Jakarta, – Pakar hukum yang juga pendiri Perkumpulan Pengacara GAPTA, Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia, dan Ketua Umum Barisan Kepemudaan Republik Indonesia (BK-RI), Richard, mengungkapkan pendapatnya mengenai polemik yang melibatkan Dr. Hotman Paris Hutapea, SH, dan Dr. H. Razman Arif Nasution, SH, S.Ag, MA, serta keputusan pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten dan Ambon.
Menurut Richard, keputusan tersebut justru meresahkan masyarakat dan menambah ketidakpastian hukum. Richard mengutip Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten Nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/ll/2025 tertanggal 11 Februari 2025, yang membekukan BAS milik Advokat M. Firdaus Oibowo setelah ia diduga melanggar sumpahnya dalam sidang perkara pidana atas nama Razman Arif Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Dengan adanya pembekuan BAS ini, banyak pihak merasa khawatir bahwa ini hanya akan menjadi alat untuk membungkam kebenaran dan meredam suara-suara yang tidak sejalan dengan kepentingan tertentu," ujar Richard dalam keterangannya di Jakarta. Minggu (16/2/2025).
Dalam penjelasannya, Richard mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, seseorang yang ingin menjadi advokat harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk lulus ujian dari Organisasi Advokat yang sah.
Ia juga menyoroti bahwa Organisasi Advokat, seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), yang didirikan pada tahun 2008, tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut, karena seharusnya organisasi ini dibentuk sesuai dengan Pasal 32 ayat (4) yang mewajibkan pembentukan organisasi dalam waktu dua tahun sejak undang-undang tersebut diberlakukan.
"Pembekuan BAS ini bisa dianggap sebagai langkah inkonstitusional, yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ini adalah bentuk usaha untuk memonopoli peradilan, hanya memberikan kesempatan kepada pihak-pihak tertentu yang tidak konsisten dengan penerapan hukum yang seharusnya," tegas Richard.
Richard menambahkan bahwa situasi ini memperburuk kondisi hukum di Indonesia, di mana kebohongan sering kali dianggap sebagai kebenaran dan kebenaran malah diputarbalikkan. Ia menyerukan agar masyarakat, khususnya mahasiswa hukum, lebih kritis dan tidak terpengaruh oleh informasi satu sisi yang menyesatkan.
"Sudah saatnya kita semua melek hukum, dan bagi orang tua yang memiliki anak yang sedang menempuh pendidikan hukum, mereka harus turut mengawasi perkembangan pemikiran anak-anak mereka," imbuh Richard.
Melalui pernyataannya, Richard berharap agar masyarakat dan pihak terkait semakin waspada terhadap praktik hukum yang bisa merugikan banyak pihak, dan mendesak penegakan hukum yang lebih transparan dan adil.
Sumber: Advokat Richard
Benk•Benk