Kabupaten Bandung Barat,-
Skandal mega korupsi, kembali mengguncang Indonesia. Kali ini, kasus dugaan korupsi di tubuh PT. PLN (Persero) menjadi sorotan setelah Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengungkap kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp. 1,2 triliun akibat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Barat ( Kalbar) yang terbengkalai sejak tahun 2016.
Kasus ini dikonfirmasi, oleh Wakil Kepala Kortastipidkor Polri Brigadir Jenderal Arief Adiharsa yang menyebut pihaknya masih dalam tahap penyelidikan.
“Masih tahap penyelidikan ya,” ujar Arief kepada awak media.
Kronologi Skandal PLTU 1 Kalbar 2x50 MW.
Proyek ini, bermula dari lelang yang diadakan PLN pada 2008 dengan pendanaan internal. Konsorsium KSO BRN memenangkan tender meski diduga tidak memenuhi syarat prakualifikasi. Kontrak senilai USD 80 juta dan Rp. 507 miliar ditandatangani pada 2009, oleh RR (Dirut PT. BRN) dengan FM (Dirut PLN).
Namun, proyek ini dialihkan kepada perusahaan energi asal Tiongkok PT. PI dan QJPSE, tanpa kejelasan prosedural yang kuat. Berbagai kendala muncul, hingga akhirnya proyek ini mangkrak pada tahun 2016 dengan mengakibatkan kerugian besar bagi negara. Kortastipidkor Polri, kini juga menelusuri tiga kasus lain yang terkait PLN. https://radarkediri.jawapos.com/ ( Radar Kediri )
PLTA Upper Cisokan : Dugaan Kejanggalan, Kecelakaan Kerja dan Kerugian Vendor
Tak hanya proyek PLTU di Kalimantan Barat, proyek lain di bawah PLN juga tengah disorot. PLTA Upper Cisokan di Kabupaten Bandung Barat yang mendapatkan pendanaan dari World Bank, diduga mengalami berbagai pelanggaran prosedur dan dugaan impunitas hukum.
Kejadian tragis pada 22 Juni 2024 lalu, di mana seorang pekerja WNI tewas dalam proyek ini, menjadi sorotan. Menurut laporan elitkita.com, insiden tersebut terjadi di luar jam kerja, namun hingga kini belum ada investigasi resmi dari Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk dugaan bahwa pasca kecelakaan, barang bukti hilang secara misterius.
Lebih jauh, awak media berupaya meminta klarifikasi kepada pihak PLN dan perusahaan kontraktor asal Tiongkok, CGGC Co., Ltd., justru menemui hambatan. Pihak Humas PLN dan CGGC disebut menghindari pertanyaan media, bahkan agenda jumpa pers yang dijanjikan tak kunjung direalisasikan.
Namun, tidak hanya dugaan pelanggaran keselamatan kerja yang menjadi sorotan, vendor dan subkontraktor yang terlibat dalam proyek PLTA Upper Cisokan juga mengaku belum terrealisasi, hingga mengalami kerugian cukup besar akibat pembayaran yang tak kunjung mereka terima. Beberapa vendor yang telah mengerjakan proyek tersebut, diduga masih belum mendapatkan haknya, meski pekerjaan mereka telah selesai sesuai kontrak.
Dugaan praktik bisnis yang tidak transparan ini, semakin memperkuat deretan dugaan dan kecurigaan bahwa proyek PLTA Upper Cisokan bukan sekadar proyek infrastruktur biasa, melainkan proyek yang sarat dengan permasalahan hukum dan tata kelola yang buruk.
Seruan Evaluasi dan Investigasi
Dengan adanya dugaan mega korupsi pada proyek PLTU di Kalimantan Barat serta kejanggalan dalam proyek PLTA Upper Cisokan, publik mendesak pemerintah, aparat hukum serta World Bank untuk mengevaluasi proyek - proyek PLN yang melibatkan kerja sama dengan perusahaan asing.
Kasus ini membuka kembali pertanyaan besar, tentang supremasi hukum di Indonesia. Apakah hukum benar - benar ditegakkan atau hanya menjadi alat bagi kepentingan kapitalisme ?
Para pemangku kepentingan, termasuk APH dan lembaga terkait, didesak untuk segera melakukan investigasi transparan guna menegakkan keadilan dan memastikan tidak ada lagi kejahatan keuangan yang merugikan negara serta membahayakan nyawa pekerja Indonesia.
(Redaksi)
Editor Toni Mardiana