itu sakit hati atau marah ?. "Rasa empati kepada teman nyaris hilang, tanpa disadari, hidup individualisme telah menjadi pilihan mereka. Sehingga, hanya fokus pada kesuksesan diri sendiri atau kehebatan diri sendiri. Bahkan, ketika diingatkan terkait perilaku bullying, mereka menyolusikan bullying secara parsial atau bahkan secara bullying kembali. Misal, ungkapan "salah sendiri miskin, salah sendiri jelek, salah sendiri bodoh" dan ungkapan - ungkapan lainnya yang sejatinya itu bukan solusi dari bullying. Tetapi solusi bullying dengan bullying yang tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru.
Adapun di dalam sistem Islam, mampu tuntaskan bullying secara sistemik. Negara akan memberikan pembinaan kepada setiap keluarga, untuk menjadikan keluarga yang taat kepada aturan agamanya. Menjadikan ayah dan bunda yang tahu hak dan kewajiban sebagai orang tua, mampu mendidik anak - anak menjadi anak yang sholeh dan shalehah. Bukan hanya giat dalam ibadah, tetapi memanggil dengan panggilan yang baik, hingga menyenangkan saudara yang dipanggilnya. Ketika melakukan kesalahan, bukan dihakimi tetapi diayomi, dibimbing dan diarahkan. Maka, sikap saling menyayangi dalam keluarga terbentuk. Hal ini, akan dibawa oleh anak - anak mereka keluar rumah, dimana mereka berinteraksi dengan banyak orang, mereka mampu hidup dengan orang lain dengan layak.
Bukan hanya itu, bahwa Islam pun akan memberikan solusi dari sisi ekonomi, jika untuk pendidikan orang tua tidak mampu, negara akan menjamin pendidikan itu. Begitupun, rakyatnya mampu mengenyam pendidikan yang layak dan menjadikan mereka masyarakat yang layak dan bermartabat. Di sini peran negara, sebagai pengurus urusan umat. Kasus bullying yang terjadi akan tiada dengan sendirinya, karena tidak ada celah untuk menjadi pelaku demikian. Islam, ketat dengan berbagai aturan yang memanusiakan manusia, bahwa masyarakat terkondisikan ibadahnya, akhlaknya, perilakunya dan pendidikannya. Hal ini, merupakan pemenuhan terhadap seruan Rasulullah Saw., kepada para pemimpin ummat. Rasulullah Saw., bersabda ;
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya :
Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban (HR. Imam Bukhari), "Wallahu a'lam bishshawab".
Editor Toni Mardiana.
Oleh : Sumiati
Pendidik Generasi
Mahasiswi PAI.